Selasa, 15 Januari 2013

DASAR- DASAR AGRONOMI ACARA III



PERSEMAIAN DAN PINDAH TANAM PADI METODE KONVENSIONAL DAN THE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)

I. TUJUAN
1.      Mengetahui pengaruh metode persemaian dan waktu pindah tanam terhadap pertumbuhan bibit padi
2.         Mengetahui hubungan antara kualitas bibit dengan berat keringnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA
Padi merupakan bahan pokok yang paling penting di dunia. Padi dalam system budidayanya memerlukan banyak air. Hal ini menyebabkan tidak efisiennya penggunaaan air. Sehingga, dibutuhkan metode budidaya padi hemat air yang dapat tetap menyediakan kebutuhan pangan di masa mendatang (Limeizhao et al., 2009).
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, dewasa ini telah dikembangkan metode SRI. SRI (System of Rice Intensification) merupakan salah satu pendekatan dalam praktek budidaya padi yang menekankan pada manjemen pengelolaan tanah, tanaman, dan air melalui pemberdayaan kelompok dan kearifan lokal yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan. Hal ini sangat mendukung terhadap pemulihan kesehatan tanah dan kesehatan pengguna produknya (Mediana, 2010).
System of Rice Intensification (SRI) merupakan teknik budidaya tanaman padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air, dan unsur hara, terbukti telah berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50% bahkan di beberapa tempat mencapai lebih dari 100%. Metode ini pertama kali ditemukan secara tidak sengaja di Madagaskar antara tahun 1983-1984 oleh Fr. Henri de Laulanie, seorang pastor Jesuit asal Prancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama petani-petani disana. Oleh penemunya, metodologi ini selanjutnya dalam bahasa Prancis dinamakan Le System de Riziculture Intensive disingkat SRI. Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification disingkat SRI. Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani. Hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen (Mutakin, 2007).

Sekarang metode SRI menjadi popular di Asia. Metode ini dibutuhkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air dan mengembangkan teknologi lain yang dapat mendukung metod ini. Metode SRI. Metode SRI dikembangkan untuk mengurangi air dan memperluas penggunaan non-air untuk peningkatan produksi padi (Ginigaddara et al., 2009).
Strategi SRI (System Rice Intensification) lebih dipusatkan pada penggunaan bahan organik. Penggunaan bahan organik yang diintegrasikan dengan teknik pengairan berkala akan mampu menyediakan hara untuk kebutuhan tanaman padi. Namun bahan organik yang dibutuhkan cukup banyak yaitu sekitar 10 ton kompos/hektar/musim, yang pada praktiknya sulit dipenuhi dalam skala usaha padi yang luas dan akan menambah biaya tenaga kerja untuk aplikasinya. Tujuan SRI adalah untuk meningkatkan produksi dengan target segmen petani yang berbeda dan pengelola yang berbeda. (Suryana, 2007).
SRI menganjurkan pemakaian bahan organik (kompos) dan mikro Organisme lokal (MOL) untuk memperbaiki struktur tanah agar padi dapat tumbuh dengan baik dan hara tersuplai kepada tanaman secara baik tanpa menimbulkan efek kimia. Keterlibatan komops dan MOL (Mikro Organisme Lokal) sebagai tim sukses dalam pencapaian produktifitas yang berlipat ganda, karena peran kompos lebih kompleks dari pupuk, karena selain sebagai penyuplai nutrisi (Uphoff, 2002).
Usaha tani padi sawah organik metode SRI adalah usaha tani padi sawah irigasi secara intensif dan efisien dalam pengelolaan tanah, tanaman dan air yang berbasis kaidah ramah lingkungan. Dengan meningkatnya harga pupuk dan pestisida kimia serta semakin rusaknya lingkungan sumber daya akibat penggunaan pupuk yang terus menerus dan pemakaian bahan kimia, telah mendorong petani dibeberapa tempat mempraktekkan metode SRI (Departemen Pertanian, 2009).
Terdapat beberapa komponen penting dalam pencapaian SRI yaitu: 1. Bibit dipindah lapanga (transplantasi) lebih awal (bibit muda); 2. Bibit ditanam satu lubang per lubang tanaman; 3. Jarak tanam lebar; 4.kondisi tanah tetap lembabb tidak tergenang air (irigasi berselang); 5. Menggunakan pupuk dari bahan organik kompos dan mikroorganisme lokal (MOL) dan dilakukan penyiangan (Kuswara, 2003).
Hal paling mendasar dalam budidaya SRI adalah menerapkan irigai intermitten artinya siklus basah kering bergantung pada kondisi lahan, tipe tanah, dan ketersediaan air. Selama kurun waktu penanamanlahan tidak tergenang tetapi macak-macak (basah tapi tidak tergenang). Cara ini bisa menghemat air 46%. Selain itu sedikitnya air juga mencegah kerusakan akar tanaman (Wardana et al., 2005).
Dampak yang dirasakan dari penerapan teknologi SRI adalah tingginya produksi padi yang dihasilkan jika dibandingkan dengan cara konvensional, makin tinggi produksi maka nilai jual padi juga makin besar. Sehingga keuntungan yang diperoleh petani juga lebih besar, dan ini tentunya dapat meningkatkan pendapatan petani. Keuntungan yang lebih besar akan diperoleh petani apabila memproduksi sendiri kompos dan mikroorganisme lokal. Keuntungan diperoleh dengan pengurangan antara output yang dihasilkan dengan biaya produksi/input yang telah dikeluarkan. Peningkatan produksi/produktifitas pada umumnya terjadi karena jumlah anakan/ rumpun padi lebih banyak. Melalui paket teknologi yang digunakan pada dasarnya memungkinkan terbentuknya anakan yang lebih banyak daripada sistem konvensional.  Selain itu, metode SRI juga dikenal ramah lingkungan karena beberapa hal seperti kemampuan memitigasi terjadinya polusi asap akibat berkurangnya pemakaian jerami, sehingga mampu menekan emisi gas CO2 dan emisi gas methan, menekan gas pembusukan, daur ulang limbah, serta mencegah pencemaran lingkungan akibat kontaminasi (Mediana, 2010).
Perbedaan umum dari metode SRI dan metode konvensional, yaitu (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007):
NO.
Perlakuan
SRI
Konvensional
1.
Pindah tanam
7 hss
21 hss
2.
Kondisi air di media tanah
Lembab (macak-macak)
Tergenang
3.
Jumlah bibit/lubang
1 bibit
2 bibit













III. METODOLOGI
Praktikum Dasar-dasar Agronomim Acara III yang berjudul Persemaian dan Pindah Tanam Padi Metode Konvensional dan The System of Rice Intensification dilaksanakan di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada hari Selasa, 12 April 2011. Bahan yang digunakan adalah biji padi (Oryza sativa) dan tanah sedangkan alat yang digunakan adalah polybag, penggaris, oven dan alat tulis.
Cara kerja yang harus dilakukan dalam percobaan ini yang pertama, disiapkan persemaian tiga buah ember yang dameternya sama dan diisi dengan tanah yang sama beratnya (+/- 2cm dari permukaan atas ember). Lalu air ditambahkan di dalam tanah hingga macak-macak, kemudian padi disemai pada tiap ember dengan kerapatan sebar 75 gran.m-2. Bibit padi dari ember pertama akan dipindahkan pada umur 7 hari setelah sebar (hss), kedua pada umur 14 hss dan ketiga pada umur 21 hss. Kemudian bibit dipelihara agar pertumbuhannya tidak mengalami gangguan. Langkah selanjutnya, disiapkan media tanam untuk pindah tanam. Polybag diisi dengan tanah dan disiram dengan air hingga macak-macak (perlakuan pindah tanam 7 dan 14 hss) dan tergenang (perlakuan 21 hss). Selanjutnya dilakukan pindah tanam satu bibit per lubang tanam ditanam untuk perlakuan pindah tanam 7 dan 14 hss pada polybag yang telah disediakan. Kemudian dua bibit perlubang tanam untuk perlakuan 21 hss. Selanjutnya dilakukan pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun, mulai diamati pada umur 7 hss sampai 28 hss setiap seminggu sekali. Kemudian tanaman padi dipanen pada umur 28 hss, lalu tanaman dioven pada suhu sekitar 65-70o C selama 48 jam. Setelah beratnya konstan ditimbang berat keringnya. Kemudian dihitung Summed Growth Ratio (SGR). Lalu dibuat grafik tinggi tanaman dan jumlah daun pada berbagai berbagai hari pengamatan serta histogram berat dan berat keringnya. Dan kemudian dibandingkan kualitas bibit umur 28 hss akibat perlakuan pindah tanam.
SGR =
L’        = ratio of the number of leaves
T’         = ratio of the number of dry weight
H’        = ratio of the number of heigh

Tidak ada komentar: