PENGAMATAN CUACA MIKRO
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Iklim mikro adalah faktor-faktor kondisi iklim setempat yang
memberikan pengaruh langsung terhadap kenikmatan (fisik) dan kenyamanan (rasa)
pemakai di sebuah ruang bangunan, sedangkan iklim makro adalah kondisi iklim
pada suatu daerah tertentu yang meliputi area yang lebih besar dan mempengaruhi
iklim mikro. Iklim makro dipengaruhi oleh lintasan matahari, posisi dan model
geografis, yang mengakibatkan pengaruh pada cahaya matahari dan pembayangan serta
hal-hal lain pada kawasan tersebut, misalnya radiasi panas, pergerakan udara,
curah hujan, kelembaban udara, dan temperatur udara.
Iklim mikro merupakan kondisi iklim pada suhu
ruang yang sangat terbatas tetapi komponen iklim ini memiliki arti yang bagi
kehidupan tumbuhan hewan dan manusia. Karena kondisi udara pada skala mikro ini akan berkontak langsung
dengan dan mempengaruhi secara langsung makhluk-makhluk hidup tersebut. Makhluk
hidup tanggap terhadap dinamika dan perubahan dari unsur-unsur iklim
sekitarnya. Keadaan unsur-unsur iklim ini akan mempengaruhi tingkah langsung
dan metabolisme yang berlangsung pada makhluk hidup. Sebaliknya keberadaan
makhluk hidup tersebut (terutama tumbuh-tumbuhan) akan pula mengalami keadaan
iklim mikro di sekitarnya. Antara
makhluk hidup dan udara di sekitarnya
akan terjadi saling mempengaruhi atau interaksi satu sama lain.
Iklim mikro sendiri selain dipengaruhi oleh iklim
makro juga dikendalikan beberapa faktor seperti, keadaan vegetasi (jenis,
tinggi, kerapatan), bentuk relief mikro tanah, sifat tanah (tekstur, struktur,
dan bahan induk), kelengasan tanah dan penutupan tanah. Anasir paling penting
dalam kajian iklim mikro adalah radiasi matahari. Hal ini dikarenakan energi
matahari merupakan sumber utama dari energi atmosfer. Penyebarannya diseluruh
permukaan bumi merupakan pengendalian yang besar terhadap cuaca dan iklim.
Selain radiasi matahari, anasir iklim mikro lain adalah suhu udara, suhu tanah,
kelembaban udara, penguapan (evaporasi dan transpirasi) dan kecepatan angin.
Kajian terhadap iklim
mikro sangatlah penting karena menusia mempunyai peluang besar untuk
memodifikasi iklim sesuai dengan yang dikehendaki. Prinsip dan modifikasi iklim
mikro adalah dengan mengatur sedemikian rupa jumlah energi matahari, temperatur,
kelembaban udara dan konsentrasi CO2 sehingga fotosintesis seoptimum
mungkin dan menekan evapotranspirasi seminimal mungkin. Dalam hubungannya
dengan pertanian, dengan mempelajari iklim mikro di sekitar diharapkan dapat
mendorong keberhasilan usaha tani yang dijalankan. Hal ini dikarenakan iklim
merupakan salah satu elemen penting untuk menjalankan usaha tani. Bentuk-bentuk modifikasi
cuaca mikro yang sering digunakan antara lain bedengan, tanaman pelindung dan
mulsa.
B. Tujuan
1.
Mengenal cara-cara mengukur anasir cuaca mikro.
2.
Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
cuaca mikro.
3.
Mengetahui cuaca mikro pada berbagai ekosistem.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Mikro klimatologi ialah
ilmu yang mempelajari tentang iklim mikro atau iklim yang terdapat di dalam
daerah yang cukup kecil. salah satu peredaran antara mikrometeorologi dan
mikroklimatologi ialah mikrometeorologimemerlukan dasar matematika dn dasar
fisika yang kompleks sehingga dapat mempelajari proses fisis atmosfer, lagipula
mikrometeorologi tidak terbatas pada atmosfer dekat permukaan bumi, tetapi
mungkin dapat mempelajari mikrofisika dari awan. Sedangkan mikroklimatologi
tidak ditunjukkan kepada ahli meteorologi saja, tetapi juga untuk melayani ahli
lain yang berminat untuk mempelajari hubungan antara kehidupan dengan iklim
mikro tanpa mempunyai dasar matematika dan fisika yang kokoh. Perbedan antara
iklim mikro dan iklim makro, terutama disebabkan oleh jarak dengan permukaan
bumi. Faktor-faktor yang mempengaruhi dapat disebabkan oleh macam tanah, yaitu
tanah hitam, tanah abu-abu, tanah lembek, dan tanah keras, oleh bentuk yaitu
bentuk konkaf (lembah), bentuk konveks (gunung) dan danau, kemudian juga
ditentukan oleh tanam-tanaman yang tumbuh diatasnya, yaitu rawa, hutan dan
lain-lain. Setelah itu juga dipengaruhi oleh jumlah radiasi dan profil angin
yang terakhir dipengaruhi oleh aktivitas manusia yaitu daerah industri, kawasan
kota, pedesaan, dan sebagainya. Sebenarnya diantara iklim makro dan iklim mikro
terdapat iklim meso, akan tetapi istilah iklim meso kurang umum dipakai dan
dimengerti sehingga istilah meso klimatologi sangat jarang dijumpai dalam
pustaka (Tjasjono, 2000).
Berdasarkan
faktor pengendali sifat, luasan atau wilayah identifikasi dan dampaknya
terhadap kegiatan manusia, studi klimatologi dapat dibedakan atas tiga sifat
umumnya yaitu (Bey and Las, 2006):
- Iklim global/ cuaca sinoptik (global climate/ sinoptic weather) yaitu keadaan fisika dan dinamika atmosfer bagian atas hingga lapisan troposfer antara belahan bumi (kawasan yang sangat luas). Iklim/cuaca ini dikendalikan oleh pusat-pusat tekanan rendah dinamakan massa udara dalam besar dan peredaran arus dari satu samudera ke samudera yang lain.
- Iklim meso/ makro (scren climate) yaitu keadaan atmosfer lapisan agak dekat permukaan pada suatu lokasi (tapak) dengan luasan tertentu yang bisa dipantau melalui stasiun klimatologi/ meteorologi di lapangan atau dekat permukaan tanah (10m). keadaan fisika atmosfer pada strata ini telah banyak dipengaruhi oleh sifat fisik permukaan bumi, gejala golak-galik (turbulensi) udara adalah dominan.
- Iklim mikro (micro climate) menggambarkan keadaan fisik atmosfer sekitar objek yang spesifik atau dekat permukaan (<2m antara="" atmosfernya="" bawah="" dalam="" dengan="" di="" fisika="" ini="" interaksi="" kandang="" lingkungan="" objek="" sekitar="" seperti="" skala="" span="" tajuk="" tanaman="" telah="" terakhir="" terjadi="">2m>
Radiasi matahari
merupakan unsur yang penting dalam pertanian, pertama cahaya sumber cahaya
sumber energi bagi tanaman dengan melalui proses fotosintesis menjadi energi
kimia. Kedua sebagai sumber energi dalam proses evaporasi (Wisnusubroto, 2002).
Distribusi tanpa kanopi
tanaman dipengruhi oleh area daun tanaman ; densitas dan tinggi, penyusunan
daun, arah sinar matahari, lereng, dan penyebaran daun. Distribusi cahaya dengan
kanopi dapat ditunjukkan dengan hukum Bear : I=Io . E-xf . Dimana I
adalah intensitas cahaya yang diberikan height tanpa kanopi tanaman : Io adalah
intensitas cahaya bagian atas dan tumbuhan berkanopi; E adalah dasar dari
logaritma natural; f adalah indeks area daun; x adalah extinction koefisien
terutama ditentukan oleh lereng daun dan penyusunan daun dan yang kedua oleh
penyebaran daun. Montheith (1965) menyajikan persamaan lain mengenai distribusi
cahaya tanpa kanopi tumbuhan. I = [S + (1 –S)
] f Lo. Dimana S adalah fraksi sinar matahari yang masuk ke
dalam lapisan daun tanpa penangkaran;
adalah koefisien
tranmisi daun; f adalah indeks area daun.
Penyusunan daun juga
termasuk aturan yang penting dalam penangkapan cahya tanpa kanopi tumbuhan.
Nicheprovinch (1962) mempertimbangkan penyusunan daun yang ideal adalah 19%
dari letak daun antara 0º dan 30º ke arah horisontal, terdekat 30% dari letak
daun antara 30º sampai 60º dan letak daun tertinggi 50% diantara 60º sampai 90º
(Montheith, 1965 dan Nicheprovich, 1962 cit
Landsberg, 2001).
Tanaman yang berdiri
yang banyak lapisan daunnya dinaikkan penggunaannya peristiwa radiasi
sepenuhnya. Memiliki pengulangan pantulan dan absorbsi ke arah yang lapisan
daunnya tebal, sedikit cahaya yang menembus ke tanah hanya beberapa persen saja
(Lacher, 2001).
Lama penyinaran
matahari telah diadakan pengukuran sejak 1988 menggunakan catatan Jordan. Alat
ini untuk menghitung keadan daya matahari yang cerah antara pukul 08.00 sampai
16.00 supaya lindungan gunung tidak mengganggu pencatatan lama penyinaran yang
aktual. Lama penyinaran matahari umumnya dinyatakan dalam lamanya matahari
bersinar dalam jam yang diterima pada siang hari. Jumlah penyinaran matahari
yang terukur dinyatakan dalam n/N dari radiasi matahari total dalam cal/cm2/hari.
Dalam musim hujan
kelembaban relatif 80% sampai 85% walaupun didaerah pesisir pada tengah hari
pada temperatur 29ºC tekanan uap 33 mbar. Di Yogyakarta kelembaban relatif
berkisar 70% dalam bulan Agustus dan 87% dalam bulan Januari. Kecepatan angin
dalam musim hujan, angin didominasi oleh angin barat daya (Wisnusubroto, 2002).
Temperatur udara
seluruh di dunia di dalam atap sangkar disebut layar Stevenson dengan tinggi
1,5 m dari permukaan tanah. Tingginya telah disetujui oleh WMO sebagai tinggi
yang sesuai untuk memperkecil efek temperatur dari permukaan bumi dimana
radiasi mengubah penggambaran lebih cepat alat itu ditempatkan di stasiun
standar, suhu maksimum dan minimum tergambar di layar dan dibaca dua kali
sehari (Sanderson, 2000).
Iklim menunjukkan keadaan
semula jadi yang berakitan dengan atmosfer di setiap kawasan yang berkait rapat
dengan cuaca seperti suhu, kelembaban, taburan hujan, arah dan kelajuan angin.
Iklim mikro pula menunjukkan kepada kedaan iklim bagi suatu kawasan kecil atau
iklim tempatan, misalnya iklim Malaysia adalah salah satu dari keadaan iklim
mikro yang menjadi pecahan kepada iklim dunia (Ahmad, 2003).
III. METODOLOGI
Praktikum Klimatologi
Dasar Acara II
yang berjudul Pengamatan Cuaca Mikro, dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 15 November 2012. Praktikum dilaksanakan di Lembah UGM
dengan dua perlakuan yaitu dipilih tempat yang berkanopi dan tempat tidak berkanopi. Tempat yang berkanopi di
dalamnya meliputi vegetasi tanaman tahunan dan kayu- kayuan sedangkan tempat yang tidak berkanopi di
dalamnya hanya terdapat vegetasi rumput saja.
Pengamatan yang
dilakukan dalam praktikum acara 2 yaitu pengukuran suhu udara, pengukuran
kelembaban nisbi udara, pengukuran suhu tanah, pengukuran intensitas cahaya dan
pengukuran kecepatan angin. Pengamatan dilakukan dengan selang waktu 10 menit
sampai 5
kali ulangan. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu termometer untuk pengukuran suhu udara,
termohigrometer untuk pengukuran kelembaban nisbi udara, stick termometer untuk
pengukuran suhu tanah, foot candle
untuk pengukuran intensitas cahaya dan digital anemometer untuk pengukuran
kecepatan angin.
Langkah- langkah yang
dilakukan pertama kali adalah pengukuran suhu udara dan kelembaban nisbi udara
dengan termometer dan termohigrograf dipasang pada statif dengan aras 25 cm, 75
cm, dan 150 cm. Pengamatan dilakukan pada setiap aras kemudian dicatat hasilnya dan diulang setiap
10 menit sampai 5
kali ulangan.
Pengukuran suhu tanah
dilakukan dengan mengunakan stick termometer yang ditancapkan dengan jeluk 0
cm, 20 cm dan 40 cm dari permukaan tanah. Pengamatan dilakukan pada setiap
jeluk dengan pengambilan data setiap 10 menit. 10 menit pertama dilakukan
pengukuran pada jeluk 0 cm setelah diambil datanya kemudian termometer di
tancapkan pada jeluk 20 cm dan dicatat data yang dihasilkan kemudian pengamtan
pada jeluk 40 cm kemudian semua
data di catat pada tabel
pengamatan.
Pada waktu yang
bersamaan pengamatan kecepatan angin juga dilakukan. Pengamatan dilakukan
dengan digital anemometer yang sudah disiapkan 5 menit terlebih dahulu. Setelah
waktu yang ditentukan digital anemometer di angkat ke atas agar tidak ada
penghalang. Setelah 5 menit hasilnya di catat dan kemudian diistirahatkan. Pengamatan diulang hingga dihasilkan 5 data.
Pengukuran intensitas
cahaya digunakan alat foot candle.
Dalam alat ini ada tiga skala yang harus diperhatikan dengan tombol pengatur
ada di sebelah kanannya. Mula-mula diatur pada skala yang paling rendah dengan
posisi tombol pengatur ada di paling bawah,
apabila jarum penunjuk melebihi batas skala maka tombol dinaikkan dan
pembacaan skala dirubah dengan membaca skala di atas skala yang sebelummya
dibaca. Begitu seterusnya. Sensor cahaya berada di atas foot candles jika sudah tidak digunakan maka ditutup kembali agar
terlindung dari sinar matahari sehingga tidak terjadi pengukuran intensitas
cahaya.
IV.
HASIL PENGAMATAN
PARAMETER
|
NO
|
TITIK WAKTU
PENGAMATAN ( Menit )
|
ARAS/JELUK
PENGAMATAN
( cm )
|
STRATA
|
|
KANOPI
|
TANPA KANOPI
|
||||
SUHU UDARA
|
1
|
0
|
25
|
26
|
27
|
75
|
27
|
28
|
|||
150
|
27
|
28
|
|||
2
|
10
|
25
|
27
|
27
|
|
75
|
27
|
28
|
|||
150
|
27
|
27
|
|||
3
|
20
|
25
|
27
|
28
|
|
75
|
28
|
27
|
|||
150
|
28
|
28
|
|||
4
|
30
|
25
|
27
|
28
|
|
75
|
28
|
28
|
|||
150
|
27,5
|
28,5
|
|||
5
|
40
|
25
|
27
|
29
|
|
75
|
28
|
28
|
|||
150
|
27,2
|
28
|
|||
KELEMBABAN
NISBI UDARA
|
1
|
0
|
25
|
67
|
71
|
75
|
66
|
72
|
|||
150
|
65
|
69
|
|||
2
|
10
|
25
|
69
|
68
|
|
75
|
70
|
67
|
|||
150
|
68
|
67
|
|||
3
|
20
|
25
|
66
|
72
|
|
75
|
66
|
72
|
|||
150
|
66
|
67
|
|||
4
|
30
|
25
|
60
|
64
|
|
75
|
59
|
64
|
|||
150
|
58
|
63
|
|||
5
|
40
|
25
|
60
|
60
|
|
75
|
59
|
61
|
|||
150
|
59
|
59
|
|||
SUHU TANAH
|
1
|
0
|
0
|
31
|
31,75
|
20
|
28
|
30
|
|||
40
|
27
|
29,5
|
|||
2
|
10
|
0
|
31
|
31
|
|
20
|
28
|
30
|
|||
40
|
27
|
29,8
|
|||
3
|
20
|
0
|
29,5
|
31
|
|
20
|
28
|
30,5
|
|||
40
|
27
|
29
|
|||
4
|
30
|
0
|
29,5
|
30
|
|
20
|
28
|
30
|
|||
40
|
26
|
29
|
|||
5
|
40
|
0
|
28
|
30
|
|
20
|
26
|
30
|
|||
40
|
25,5
|
29
|
|||
KECEPATAN
ANGIN
|
1
|
0
|
0,3
|
0,3
|
|
2
|
10
|
0,4
|
0,3
|
||
3
|
20
|
0,3
|
0,3
|
||
4
|
30
|
0,4
|
0,3
|
||
5
|
40
|
0,4
|
0,2
|
||
INTENSITAS
PENYINARAN
|
1
|
0
|
48
|
120
|
|
2
|
10
|
51
|
122
|
||
3
|
20
|
48
|
130
|
||
4
|
30
|
55
|
132
|
||
5
|
40
|
60
|
135
|
V.
PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan pada daerah
berkanopi dan tidak berkanopi. Secara umum, suhu dan intensitas matahari akan
lebih rendah pada tempat yang berkanopi serta mempunyai kelembaban tinggi. Pada
tempat yang berkanopi suhu akan relatif rendah daripada tempat yang tidak
berkanopi. Suhu yang
lebih rendah disebabkan karena intensitas matahari yang sampai tanah tidak
maksimal, karena terhalang oleh tumbuhan. Sebaliknya suhu ditempat yang tak
berkanopi lebih tinggi karena intensitas cahaya matahari dapat langsung sampai
ke tanah.
Pada tempat yang berkanopi suhu akan relatif
rendah daripada tempat yang berkanopi. Suhu yang lebih rendah disebabkan karena
intensitas matahari yang sampai tanah tidak maksimal, karena terhalang oleh
tumbuhan. Sebaliknya suhu di tempat yang tak berkanopi lebih tinggi karena intensitas
cahaya matahari dapat langsung sampai ke tanah. Kedua
hal tersebut akan dapat mempengaruhi
suhu tanah. Suhu tanah pada daerah berkanopi akan reatif lebih kecil dibanding
daerah yang tak berkanopi. Hal ini terkait dengan adanya kelembaban
udara dan intensitas cahaya matahari. Pengaruhnya pada suhu tanah daerah
berkanopi, tanah akan lebih kaya nitrogen dan kadar air lebih tinggi dibanding
daerah tidak berkanopi sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Kelembaban pada
daerah berkanopi lebih tinggi dibanding daerah tidak berkanopi. Hal ini
kaitannya dengan vegetasi yang ada. Demikian banyak vegetasi, semakin tinggi
tingkat kelembabannya. Karena banyaknya vegetasi berarti banyak pula
transpirasi pada tanaman yang terjadi, sehingga mempengaruhi kelembaban udara.
Lain halnya pada daerah tidak berkanopi yang memiliki kelembaban rendah.
Kelembaban berkaitan pula dengan intensitas cahaya matahari yang diterima.
Pada daerah tidak
berkanopi intensitas cahaya matahari tinggi, kelembabannya tinggi sebaliknya di
daerah berkanopi intensitas cahaya matahri cenderung lebih rendah karena adanya
vegetasi yang memungkinkan intensitas cahaya matahari berkurang karena sebagian
cahaya matahari digunakan untuk proses fotosintesis.
Elemen iklim lainnya
adalah kecepatan angin. Pada umumnya, kecepatan angin di daerah berkanopi lebih
rendah dibandingkan daerah yang tidak berkanopi karena banyak sedikitnya
vegetasi yang mempengaruhi iklim mikro yang ada. Kecepatan angin pada daerah
berkanopi lebih rendah karena vegetasi dalam daerah tersebut menghambat arah
angin. Angin (wind breaker) yang melalui daerah
berkanopi menabrak pohon-pohon sehingga angin tersebut menyebar dan
kecepatannya berkurang sehingga jika dibandingkan dengan daerah tidak berkanopi
kecepatannya lebih rendah.
1. Grafik suhu udara aras 25cm
Suhu udara pada aras 25 cm
yang berkanopi relative konstan meskipun di menit ke-10 awal suhunya 260C
kemudian menjadi 270C konstan untuk selanjutnya. Pada daerah yang
tidak berkanopi suhu udara cenderung naik, pada 10 menit awal suhunya 270C
kemudian pada 10 menit ke-3 mencapai suhu 280C dan pada 10 menit
terakhir suhu mencapai 290C. Suhu tertinggi terdapat pada daerah
yang tidak berkanopi yaitu 290C dan suhu terendah terdapat pada
daerah yang berkanopi yaitu 260C. Dari grafik dapat diamati bahwa
suhu di daerah terbuka (tanpa kanopi)
lebih tinggi dibanding daerah yang berkanopi, disebabkan radiasi sinar
matahari jatuh tanpa ada halangan sehingga akan menaikkan suhu udara akibat
pengaruh radiasi sinar matahari tersebut. Maka teori yang mengungkapkan bahwa
daerah kanopi lebih dapat menstabilkan suhu dibanding daerah tanpa kanopi
adalah benar.
2. Grafik suhu udara aras 75cm
Grafik
suhu udara pada aras 75 cm yang berkanopi dan yang tidak berkanopi memiliki
suhu tertinggi dan terendah yang sama yaitu untuk suhu tertinggi adalah 280C
dan suhu terendah pada suhu 270C. Namun, pada suhu udara yang tidak
berkanopi suhu terendah yaitu 270C terjadi pada menit ke-30 dan
kemudian naik dan konstan menjadi 280C kembali. Pada suhu udara
daerah yang berkanopi terjadi kenaikan
suhu dari 270C menjadi 280 pada menit ke-30 setelah itu
konstan suhu 280C.Suhu udara pada aras 75 cm pada strata tidak
berkanopi lebih tinggi reratanya daripada strata berkanopi karena tidak ada
yang menaungi. Jadi panas dari radiasi sinar matahari langsung menuju ke atas
permukaan tanah. Pada ketinggian tertentu (tinggi tempat maksimum yang masih
mendapat pengaruh radiasi sinar matahari) akan sama pada aras tertentu. Perbedaan
suhu antar strata berkanopi dengan strata tidak berkanopi akan tampak pada aras
25 cm radiasi bumi akan lebih berpengaruh daripada aras 75 cm sebab pada aras
75 cm terdapat faktor lingkungan seperti kecepatan angin walaupun pengaruh itu
sangat kecil. Suhu yang tak
berkanopi lebih tinggi dari daerah yang berkanopi. Perbedaan ini bisa terjadi karena adanya faktor
vegetasi yang membatasi. Pada daerah vegetasi mampu menahan sinar matahari yang
masuk sehingga sinar tidak langsung mencapai tanah yang berakibat pada lebih
rendah suhu tanah yang berpengaruh pada rendahnya suhu udara di
daerahnya tersebut.
3. Grafik suhu udara aras 150cm
Pada
suhu udara dengan aras 150 cm yang berkanopi maupun tidak berkanopi bersifat
fluktuatif atau tidak tetap. Pada suhu udara yang tidak berkanopi suhu
tertingginya adalah 28,50C pada menit ke-40 dan suhu terendahnya
adalah 270C yang terjadi pada menit ke-20. Pada suhu udara yang
berkanopi awalnya 270C kemudian terjadi peningkatan menjadi 280C
pada menit ke-30 kemudian turun kembali suhunya pada menit ke-40 dan ke-50. Faktor ketinggian berpengaruh terhadap besar – kecilnya
angin yang terjadi. Semakin tinggi suatu daerah maka tekanan anginnya juga
semakin tinggi sehingga peranan angin dalam menstabilkan suhu lebih besar namun
pada hasil pengamatan hasil suhu cenderung tidak stabil. Disini dapat kita
lihat bahwa rerata suhu didaerah tak berkanopi juga lebih tinggi dari daerah
berkanopi. Kondisi lingkungan
tanpa kanopi lebih tinggi darpada lingkungan berkanopi. Keadaan udara di bawah
kanopi suhunya lebih rendah dibanding keadaan sekitar karena pengaruh
fotosintesis tanaman dan respirasi tanaman yang membuat suhunya rendah.
4.
Grafik suhu udara antar aras pada
daerah dengan kanopi
Pada
suhu udara dengan aras 25 cm, 75 cm, dan 150 cm pada starata kanopi dapat
diamati bahwa rerata suhu terendah adalah pada aras 25 cm, rerata aras
tertinggi adalah 75 cm dan aras 150 cm yang bersifat fluktuatif . Pada grafik terlihat bahwa dari aras 25 sampai 150 Cm
kecenderungan konstan. Dengan hal ini diketahui bahwa faktor ketinggian
mempengaruhi besar kecilnya suhu udara maupun fluktuasi. Semakin tinggi tempat
maka semakin tinggi tekanan anginnya sehingga dapat menetralisir intensitas
udara yang ada yang berpengaruh terhadap turunnya suhu udara. Pengaruh lain
datang dari radiasi bumi akibat pantulan dari sinar matahari. Panas yang
dipancarkan dari permukaan tanah akan mempengaruhi tekanan udara diatasnya
sehingga setiap aras mempunyai gejala yang berbeda – beda. Namun suhu udara
paling tinggi pada aras 75 cm. Hal ini tidak sesuai karena seharusnya semakin
tinggi tempat suhu udaranya akan semakin kecil, namun suhu pada aras 75 cm
ternyata lebih tinggi daripada aras 25 cm.
5. Grafik suhu udara antar aras pada daerah tanpa kanopi
Pada
aras 25 cm suhu udaranya relatif naik, pada suhu 75 cm bersifat konstan
meskipun pada menit ke-30 mengalami penurunan kemudian kembali naik dan
konstan, dan pada aras 150 cm bersifat fluktuatif pada menit ke-20 mengalami
penurunan kemudian naik dan pada menit ke-50 mengalami penurunan kembali.
Grafik tersebut menunjukkan bahwa pada suhu udara yang tertinggi yang tanpa
kanopi adalah pada aras 25 cm hal ini dapat dipengaruhi oleh radiasi matahari
yang kemudian tanpa kanopi mencapai tanah dan mempengaruhi suhu udara yang paling
dekat dengan tanah sehingga semakin panas suhu tanah makan akan mempengaruhi
suhu udara yang arasnya 25 cm. Pada aras 75 cm lebih bersifat konstan karena
pengaruh langsung dari suhu tanah berkurang, dan pada aras 150 cm terjadi
kenaikan suhu dan kemudian turun kembali.
Pada suhu udara yang arasnya dekat dengan
permukaan meimliki karakteristik yang berbeda dengan suhu udara. Hal ini
disebabkan pertukaran bahang yang terjadi di dekat permukaan berlangsung
melalui proses konveksi bebas yang ditujukan dengan pergerakan laminat dan
konveksi paksa dengan gerakan turbulen. Suhu udara dipengaruhi oleh diantaranya
adalah pengaruh radiasi dan pengaruh lautan dan daratan, pengaruh altitude
(ketinggian tempat).
6. Grafik kelembaban nisbi udara aras 25cm
Dari grafik diatas dapat dilihat perbandingan
kelembaban nisbi udara pada daerah berkanopi dan tidak berkanopi pada aras 25
cm dengan selang waktu setiap 10 menit. Pada grafik diatas menunukkan hasil
yang fluktuatif pada daerah yang berkanopi dan tidak berkanopi. Kelembaban
udara pada daerah tak berkanopi cenderung lebih tinggi daripada daerah tak
berkanopi karena pada daerah berkanopi sinar matahari tidak dapat diteruskan,
sehingga mengurangi penguapan dari tanah dan tumbuhan sehingga kandungan air di
udara lebih sedikit. Fluktuasi terjadi pada menit ke 20 dan menit 30, baik pada
daerah yang berkanopi maupun tidak berkanopi, kemudian kelembaban di kedua
tempat menurun setiap 10 menitnya. Hal tersebut dapat terjadi karena pengaruh
dari tidak adanya vegetasi yang berada pada daerah tanpa kanopi sehingga proses
penguapan tidak terhambat dan pada menit ke 20, kemudian pada menit ke 30
kelembaban udara mengalami peningkatan sedikit, kemudian akhirnya turun setiap
10 menitnya pada daerah tanpa kanopi, sedangkan pada daerah berkanopi, setelah
terjadi peningkatan pada menit ke 20 lalu terjadi penurunan pada menit-menit
selanjutnya. Peningkatan ini di
pengaruhi oleh suhu udara yang berada di daerah tanpa kanopi mulai berkurang di
karenakan radiasi matahari sudah mulai berkurang karena kondisi atmosfer yang
berawan dan kelembaban udara semakin tinggi. Untuk penurunan kelembaban udara
dari menit 30 hingga menit 50 disebabkan oleh bertambahnya radiasi matahari
karena hari yang semakin siang.
7. Grafik kelembaban nisbi udara aras 75cm
Dari grafik diatas dapat dilihat perbandingan
kelembaban
udara antara daerah
berkanopi dan tanpa kanopi pada aras 75cm setiap selang waktu 10 menit. Pada
kedua daerah antara kanopi dan tidak berkanopi, keduanya menunjukkan angka yang
fluktuatif pada pengukuran kelembaban nisbi udaranya. Hal tersebut dapat
terjadi karena pengaruh dari tidak
adanya vegetasi yang berada pada daerah tanpa kanopi sehingga proses penguapan
tidak terhambat dan pada menit ke 20 panas matahari sedang bertambah,
menyebabkan proses penguapan pada daerah tanpa kanopi dan berkanopi meningkat,
akibatnya proses penguapan pada daerah tanpa kanopi semakin tinggi menyebabkan
uap air naik ke langit lebih cepat, sedangkan pada daerah berkanopi
kelambabannya bertambah akibat meningkatnya uap air disekitar daerah tersebut
dan tidak langsung naik ke langit karena ada kanopi yang menghalangi. Penurunan
kelembaban pada menit 30 hingga menit akhir karena hari yang semakin siang,
sehingga penguapan semakin tinggi menyebabkan bayak uap air yang naik ke atas
langit.
8. Grafik kelembaban nisbi udara 150cm
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat
perbandingan antara kelembaban nisbi udara pada aras 150cm untuk daerah
berkanopi dan tidak berkanopi selama selang waktu stiap 10 menit. Terjadi
fluktuasi pada menit ke 20 dan penerununan kelembaban nisbi udara setelah menit
ke 30 sama halnya yang terjadi pada aras 25 cm dan 75 cm. Hal tersebut dapat
terjadi karena pengaruh radiasi sinar matahari yang berubah setiap menitnya
selalu berubah pula, menyebabkan penguapan pada daerah berkanopi dan tidak
berkanopi meningkat. Peningkatan pada penguapan pada daerah berkanopi akan
menambah jumlah kelembaban nisbi udara karena air hasil uap dari tanah tidak
langusng menguap ke langit tetapi
vegetasi sekitar dapat terperangkap oleh kanopi, sedangkan peningkatan
penguapan pada daerah tak berkanipi akan menyebabkan uap air langusng naik ke
langit. Penurunan kelembaban setelah menit ke 30 disebabkan oleh hari yang
smeakin siang dan semakin panas, meskipun cuaca sedang berawan tetapi
intensitas matahari semakin bertambah menyebabkan penguapan uap air ke langit
semakin cepat.
9. Grafik kelembaban nisbi udara antar aras pada
daerah dengan kanopi
Pada grafik diatas dapat dilihat perbandingan
kelembaban udara pada aras 25 cm, 75 cm, dan 150 cm di daerah berkanopi. Di
antara ketiga aras yang diamati, aras 75 cm memiliki kelembaban udara yang
paling tinggi karena pada menit ke 20 menunjukkan angka kelembaban yang paling
tinggi. Hal ini erat kaitannya dengan syarat kelembaban udara yang ditentukan
oleh jumlah uap air yang terkandung di dalam udara. Fluktuasi kandungan uap air
lebih kecil pada lapisan udara dengan ketinggian yang semakin besar atau
tinggi. Kelembaban dari ketiga aras terebut menunjukkan angka yang fluktuatif,
yakni teramati angka yang naik turun. Hal tersebut dikarenakan cuaca pada saat
pengamatan yang sedang banyak awan mengakibatkan sianr matahari yang masuk
tidak konstan, akibatnya penguapan juga tidak stabil. Pada dasarnya kelembaban
udara akan semakin tinggi pada daerah yang dekat dengan permukaan tanah, sebab
penguapan yang terjadi di tanah akan menambah jumlah air di udara tersebut.
Selain itu karena adanya pengaruh dari sinar matahari dan udara maupun
kecepatan angin dalam kondisi baik untuk mencapai kelembaban udara yang tinggi.
Sedangkan pada aras 150 cm kelembaban udara lebih kecil dibanding dengan aras
25 cm dan 75 cm. Hal ini dipengaruhi oleh adanya faktor ketinggian. Semakin
tinggi suatu tempat, suhu udara akan semakin kecil dan kelembaban akan semakin
kecil dan tergantung pengaruh penyinaran matahari.
10. Grafik kelembaban nisbi udara antar aras pada
daerah tanpa kanopi
Pada grafik diatas dapat dilihat perbandingan
kelembaban udara pada aras 25 cm, 75 cm, dan 150 cm di daerah tidak berkanopi.
Kelembaban udara aras 25 cm dan 75 cm menunjukkan angka tertinggi dibandingkan
pada 150 cm. Hal ini disebabkan karena tidak adanya vegetasi yang banyak
seperti pada daerah kanopi selain itu jarak yang dekat dengan permukaan tanah
dapat mempengaruhinya, sehingga lebih mendapatkan suplai uap air yang besar
yang dapat diserap oleh rerumputan dan mengembalikannya dalam bentuk uap air. Pada
aras 150 cm kelembaban nisbi udara menunjukkan angka yang terkecil karena
adanya faktor ketinggian. Semakin tinggi suatu tempat, suhu udara akan semakin
kecil dan kelembaban akan semakin kecil dan tergantung pengaruh penyinaran
matahari. Fluktuasi yang terjadi pada ketiga aras disebabkan oleh adanya cuaca
pada saat pengamatan yang sedang banyak awan mengakibatkan sianr matahari yang
masuk tidak konstan, akibatnya penguapan juga tidak stabil.
11. Grafik suhu tanah jeluk 0cm
Pada grafik suhu tanah jeluk
0 cm di atas dapat diamati bahwa tanah yang tidak berkanopi memiliki suhu tanah
yang lebih tinggi daripada tanah yang berkanopi. Daerah tanah tidak berkanopi
suhu tanahnya lebih tinggi karena berada di tempat yang terbuka sehingga
radiasi matahari sampai langsung mengenai permukaan tanpa ada penghalang,
sedangkan yang berkanopi terhalang oleh pepohonan sehingga radiasi matahari
tidak langsung mengenai tanah dan berkurang intensitasnya. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa suhu tanah dipengaruhi oleh faktor luar yang salah satunya
yaitu radiasi matahari. Pada daerah berkanopi bersuhu lebih rendah lebih
disebabkan oleh kadar lengas tanah lebih tinggi dari daerah terbuka sehingga
suhunya lebih rendah. Dari 10 menit ke-2 dan selanjutnya di kedua daerah
mengalami penurunan suhu. Hal ini dapat disebabkan pada awal pengukuran belum sepenuhnya terpengaruh suhu tanah atau
masih terpengaruh suhu udara dan semakin lamanya menjadikan suhu pada
termometer semakin turun karena pengaruh dari suhu tanah.
12. Grafik suhu udara jeluk 20cm
Pada jeluk 20 cm, dapat diamati bahwa suhu tanah lebih tinggi yang
tidak berkanopi dari pada yang tidak berkanopi sama halnya seperti pada jeluk 0
cm namun perbedaan pada jeluk 20 cm lebih jelas terlihat. Pada daerah yang
tidak berkanopi, fluktuasi suhu cenderung stabil selama 50 menit pengamatan.
Hal tersebut disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti suhu udara dan
radiasi cenderung tetap. Berbeda dengan yang tidak berkanopi pada daerah yang
berkanopi suhu tanah mengalami penurunan pada menit ke-50 terakhir yang
dimungkinkan terjadi sebab tanah semakin dingin oleh suhu udara yang menurun
karena cuaca mikro yang mendung. Hal ini menunjukkan bahwa suhu tanah pada
daerah berkanopi cenderung tidak stabil.
13. Grafik suhu tanah jeluk 40cm
Pada grafik suhu tanah jeluk 40 cm, perbedaan suhu yang tertinggi
antara daerah berkanopi dan tidak berkanopi terjadi pada akhir pengamatan
sekitar pengamatan terakhir. Suhu tanah daerah berkanopi mula-mula konstan
kemudian menurun seperti terlihat saat 10 menit keempat dan kelima. Penurunan
ini karena suhu tanah yang semakin menurun. Sementara itu untuk daerah yang
tidak berkanopi cenderung stabil meskipun pada 20 menit awal terjadi fluktuasi.
Hal ini dipengaruhi oleh radiasi matahari yang diterima, jumlah vegetasi yang
tumbuh, struktur tanah, kadar air, dan kemiringan tanah. Semakin rimbun
vegetasinya, semakin banyak kandungan airnya.
14.
Grafik suhu
tanah antar jeluk pada daerah dengan kanopi
Pada daerah berkanopi
fluktuasi suhu tanah yang tidak sama kestabilannya ini bisa disebabkan akibat
pengambilan sampel untuk memasukkan stick termometer berbeda sehinga
dimungkinkan tekstur tanah juga berbeda. Secara rata-rata, suhu tanah daerah
berkanopi lebih rendah dari daerah tanpa kanopi. Fungsi dari kanopi adalah agar panas dari radiasi
matahari sukar untuk dibebaskan karena bentuknya
yang melebar tersebut dapat menahan
atau mengurangi panas matahari yang telah diterima. Mulai 10 menit ke- 2 jeluk
0 cm dan 10 menit ke-4 pada jeluk 20 cm dan 10 menit ke-3 pada jeluk 40 cm terjadi
penurunan suhu tanah. Hal ini diakibatkan interaksi termometer dengan tanah
semakin besar sehingga pengaruh dari udara luar mulai menurun yang berakibat
pada penurunan suhu.
15. Grafik suhu tanah antar jeluk dengan daerah tanpa
kanopi
Pada daerah
yang tidak berkanopi, fluktuasi suhu tanah pada ketiga jeluk cenderung tidak
stabil. Pada jeluk 0 cm memiliki rerata paling tinggi. Hal ini disebabkan
pengaruh radiasi paling besar terdapat pada jeluk ini yang menyebabkan suhunya
tinggi. Pada jeluk 20 cm dan 40 cm suhu udaranya lebih rendah. Hal ini
disebabkan pengaruh radiasi matahari semakin kecil dan kandungan lengas tanah
semakin banyak. Pada jeluk 40 cm, pada 30 menit terakhir suhunya konstan. Hal
ini menunjukkan bahwa kedalaman mempengaruhi sedikitnya tingkat keterolahan
serta tinggi kepadatan tanah sehingga suhu lebih stabil dibanding jeluk yang
mudah terolah diatasnya. Namun apabila semakin panas suhu maka tanah yang
paling atas akan panas dan kemudian akan
diserap oleh tanah yang lebih dalam jeluknya sehingga pada saat panas matahari
berkurang pada tanah bagian atas, tanah bagian dalam masih menyimpan panas dari
atas dan memerlukan proses untuk menstabilkan panasnya.
Pada faktor
eksternal, intensitas penyinaran atau radiasi matahari sangat berpengaruh pada
pengukuran suhu tanah. Selain itu, kelembaban dan juga curah hujan juga
mempengaruhi suhu tanah. Pada faktor internal, tekstur tanah, kadar air tanah,
dan juga kepadatan pada tanah juga mempengaruhi besarnya suhu tanah. Tanah yang
semakin padat, kandungan airnya relatif banyak dan membuat suhu tanah rendah.
Suhu tanah pada daerah yang berkanopi relatif lebih stabil daripada suhu tanah
pada daerah yang tidak berkanopi, karena intensitas penyinaran yang juga
fluktuatif. Hal ini sesuai dengan teori, karena selain faktor eksternal, faktor
internal juga mempengaruhi besarnya suhu tanah.
16. Grafik kecepatan angin
Grafik di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada
grafik kecepatan angin pada daerah berkanopi dan tidak berkanopi tersebut. Pada
daerah yang tidak berkanopi memiliki kecepatan angin yang lebih rendah. Hal ini
bertentangan dengan teori yang mengatakan bahwa pada daerah tidak berkanopi
memiliki kecepatan angin lebih tinggi karena daerah tersebut memiliki tekanan
rendah. Menurut teori, angin memiliki pergerakan dari daerah yang memiliki
tekanan tinggi menuju ke daerah yang bertekanan rendah. Oleh karena itu
kecepatan angin di daerah tidak berkanopi lebih besar. Selain itu, teori
menjelaskan bahwa kanopi pepohonan merupakan salah
satu modifikasi anasir angin yang ditujukan untuk memecah angin sehingga mampu
mengurangi kecepatan angin.Kesalahan ini bisa diakibatkan ketinggian pengamatan
pada daerah tidak berkanopi cukup dekat dengan permukaan tanah sehingga
kecepatan angin yang bergerak masih lamban.
Kecepatan angin meningkat seiring dengan naiknya ketinggian akibat berkurangnya gesekan dengan permukaan tanah. Artinya,
semakin dekat dengan permukaan tanah, semakin rendah kecepatan anginnya. Berdasarkan
hasil pengamatan, fluktuasi kecepatan angin pada kedua daerah terdapat perbedaan yaitu lebih stabil pada daerah tidak berkanopi. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa kesalahan pengukuran dikarenakan
kurangnya ketinggian tempat saat pengukuran kecepatan angin daerah tidak berkanopi
atau terlalu dekat dengan permukaan tanah.
17. Grafik intensitas penyinaran
Pengamatan
terhadap intensitas penyinaran
pada strata berkanopi dan tidak berkanopi dapat diketahui bahwa pada daerah tidak berkanopi
intensitas penyinarannya lebih tinggi daripada pada daerah berkanopi. Hal ini
disebabkan karena kanopi (penutup tajuk tanaman), hanya dapat meneruskan 5-10 %
sinar datang. Pada daerah tidak berkanopi, tidak terdapat tanaman tahunan yang
dapat menghalangi sinar datang, sehingga intensitas penyinarannya lebih tinggi.
Sedangkan di daerah berkanopi terdapat tanaman tahunan yang menghalangi sinar
datang, sehingga intensitas penyinarannya rendah karena sinar yang didapat
tidak secara langsung. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa salah satu
hal yang mempengaruhi intensitas penyinaran adalah kanopi. Tempat berkanopi
akan mendapatkan intensitas penyinaran yang lebih rendah dibandingkan tempat
tidak berkanopi karena terdapat penghalang jatuhnya penyinaran oleh pepohonan.
Terlihat dari rata-rata percobaan intensitas penyinaran dimana nilai intensitas
penyinaran pada tempat tidak berkanopi memiliki rata-rata lebih tinggi
dibandingkan tempat berkanopi.
VI. KESIMPULAN
1.
Iklim
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia dan organisme yang hidup di bumi.
Oleh karena itu, pengetahuan tentang iklim sangat dibutuhkan. Alat-alat yang
digunakan dalam pengukuran anasir cuaca mikro adalah : termohigrometer,
termometer, biram anemometer, stick termometer, statif, dan foot candle (sebagai pengukur intensitas
cahaya).
2.
Faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap cuaca mikro adalah :
·
Suhu
udara
·
Kelembaban
nisbi udara
·
Suhu
tanah
·
Kecepatan
angin
·
Intensitas
penyinaran
3. Dari pengamatan didapat pada strata berkanopi
dan tidak berkanopi jelas terlihat bahwa iklim mikro tempat yang satu dengan
yang lainnya berbeda. Hal ini sesuai dengan karakteristik dan kondisi daerah
masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad,
A.G. 2003. Alam Sekitar dan Pembangunan. (http://portal.kukum.edu.my). Diakses pada 12
November 2012.
Bey,
A dan Las, I. 2006. Strategi pendekatan iklim dalam usaha tani. Jurnal kapita
selekta dalam agrometeorologi. I (1). halaman : 21-27.
Landsberg,
H.E. 2001. General Climatology 3. Elsevier Scientific Publishing Company. New
York.
Larcher,
W. 2001. Phsyological Plant Ecology. Carl Ritter &Co. Heldelberg.
Sanderson,
M. 2000. UNESCO Source Book in Climatology for Hydrologists and Water Resource
Enginers. UNESCO.
Tjasjono,
B. 2000. Klimatologi Umum. Institut Teknologi Bandung Press. Bandung
Wisnusubroto,
S.2002. Meteorologi Pertanian Indonesia. Mitra Gama Widya.
Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar