Sabtu, 25 Oktober 2014

PENGAMATAN CUACA MIKRO

PENGAMATAN CUACA MIKRO

I.         PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Iklim mikro adalah faktor-faktor kondisi iklim setempat yang memberikan pengaruh langsung terhadap kenikmatan (fisik) dan kenyamanan (rasa) pemakai di sebuah ruang bangunan, sedangkan iklim makro adalah kondisi iklim pada suatu daerah tertentu yang meliputi area yang lebih besar dan mempengaruhi iklim mikro. Iklim makro dipengaruhi oleh lintasan matahari, posisi dan model geografis, yang mengakibatkan pengaruh pada cahaya matahari dan pembayangan serta hal-hal lain pada kawasan tersebut, misalnya radiasi panas, pergerakan udara, curah hujan, kelembaban udara, dan temperatur udara.
Iklim mikro merupakan kondisi iklim pada suhu ruang yang sangat terbatas tetapi komponen iklim ini memiliki arti yang bagi kehidupan tumbuhan hewan dan manusia. Karena kondisi udara pada skala mikro ini akan berkontak langsung dengan dan mempengaruhi secara langsung makhluk-makhluk hidup tersebut. Makhluk hidup tanggap terhadap dinamika dan perubahan dari unsur-unsur iklim sekitarnya. Keadaan unsur-unsur iklim ini akan mempengaruhi tingkah langsung dan metabolisme yang berlangsung pada makhluk hidup. Sebaliknya keberadaan makhluk hidup tersebut (terutama tumbuh-tumbuhan) akan pula mengalami keadaan iklim mikro di sekitarnya.  Antara makhluk hidup dan udara di sekitarnya  akan terjadi saling mempengaruhi atau interaksi satu sama lain.
Iklim mikro sendiri selain dipengaruhi oleh iklim makro juga dikendalikan beberapa faktor seperti, keadaan vegetasi (jenis, tinggi, kerapatan), bentuk relief mikro tanah, sifat tanah (tekstur, struktur, dan bahan induk), kelengasan tanah dan penutupan tanah. Anasir paling penting dalam kajian iklim mikro adalah radiasi matahari. Hal ini dikarenakan energi matahari merupakan sumber utama dari energi atmosfer. Penyebarannya diseluruh permukaan bumi merupakan pengendalian yang besar terhadap cuaca dan iklim. Selain radiasi matahari, anasir iklim mikro lain adalah suhu udara, suhu tanah, kelembaban udara, penguapan (evaporasi dan transpirasi) dan kecepatan angin.
            Kajian terhadap iklim mikro sangatlah penting karena menusia mempunyai peluang besar untuk memodifikasi iklim sesuai dengan yang dikehendaki. Prinsip dan modifikasi iklim mikro adalah dengan mengatur sedemikian rupa jumlah energi matahari, temperatur, kelembaban udara dan konsentrasi CO2 sehingga fotosintesis seoptimum mungkin dan menekan evapotranspirasi seminimal mungkin. Dalam hubungannya dengan pertanian, dengan mempelajari iklim mikro di sekitar diharapkan dapat mendorong keberhasilan usaha tani yang dijalankan. Hal ini dikarenakan iklim merupakan salah satu elemen penting untuk menjalankan usaha tani. Bentuk-bentuk modifikasi cuaca mikro yang sering digunakan antara lain bedengan, tanaman pelindung dan mulsa.

B.     Tujuan
1.      Mengenal cara-cara mengukur anasir cuaca mikro.
2.      Mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap cuaca mikro.
3.      Mengetahui cuaca mikro pada berbagai ekosistem.

 

II.       TINJAUAN PUSTAKA
Mikro klimatologi ialah ilmu yang mempelajari tentang iklim mikro atau iklim yang terdapat di dalam daerah yang cukup kecil. salah satu peredaran antara mikrometeorologi dan mikroklimatologi ialah mikrometeorologimemerlukan dasar matematika dn dasar fisika yang kompleks sehingga dapat mempelajari proses fisis atmosfer, lagipula mikrometeorologi tidak terbatas pada atmosfer dekat permukaan bumi, tetapi mungkin dapat mempelajari mikrofisika dari awan. Sedangkan mikroklimatologi tidak ditunjukkan kepada ahli meteorologi saja, tetapi juga untuk melayani ahli lain yang berminat untuk mempelajari hubungan antara kehidupan dengan iklim mikro tanpa mempunyai dasar matematika dan fisika yang kokoh. Perbedan antara iklim mikro dan iklim makro, terutama disebabkan oleh jarak dengan permukaan bumi. Faktor-faktor yang mempengaruhi dapat disebabkan oleh macam tanah, yaitu tanah hitam, tanah abu-abu, tanah lembek, dan tanah keras, oleh bentuk yaitu bentuk konkaf (lembah), bentuk konveks (gunung) dan danau, kemudian juga ditentukan oleh tanam-tanaman yang tumbuh diatasnya, yaitu rawa, hutan dan lain-lain. Setelah itu juga dipengaruhi oleh jumlah radiasi dan profil angin yang terakhir dipengaruhi oleh aktivitas manusia yaitu daerah industri, kawasan kota, pedesaan, dan sebagainya. Sebenarnya diantara iklim makro dan iklim mikro terdapat iklim meso, akan tetapi istilah iklim meso kurang umum dipakai dan dimengerti sehingga istilah meso klimatologi sangat jarang dijumpai dalam pustaka (Tjasjono, 2000).
            Berdasarkan faktor pengendali sifat, luasan atau wilayah identifikasi dan dampaknya terhadap kegiatan manusia, studi klimatologi dapat dibedakan atas tiga sifat umumnya yaitu (Bey and Las, 2006):
  1. Iklim global/ cuaca sinoptik (global climate/ sinoptic weather) yaitu keadaan fisika dan dinamika atmosfer bagian atas hingga lapisan troposfer antara belahan bumi (kawasan yang sangat luas). Iklim/cuaca ini dikendalikan oleh pusat-pusat tekanan rendah dinamakan massa udara dalam besar dan peredaran arus dari satu samudera ke samudera yang lain.
  2. Iklim meso/ makro (scren climate) yaitu keadaan atmosfer lapisan agak dekat permukaan pada suatu lokasi (tapak) dengan luasan tertentu yang bisa dipantau melalui stasiun klimatologi/ meteorologi di lapangan atau  dekat permukaan tanah (10m). keadaan fisika atmosfer pada strata ini telah banyak dipengaruhi oleh sifat fisik permukaan bumi, gejala golak-galik (turbulensi) udara adalah dominan.
  3. Iklim mikro (micro climate) menggambarkan keadaan fisik atmosfer sekitar objek yang spesifik atau dekat permukaan (<2m antara="" atmosfernya="" bawah="" dalam="" dengan="" di="" fisika="" ini="" interaksi="" kandang="" lingkungan="" objek="" sekitar="" seperti="" skala="" span="" tajuk="" tanaman="" telah="" terakhir="" terjadi="">
Radiasi matahari merupakan unsur yang penting dalam pertanian, pertama cahaya sumber cahaya sumber energi bagi tanaman dengan melalui proses fotosintesis menjadi energi kimia. Kedua sebagai sumber energi dalam proses evaporasi (Wisnusubroto, 2002).
Distribusi tanpa kanopi tanaman dipengruhi oleh area daun tanaman ; densitas dan tinggi, penyusunan daun, arah sinar matahari, lereng, dan penyebaran daun. Distribusi cahaya dengan kanopi dapat ditunjukkan dengan hukum Bear : I=Io . E-xf . Dimana I adalah intensitas cahaya yang diberikan height tanpa kanopi tanaman : Io adalah intensitas cahaya bagian atas dan tumbuhan berkanopi; E adalah dasar dari logaritma natural; f adalah indeks area daun; x adalah extinction koefisien terutama ditentukan oleh lereng daun dan penyusunan daun dan yang kedua oleh penyebaran daun. Montheith (1965) menyajikan persamaan lain mengenai distribusi cahaya tanpa kanopi tumbuhan. I = [S + (1 –S) ] f Lo. Dimana S adalah fraksi sinar matahari yang masuk ke dalam lapisan daun tanpa penangkaran;  adalah koefisien tranmisi daun; f adalah indeks area daun.
Penyusunan daun juga termasuk aturan yang penting dalam penangkapan cahya tanpa kanopi tumbuhan. Nicheprovinch (1962) mempertimbangkan penyusunan daun yang ideal adalah 19% dari letak daun antara 0º dan 30º ke arah horisontal, terdekat 30% dari letak daun antara 30º sampai 60º dan letak daun tertinggi 50% diantara 60º sampai 90º (Montheith, 1965 dan Nicheprovich, 1962 cit Landsberg, 2001).
Tanaman yang berdiri yang banyak lapisan daunnya dinaikkan penggunaannya peristiwa radiasi sepenuhnya. Memiliki pengulangan pantulan dan absorbsi ke arah yang lapisan daunnya tebal, sedikit cahaya yang menembus ke tanah hanya beberapa persen saja (Lacher, 2001).
Lama penyinaran matahari telah diadakan pengukuran sejak 1988 menggunakan catatan Jordan. Alat ini untuk menghitung keadan daya matahari yang cerah antara pukul 08.00 sampai 16.00 supaya lindungan gunung tidak mengganggu pencatatan lama penyinaran yang aktual. Lama penyinaran matahari umumnya dinyatakan dalam lamanya matahari bersinar dalam jam yang diterima pada siang hari. Jumlah penyinaran matahari yang terukur dinyatakan dalam n/N dari radiasi matahari total dalam cal/cm2/hari.
Dalam musim hujan kelembaban relatif 80% sampai 85% walaupun didaerah pesisir pada tengah hari pada temperatur 29ºC tekanan uap 33 mbar. Di Yogyakarta kelembaban relatif berkisar 70% dalam bulan Agustus dan 87% dalam bulan Januari. Kecepatan angin dalam musim hujan, angin didominasi oleh angin barat daya (Wisnusubroto, 2002).
Temperatur udara seluruh di dunia di dalam atap sangkar disebut layar Stevenson dengan tinggi 1,5 m dari permukaan tanah. Tingginya telah disetujui oleh WMO sebagai tinggi yang sesuai untuk memperkecil efek temperatur dari permukaan bumi dimana radiasi mengubah penggambaran lebih cepat alat itu ditempatkan di stasiun standar, suhu maksimum dan minimum tergambar di layar dan dibaca dua kali sehari (Sanderson, 2000).
Iklim menunjukkan keadaan semula jadi yang berakitan dengan atmosfer di setiap kawasan yang berkait rapat dengan cuaca seperti suhu, kelembaban, taburan hujan, arah dan kelajuan angin. Iklim mikro pula menunjukkan kepada kedaan iklim bagi suatu kawasan kecil atau iklim tempatan, misalnya iklim Malaysia adalah salah satu dari keadaan iklim mikro yang menjadi pecahan kepada iklim dunia (Ahmad, 2003).

 

III. METODOLOGI
Praktikum Klimatologi Dasar Acara II yang berjudul Pengamatan Cuaca Mikro, dilaksanakan pada hari Kamis tanggal  15 November  2012. Praktikum dilaksanakan di Lembah UGM dengan dua perlakuan yaitu dipilih tempat yang berkanopi dan tempat  tidak berkanopi. Tempat yang berkanopi di dalamnya meliputi vegetasi tanaman tahunan dan kayu- kayuan  sedangkan tempat yang tidak berkanopi di dalamnya hanya terdapat vegetasi rumput saja.
Pengamatan yang dilakukan dalam praktikum acara 2 yaitu pengukuran suhu udara, pengukuran kelembaban nisbi udara, pengukuran suhu tanah, pengukuran intensitas cahaya dan pengukuran kecepatan angin. Pengamatan dilakukan dengan selang waktu 10 menit sampai 5 kali ulangan. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini  yaitu termometer untuk pengukuran suhu udara, termohigrometer untuk pengukuran kelembaban nisbi udara, stick termometer untuk pengukuran suhu tanah, foot candle untuk pengukuran intensitas cahaya dan digital anemometer untuk pengukuran kecepatan angin.
Langkah- langkah yang dilakukan pertama kali adalah pengukuran suhu udara dan kelembaban nisbi udara dengan termometer dan termohigrograf dipasang pada statif dengan aras 25 cm, 75 cm, dan 150 cm. Pengamatan dilakukan pada setiap aras  kemudian dicatat hasilnya dan diulang setiap 10 menit sampai 5 kali ulangan.
Pengukuran suhu tanah dilakukan dengan mengunakan stick termometer yang ditancapkan dengan jeluk 0 cm, 20 cm dan 40 cm dari permukaan tanah. Pengamatan dilakukan pada setiap jeluk dengan pengambilan data setiap 10 menit. 10 menit pertama dilakukan pengukuran pada jeluk 0 cm setelah diambil datanya kemudian termometer di tancapkan pada jeluk 20 cm dan dicatat data yang dihasilkan kemudian pengamtan pada jeluk 40 cm kemudian semua  data  di catat pada tabel pengamatan.
Pada waktu yang bersamaan pengamatan kecepatan angin juga dilakukan. Pengamatan dilakukan dengan digital anemometer yang sudah disiapkan 5 menit terlebih dahulu. Setelah waktu yang ditentukan digital anemometer di angkat ke atas agar tidak ada penghalang. Setelah 5 menit hasilnya di catat dan kemudian diistirahatkan. Pengamatan diulang hingga dihasilkan 5 data.
Pengukuran intensitas cahaya digunakan alat foot candle. Dalam alat ini ada tiga skala yang harus diperhatikan dengan tombol pengatur ada di sebelah kanannya. Mula-mula diatur pada skala yang paling rendah dengan posisi tombol pengatur ada di paling bawah,  apabila jarum penunjuk melebihi batas skala maka tombol dinaikkan dan pembacaan skala dirubah dengan membaca skala di atas skala yang sebelummya dibaca. Begitu seterusnya. Sensor cahaya berada di atas foot candles jika sudah tidak digunakan maka ditutup kembali agar terlindung dari sinar matahari sehingga tidak terjadi pengukuran intensitas cahaya.





IV.             HASIL PENGAMATAN

PARAMETER
NO
TITIK WAKTU PENGAMATAN ( Menit )
ARAS/JELUK PENGAMATAN
( cm )
STRATA
KANOPI
TANPA KANOPI
SUHU UDARA
1
0
25
26
27
75
27
28
150
27
28
2
10
25
27
27
75
27
28
150
27
27
3
20
25
27
28
75
28
27
150
28
28
4
30
25
27
28
75
28
28
150
27,5
28,5
5
40
25
27
29
75
28
28
150
27,2
28
KELEMBABAN NISBI UDARA
1
0
25
67
71
75
66
72
150
65
69
2
10
25
69
68
75
70
67
150
68
67
3
20
25
66
72
75
66
72
150
66
67
4
30
25
60
64
75
59
64
150
58
63
5
40
25
60
60
75
59
61
150
59
59
SUHU TANAH
1
0
0
31
31,75
20
28
30
40
27
29,5
2
10
0
31
31
20
28
30
40
27
29,8
3
20
0
29,5
31
20
28
30,5
40
27
29
4
30
0
29,5
30
20
28
30
40
26
29
5
40
0
28
30
20
26
30
40
25,5
29
KECEPATAN ANGIN
1
0

0,3
0,3
2
10

0,4
0,3
3
20

0,3
0,3
4
30

0,4
0,3
5
40

0,4
0,2
INTENSITAS PENYINARAN
1
0

48
120
2
10

51
122
3
20

48
130
4
30

55
132
5
40

60
135


V.                PEMBAHASAN
Pada percobaan ini dilakukan pada daerah berkanopi dan tidak berkanopi. Secara umum, suhu dan intensitas matahari akan lebih rendah pada tempat yang berkanopi serta mempunyai kelembaban tinggi. Pada tempat yang berkanopi suhu akan relatif rendah daripada tempat yang tidak berkanopi. Suhu yang lebih rendah disebabkan karena intensitas matahari yang sampai tanah tidak maksimal, karena terhalang oleh tumbuhan. Sebaliknya suhu ditempat yang tak berkanopi lebih tinggi karena intensitas cahaya matahari dapat langsung sampai ke tanah.
Pada tempat yang berkanopi suhu akan relatif rendah daripada tempat yang berkanopi. Suhu yang lebih rendah disebabkan karena intensitas matahari yang sampai tanah tidak maksimal, karena terhalang oleh tumbuhan. Sebaliknya suhu di tempat yang tak berkanopi lebih tinggi karena intensitas cahaya matahari dapat langsung sampai ke tanah. Kedua hal tersebut akan dapat mempengaruhi suhu tanah. Suhu tanah pada daerah berkanopi akan reatif lebih kecil dibanding daerah yang tak berkanopi. Hal ini terkait dengan adanya kelembaban udara dan intensitas cahaya matahari. Pengaruhnya pada suhu tanah daerah berkanopi, tanah akan lebih kaya nitrogen dan kadar air lebih tinggi dibanding daerah tidak berkanopi sehingga mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Kelembaban pada daerah berkanopi lebih tinggi dibanding daerah tidak berkanopi. Hal ini kaitannya dengan vegetasi yang ada. Demikian banyak vegetasi, semakin tinggi tingkat kelembabannya. Karena banyaknya vegetasi berarti banyak pula transpirasi pada tanaman yang terjadi, sehingga mempengaruhi kelembaban udara. Lain halnya pada daerah tidak berkanopi yang memiliki kelembaban rendah. Kelembaban berkaitan pula dengan intensitas cahaya matahari yang diterima.
Pada daerah tidak berkanopi intensitas cahaya matahari tinggi, kelembabannya tinggi sebaliknya di daerah berkanopi intensitas cahaya matahri cenderung lebih rendah karena adanya vegetasi yang memungkinkan intensitas cahaya matahari berkurang karena sebagian cahaya matahari digunakan untuk proses fotosintesis.
Elemen iklim lainnya adalah kecepatan angin. Pada umumnya, kecepatan angin di daerah berkanopi lebih rendah dibandingkan daerah yang tidak berkanopi karena banyak sedikitnya vegetasi yang mempengaruhi iklim mikro yang ada. Kecepatan angin pada daerah berkanopi lebih rendah karena vegetasi dalam daerah tersebut menghambat arah angin. Angin (wind breaker) yang melalui daerah berkanopi menabrak pohon-pohon sehingga angin tersebut menyebar dan kecepatannya berkurang sehingga jika dibandingkan dengan daerah tidak berkanopi kecepatannya lebih rendah.
1.      Grafik suhu udara aras 25cm

Suhu udara pada aras 25 cm yang berkanopi relative konstan meskipun di menit ke-10 awal suhunya 260C kemudian menjadi 270C konstan untuk selanjutnya. Pada daerah yang tidak berkanopi suhu udara cenderung naik, pada 10 menit awal suhunya 270C kemudian pada 10 menit ke-3 mencapai suhu 280C dan pada 10 menit terakhir suhu mencapai 290C. Suhu tertinggi terdapat pada daerah yang tidak berkanopi yaitu 290C dan suhu terendah terdapat pada daerah yang berkanopi yaitu 260C. Dari grafik dapat diamati bahwa suhu di daerah terbuka (tanpa kanopi)  lebih tinggi dibanding daerah yang berkanopi, disebabkan radiasi sinar matahari jatuh tanpa ada halangan sehingga akan menaikkan suhu udara akibat pengaruh radiasi sinar matahari tersebut. Maka teori yang mengungkapkan bahwa daerah kanopi lebih dapat menstabilkan suhu dibanding daerah tanpa kanopi adalah benar.



2.      Grafik suhu udara aras 75cm
Grafik suhu udara pada aras 75 cm yang berkanopi dan yang tidak berkanopi memiliki suhu tertinggi dan terendah yang sama yaitu untuk suhu tertinggi adalah 280C dan suhu terendah pada suhu 270C. Namun, pada suhu udara yang tidak berkanopi suhu terendah yaitu 270C terjadi pada menit ke-30 dan kemudian naik dan konstan menjadi 280C kembali. Pada suhu udara daerah yang berkanopi  terjadi kenaikan suhu dari 270C menjadi 280 pada menit ke-30 setelah itu konstan suhu 280C.Suhu udara pada aras 75 cm pada strata tidak berkanopi lebih tinggi reratanya daripada strata berkanopi karena tidak ada yang menaungi. Jadi panas dari radiasi sinar matahari langsung menuju ke atas permukaan tanah. Pada ketinggian tertentu (tinggi tempat maksimum yang masih mendapat pengaruh radiasi sinar matahari) akan sama pada aras tertentu. Perbedaan suhu antar strata berkanopi dengan strata tidak berkanopi akan tampak pada aras 25 cm radiasi bumi akan lebih berpengaruh daripada aras 75 cm sebab pada aras 75 cm terdapat faktor lingkungan seperti kecepatan angin walaupun pengaruh itu sangat kecil. Suhu yang tak berkanopi lebih tinggi dari daerah yang berkanopi. Perbedaan ini bisa terjadi karena adanya faktor vegetasi yang membatasi. Pada daerah vegetasi mampu menahan sinar matahari yang masuk sehingga sinar tidak langsung mencapai tanah yang berakibat pada lebih rendah suhu tanah yang berpengaruh pada rendahnya suhu udara di daerahnya tersebut.




3.      Grafik suhu udara aras 150cm
Pada suhu udara dengan aras 150 cm yang berkanopi maupun tidak berkanopi bersifat fluktuatif atau tidak tetap. Pada suhu udara yang tidak berkanopi suhu tertingginya adalah 28,50C pada menit ke-40 dan suhu terendahnya adalah 270C yang terjadi pada menit ke-20. Pada suhu udara yang berkanopi awalnya 270C kemudian terjadi peningkatan menjadi 280C pada menit ke-30 kemudian turun kembali suhunya pada menit ke-40 dan ke-50. Faktor ketinggian berpengaruh terhadap besar – kecilnya angin yang terjadi. Semakin tinggi suatu daerah maka tekanan anginnya juga semakin tinggi sehingga peranan angin dalam menstabilkan suhu lebih besar namun pada hasil pengamatan hasil suhu cenderung tidak stabil. Disini dapat kita lihat bahwa rerata suhu didaerah tak berkanopi juga lebih tinggi dari daerah berkanopi. Kondisi lingkungan tanpa kanopi lebih tinggi darpada lingkungan berkanopi. Keadaan udara di bawah kanopi suhunya lebih rendah dibanding keadaan sekitar karena pengaruh fotosintesis tanaman dan respirasi tanaman yang membuat suhunya rendah.
4.      Grafik suhu udara antar aras pada daerah dengan kanopi
Pada suhu udara dengan aras 25 cm, 75 cm, dan 150 cm pada starata kanopi dapat diamati bahwa rerata suhu terendah adalah pada aras 25 cm, rerata aras tertinggi adalah 75 cm dan aras 150 cm yang bersifat fluktuatif . Pada grafik terlihat bahwa dari aras 25 sampai 150 Cm kecenderungan konstan. Dengan hal ini diketahui bahwa faktor ketinggian mempengaruhi besar kecilnya suhu udara maupun fluktuasi. Semakin tinggi tempat maka semakin tinggi tekanan anginnya sehingga dapat menetralisir intensitas udara yang ada yang berpengaruh terhadap turunnya suhu udara. Pengaruh lain datang dari radiasi bumi akibat pantulan dari sinar matahari. Panas yang dipancarkan dari permukaan tanah akan mempengaruhi tekanan udara diatasnya sehingga setiap aras mempunyai gejala yang berbeda – beda. Namun suhu udara paling tinggi pada aras 75 cm. Hal ini tidak sesuai karena seharusnya semakin tinggi tempat suhu udaranya akan semakin kecil, namun suhu pada aras 75 cm ternyata lebih tinggi daripada aras 25 cm.
5.      Grafik suhu udara antar aras pada daerah  tanpa kanopi
Pada aras 25 cm suhu udaranya relatif naik, pada suhu 75 cm bersifat konstan meskipun pada menit ke-30 mengalami penurunan kemudian kembali naik dan konstan, dan pada aras 150 cm bersifat fluktuatif pada menit ke-20 mengalami penurunan kemudian naik dan pada menit ke-50 mengalami penurunan kembali. Grafik tersebut menunjukkan bahwa pada suhu udara yang tertinggi yang tanpa kanopi adalah pada aras 25 cm hal ini dapat dipengaruhi oleh radiasi matahari yang kemudian tanpa kanopi mencapai tanah dan mempengaruhi suhu udara yang paling dekat dengan tanah sehingga semakin panas suhu tanah makan akan mempengaruhi suhu udara yang arasnya 25 cm. Pada aras 75 cm lebih bersifat konstan karena pengaruh langsung dari suhu tanah berkurang, dan pada aras 150 cm terjadi kenaikan suhu dan kemudian turun kembali.
      Pada suhu udara yang arasnya dekat dengan permukaan meimliki karakteristik yang berbeda dengan suhu udara. Hal ini disebabkan pertukaran bahang yang terjadi di dekat permukaan berlangsung melalui proses konveksi bebas yang ditujukan dengan pergerakan laminat dan konveksi paksa dengan gerakan turbulen. Suhu udara dipengaruhi oleh diantaranya adalah pengaruh radiasi dan pengaruh lautan dan daratan, pengaruh altitude (ketinggian tempat).
6.      Grafik kelembaban nisbi udara aras 25cm
Dari grafik diatas dapat dilihat perbandingan kelembaban nisbi udara pada daerah berkanopi dan tidak berkanopi pada aras 25 cm dengan selang waktu setiap 10 menit. Pada grafik diatas menunukkan hasil yang fluktuatif pada daerah yang berkanopi dan tidak berkanopi. Kelembaban udara pada daerah tak berkanopi cenderung lebih tinggi daripada daerah tak berkanopi karena pada daerah berkanopi sinar matahari tidak dapat diteruskan, sehingga mengurangi penguapan dari tanah dan tumbuhan sehingga kandungan air di udara lebih sedikit. Fluktuasi terjadi pada menit ke 20 dan menit 30, baik pada daerah yang berkanopi maupun tidak berkanopi, kemudian kelembaban di kedua tempat menurun setiap 10 menitnya. Hal tersebut dapat terjadi karena pengaruh dari tidak adanya vegetasi yang berada pada daerah tanpa kanopi sehingga proses penguapan tidak terhambat dan pada menit ke 20, kemudian pada menit ke 30 kelembaban udara mengalami peningkatan sedikit, kemudian akhirnya turun setiap 10 menitnya pada daerah tanpa kanopi, sedangkan pada daerah berkanopi, setelah terjadi peningkatan pada menit ke 20 lalu terjadi penurunan pada menit-menit selanjutnya.  Peningkatan ini di pengaruhi oleh suhu udara yang berada di daerah tanpa kanopi mulai berkurang di karenakan radiasi matahari sudah mulai berkurang karena kondisi atmosfer yang berawan dan kelembaban udara semakin tinggi. Untuk penurunan kelembaban udara dari menit 30 hingga menit 50 disebabkan oleh bertambahnya radiasi matahari karena hari yang semakin siang.
7.      Grafik kelembaban nisbi udara aras 75cm
Dari grafik diatas dapat dilihat perbandingan kelembaban udara antara daerah berkanopi dan tanpa kanopi pada aras 75cm setiap selang waktu 10 menit. Pada kedua daerah antara kanopi dan tidak berkanopi, keduanya menunjukkan angka yang fluktuatif pada pengukuran kelembaban nisbi udaranya. Hal tersebut dapat terjadi karena  pengaruh dari tidak adanya vegetasi yang berada pada daerah tanpa kanopi sehingga proses penguapan tidak terhambat dan pada menit ke 20 panas matahari sedang bertambah, menyebabkan proses penguapan pada daerah tanpa kanopi dan berkanopi meningkat, akibatnya proses penguapan pada daerah tanpa kanopi semakin tinggi menyebabkan uap air naik ke langit lebih cepat, sedangkan pada daerah berkanopi kelambabannya bertambah akibat meningkatnya uap air disekitar daerah tersebut dan tidak langsung naik ke langit karena ada kanopi yang menghalangi. Penurunan kelembaban pada menit 30 hingga menit akhir karena hari yang semakin siang, sehingga penguapan semakin tinggi menyebabkan bayak uap air yang naik ke atas langit.





8.      Grafik kelembaban nisbi udara 150cm
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat perbandingan antara kelembaban nisbi udara pada aras 150cm untuk daerah berkanopi dan tidak berkanopi selama selang waktu stiap 10 menit. Terjadi fluktuasi pada menit ke 20 dan penerununan kelembaban nisbi udara setelah menit ke 30 sama halnya yang terjadi pada aras 25 cm dan 75 cm. Hal tersebut dapat terjadi karena pengaruh radiasi sinar matahari yang berubah setiap menitnya selalu berubah pula, menyebabkan penguapan pada daerah berkanopi dan tidak berkanopi meningkat. Peningkatan pada penguapan pada daerah berkanopi akan menambah jumlah kelembaban nisbi udara karena air hasil uap dari tanah tidak langusng menguap ke langit tetapi  vegetasi sekitar dapat terperangkap oleh kanopi, sedangkan peningkatan penguapan pada daerah tak berkanipi akan menyebabkan uap air langusng naik ke langit. Penurunan kelembaban setelah menit ke 30 disebabkan oleh hari yang smeakin siang dan semakin panas, meskipun cuaca sedang berawan tetapi intensitas matahari semakin bertambah menyebabkan penguapan uap air ke langit semakin cepat.
9.      Grafik kelembaban nisbi udara antar aras pada daerah dengan kanopi
Pada grafik diatas dapat dilihat perbandingan kelembaban udara pada aras 25 cm, 75 cm, dan 150 cm di daerah berkanopi. Di antara ketiga aras yang diamati, aras 75 cm memiliki kelembaban udara yang paling tinggi karena pada menit ke 20 menunjukkan angka kelembaban yang paling tinggi. Hal ini erat kaitannya dengan syarat kelembaban udara yang ditentukan oleh jumlah uap air yang terkandung di dalam udara. Fluktuasi kandungan uap air lebih kecil pada lapisan udara dengan ketinggian yang semakin besar atau tinggi. Kelembaban dari ketiga aras terebut menunjukkan angka yang fluktuatif, yakni teramati angka yang naik turun. Hal tersebut dikarenakan cuaca pada saat pengamatan yang sedang banyak awan mengakibatkan sianr matahari yang masuk tidak konstan, akibatnya penguapan juga tidak stabil. Pada dasarnya kelembaban udara akan semakin tinggi pada daerah yang dekat dengan permukaan tanah, sebab penguapan yang terjadi di tanah akan menambah jumlah air di udara tersebut. Selain itu karena adanya pengaruh dari sinar matahari dan udara maupun kecepatan angin dalam kondisi baik untuk mencapai kelembaban udara yang tinggi. Sedangkan pada aras 150 cm kelembaban udara lebih kecil dibanding dengan aras 25 cm dan 75 cm. Hal ini dipengaruhi oleh adanya faktor ketinggian. Semakin tinggi suatu tempat, suhu udara akan semakin kecil dan kelembaban akan semakin kecil dan tergantung pengaruh penyinaran matahari.
10.  Grafik kelembaban nisbi udara antar aras pada daerah tanpa kanopi
Pada grafik diatas dapat dilihat perbandingan kelembaban udara pada aras 25 cm, 75 cm, dan 150 cm di daerah tidak berkanopi. Kelembaban udara aras 25 cm dan 75 cm menunjukkan angka tertinggi dibandingkan pada 150 cm. Hal ini disebabkan karena tidak adanya vegetasi yang banyak seperti pada daerah kanopi selain itu jarak yang dekat dengan permukaan tanah dapat mempengaruhinya, sehingga lebih mendapatkan suplai uap air yang besar yang dapat diserap oleh rerumputan dan mengembalikannya dalam bentuk uap air. Pada aras 150 cm kelembaban nisbi udara menunjukkan angka yang terkecil karena adanya faktor ketinggian. Semakin tinggi suatu tempat, suhu udara akan semakin kecil dan kelembaban akan semakin kecil dan tergantung pengaruh penyinaran matahari. Fluktuasi yang terjadi pada ketiga aras disebabkan oleh adanya cuaca pada saat pengamatan yang sedang banyak awan mengakibatkan sianr matahari yang masuk tidak konstan, akibatnya penguapan juga tidak stabil.
11.  Grafik suhu tanah jeluk 0cm
Pada grafik suhu tanah jeluk 0 cm di atas dapat diamati bahwa tanah yang tidak berkanopi memiliki suhu tanah yang lebih tinggi daripada tanah yang berkanopi. Daerah tanah tidak berkanopi suhu tanahnya lebih tinggi karena berada di tempat yang terbuka sehingga radiasi matahari sampai langsung mengenai permukaan tanpa ada penghalang, sedangkan yang berkanopi terhalang oleh pepohonan sehingga radiasi matahari tidak langsung mengenai tanah dan berkurang intensitasnya. Hal ini sesuai dengan teori bahwa suhu tanah dipengaruhi oleh faktor luar yang salah satunya yaitu radiasi matahari. Pada daerah berkanopi bersuhu lebih rendah lebih disebabkan oleh kadar lengas tanah lebih tinggi dari daerah terbuka sehingga suhunya lebih rendah. Dari 10 menit ke-2 dan selanjutnya di kedua daerah mengalami penurunan suhu. Hal ini dapat disebabkan pada awal pengukuran  belum sepenuhnya terpengaruh suhu tanah atau masih terpengaruh suhu udara dan semakin lamanya menjadikan suhu pada termometer semakin turun karena pengaruh dari suhu tanah.


12.  Grafik suhu udara jeluk 20cm
Pada jeluk 20 cm, dapat diamati bahwa suhu tanah lebih tinggi yang tidak berkanopi dari pada yang tidak berkanopi sama halnya seperti pada jeluk 0 cm namun perbedaan pada jeluk 20 cm lebih jelas terlihat. Pada daerah yang tidak berkanopi, fluktuasi suhu cenderung stabil selama 50 menit pengamatan. Hal tersebut disebabkan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti suhu udara dan radiasi cenderung tetap. Berbeda dengan yang tidak berkanopi pada daerah yang berkanopi suhu tanah mengalami penurunan pada menit ke-50 terakhir yang dimungkinkan terjadi sebab tanah semakin dingin oleh suhu udara yang menurun karena cuaca mikro yang mendung. Hal ini menunjukkan bahwa suhu tanah pada daerah berkanopi cenderung tidak stabil.
13.  Grafik suhu tanah jeluk 40cm
Pada grafik suhu tanah jeluk 40 cm, perbedaan suhu yang tertinggi antara daerah berkanopi dan tidak berkanopi terjadi pada akhir pengamatan sekitar pengamatan terakhir. Suhu tanah daerah berkanopi mula-mula konstan kemudian menurun seperti terlihat saat 10 menit keempat dan kelima. Penurunan ini karena suhu tanah yang semakin menurun. Sementara itu untuk daerah yang tidak berkanopi cenderung stabil meskipun pada 20 menit awal terjadi fluktuasi. Hal ini dipengaruhi oleh radiasi matahari yang diterima, jumlah vegetasi yang tumbuh, struktur tanah, kadar air, dan kemiringan tanah. Semakin rimbun vegetasinya, semakin banyak kandungan airnya.
14.  Grafik suhu tanah antar jeluk pada daerah dengan kanopi
Pada daerah berkanopi fluktuasi suhu tanah yang tidak sama kestabilannya ini bisa disebabkan akibat pengambilan sampel untuk memasukkan stick termometer berbeda sehinga dimungkinkan tekstur tanah juga berbeda. Secara rata-rata, suhu tanah daerah berkanopi lebih rendah dari daerah tanpa kanopi. Fungsi dari kanopi adalah agar panas dari radiasi matahari sukar untuk dibebaskan karena bentuknya yang melebar tersebut dapat menahan atau mengurangi panas matahari yang telah diterima. Mulai 10 menit ke- 2 jeluk 0 cm dan 10 menit ke-4 pada jeluk 20 cm dan 10 menit ke-3 pada jeluk 40 cm terjadi penurunan suhu tanah. Hal ini diakibatkan interaksi termometer dengan tanah semakin besar sehingga pengaruh dari udara luar mulai menurun yang berakibat pada penurunan suhu.





15.  Grafik suhu tanah antar jeluk dengan daerah tanpa kanopi
Pada daerah yang tidak berkanopi, fluktuasi suhu tanah pada ketiga jeluk cenderung tidak stabil. Pada jeluk 0 cm memiliki rerata paling tinggi. Hal ini disebabkan pengaruh radiasi paling besar terdapat pada jeluk ini yang menyebabkan suhunya tinggi. Pada jeluk 20 cm dan 40 cm suhu udaranya lebih rendah. Hal ini disebabkan pengaruh radiasi matahari semakin kecil dan kandungan lengas tanah semakin banyak. Pada jeluk 40 cm, pada 30 menit terakhir suhunya konstan. Hal ini menunjukkan bahwa kedalaman mempengaruhi sedikitnya tingkat keterolahan serta tinggi kepadatan tanah sehingga suhu lebih stabil dibanding jeluk yang mudah terolah diatasnya. Namun apabila semakin panas suhu maka tanah yang paling atas akan  panas dan kemudian akan diserap oleh tanah yang lebih dalam jeluknya sehingga pada saat panas matahari berkurang pada tanah bagian atas, tanah bagian dalam masih menyimpan panas dari atas dan memerlukan proses untuk menstabilkan panasnya.
Pada faktor eksternal, intensitas penyinaran atau radiasi matahari sangat berpengaruh pada pengukuran suhu tanah. Selain itu, kelembaban dan juga curah hujan juga mempengaruhi suhu tanah. Pada faktor internal, tekstur tanah, kadar air tanah, dan juga kepadatan pada tanah juga mempengaruhi besarnya suhu tanah. Tanah yang semakin padat, kandungan airnya relatif banyak dan membuat suhu tanah rendah. Suhu tanah pada daerah yang berkanopi relatif lebih stabil daripada suhu tanah pada daerah yang tidak berkanopi, karena intensitas penyinaran yang juga fluktuatif. Hal ini sesuai dengan teori, karena selain faktor eksternal, faktor internal juga mempengaruhi besarnya suhu tanah.



16.  Grafik kecepatan angin
Grafik di atas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada grafik kecepatan angin pada daerah berkanopi dan tidak berkanopi tersebut. Pada daerah yang tidak berkanopi memiliki kecepatan angin yang lebih rendah. Hal ini bertentangan dengan teori yang mengatakan bahwa pada daerah tidak berkanopi memiliki kecepatan angin lebih tinggi karena daerah tersebut memiliki tekanan rendah. Menurut teori, angin memiliki pergerakan dari daerah yang memiliki tekanan tinggi menuju ke daerah yang bertekanan rendah. Oleh karena itu kecepatan angin di daerah tidak berkanopi lebih besar. Selain itu, teori menjelaskan bahwa kanopi pepohonan merupakan salah satu modifikasi anasir angin yang ditujukan untuk memecah angin sehingga mampu mengurangi kecepatan angin.Kesalahan ini bisa diakibatkan ketinggian pengamatan pada daerah tidak berkanopi cukup dekat dengan permukaan tanah sehingga kecepatan angin yang bergerak masih lamban.
Kecepatan angin meningkat seiring dengan naiknya ketinggian akibat berkurangnya gesekan dengan permukaan tanah. Artinya, semakin dekat dengan permukaan tanah, semakin rendah kecepatan anginnya. Berdasarkan hasil pengamatan, fluktuasi kecepatan angin pada kedua daerah terdapat perbedaan yaitu lebih stabil pada daerah tidak berkanopi. Hal tersebut dapat membuktikan bahwa kesalahan pengukuran dikarenakan kurangnya ketinggian tempat saat pengukuran kecepatan angin daerah tidak berkanopi atau terlalu dekat dengan permukaan tanah.




17.  Grafik intensitas penyinaran
Pengamatan terhadap intensitas penyinaran pada strata berkanopi dan tidak berkanopi dapat diketahui bahwa pada daerah tidak berkanopi intensitas penyinarannya lebih tinggi daripada pada daerah berkanopi. Hal ini disebabkan karena kanopi (penutup tajuk tanaman), hanya dapat meneruskan 5-10 % sinar datang. Pada daerah tidak berkanopi, tidak terdapat tanaman tahunan yang dapat menghalangi sinar datang, sehingga intensitas penyinarannya lebih tinggi. Sedangkan di daerah berkanopi terdapat tanaman tahunan yang menghalangi sinar datang, sehingga intensitas penyinarannya rendah karena sinar yang didapat tidak secara langsung. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa salah satu hal yang mempengaruhi intensitas penyinaran adalah kanopi. Tempat berkanopi akan mendapatkan intensitas penyinaran yang lebih rendah dibandingkan tempat tidak berkanopi karena terdapat penghalang jatuhnya penyinaran oleh pepohonan. Terlihat dari rata-rata percobaan intensitas penyinaran dimana nilai intensitas penyinaran pada tempat tidak berkanopi memiliki rata-rata lebih tinggi dibandingkan tempat berkanopi.





VI.       KESIMPULAN
1.      Iklim mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia dan organisme yang hidup di bumi. Oleh karena itu, pengetahuan tentang iklim sangat dibutuhkan. Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran anasir cuaca mikro adalah : termohigrometer, termometer, biram anemometer, stick termometer, statif, dan foot candle (sebagai pengukur intensitas cahaya).
2.      Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap cuaca mikro adalah :
·         Suhu udara                                                                                                                                                                                   
·         Kelembaban nisbi udara
·         Suhu tanah
·         Kecepatan angin
·         Intensitas penyinaran
3.  Dari pengamatan didapat pada strata berkanopi dan tidak berkanopi jelas terlihat bahwa iklim mikro tempat yang satu dengan yang lainnya berbeda. Hal ini sesuai dengan karakteristik dan kondisi daerah masing-masing.



DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A.G. 2003. Alam Sekitar dan Pembangunan. (http://portal.kukum.edu.my). Diakses pada 12 November 2012.

Bey, A dan Las, I. 2006. Strategi pendekatan iklim dalam usaha tani. Jurnal kapita selekta dalam agrometeorologi. I (1). halaman : 21-27.

Landsberg, H.E. 2001. General Climatology 3. Elsevier Scientific Publishing Company. New York.

Larcher, W.     2001.   Phsyological Plant Ecology. Carl Ritter &Co. Heldelberg.

Sanderson, M. 2000. UNESCO Source Book in Climatology for Hydrologists and Water Resource Enginers. UNESCO.

Tjasjono, B. 2000. Klimatologi Umum. Institut Teknologi Bandung Press. Bandung

Wisnusubroto, S.2002. Meteorologi Pertanian Indonesia. Mitra Gama Widya.
            Yogyakarta.

Tidak ada komentar: