I.
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang
Analisis
genetik penting bagi pemulia tanaman dalam pengembangan varietas baru dan
mencari varietas-varietas unggul. Suatu varietas tanaman baru yang dikembangkan
oleh pemulia tanaman merupakan modifikasi dari suatu populasi. Pengertian
tentang susunan genetik populasi dan kekuatan yang mengubah frekuensi gen
berguna dalam mempertahankan suatu konsentrasi gen yang diinginkan. Pada awal 20,
Yule menyatakan bahwa alel dominan, tidak peduli frekuensi awal dalam populasi,
akan mencapai keseimbangan yang stabil terdiri dari tiga individu dominan
dengan satu individu resesif setelah beberapa generasi saling kawin (intermating). Hardy di Inggris dan
Weinberg di Jerman membuktikan kekeliruan teori ini dengan memperlihatkan bahwa
frekuensi gen tidak tergantung pada keadaan dominan atau resesif tetapi dapat
stabil dari suatu generasi ke generasi lainnya. Pandangan Hardy dan Weinberg
ini menimbulkan suatu cabang ilmu baru yang disebut genetika populasi (Crowder,
2006).
Pada dasarnya tanaman penyerbuk silang adalah heterozigot
dan heterogenus. Satu individu dan individu lainnya genetis berbeda. Karena
keragaman genetis yang umumnya cukup besar dibanding dengan tanaman penyerbuk
sendiri dalam menentukan kriteria seleksi diutamakan pada sifat ekonomis yang
terpenting dulu, tanpa dicampur aduk dengan sifat – sifat lain yang kurang
urgensinya. Pengertian yang bertalian dengan keseimbangan Hardy-Weinberg
pengertian mengenai silang dalam, macam – macam gen dan sebagainya sangat
membantu memahami sifat – sifat tanaman penyerbuk silang dan metode – metode
seleksinya.
Banyaknya genotipe suatu keturunan hasil perkawinan bisa diduga dan diperhitungkan, hanya ketepatan peramalan sangat tergantung pada beberapa faktor misalnya jumlah lokus serta alel yang dimiliki, genotipe orang tua serta banyaknya gamet yang dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Keturunan – keturunan tersebut semakin banyak, akan merupakan suatu populasi genetis yang semakin berkembang karena adanya persilangan antara individu – individunya. Dalam perkembangannya, mungkin suatu populasi akan menjadi lebih baik atau sebaliknya, sesuai dengan perubahan komposisi gen yang dimilikinya.
Banyaknya genotipe suatu keturunan hasil perkawinan bisa diduga dan diperhitungkan, hanya ketepatan peramalan sangat tergantung pada beberapa faktor misalnya jumlah lokus serta alel yang dimiliki, genotipe orang tua serta banyaknya gamet yang dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Keturunan – keturunan tersebut semakin banyak, akan merupakan suatu populasi genetis yang semakin berkembang karena adanya persilangan antara individu – individunya. Dalam perkembangannya, mungkin suatu populasi akan menjadi lebih baik atau sebaliknya, sesuai dengan perubahan komposisi gen yang dimilikinya.
b.
Tujuan
1.
Mengetahui komposisi genetik
dari populasi tanaman menyerbuk silang dan segregasi dari keturunannya.
2.
Mengetahui pengaruh seleksi
terhadap perubahan komposisi genetik dalam populasi.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
Macam-macam
seleksi yang digunakan dalam pemuliaan tanaman menyerbuk silang, diantaranya
ialah seleksi massa dan seleksi ear to
row. Seleksi massa adalah pemilihan
individu secara visual untuk karakter-karakter yang diinginkan. Seleksi massa
tidak melibatkan evaluasi famili. Seleksi massa dapat dijadikan dasar untuk
domestikasi tanaman menyerbuk silang dan dasar pemeliharaan bentuk asal (true type) dari spesies tanaman yang
menyerbuk silang, sebelum dikembangkan program perbaikan tanaman. Keuntungan
seleksi massa antara lain: sangat sederhana dalam pelaksanaannya, mampu untuk
mengadakan penarikan contoh dari suatu populasi yang cukup besar, merupakan
cara seleksi yang relatif termurah dalam hal pembiayaan dalam hal pembiayaan
per unit waktu atau siklus seleksi, serta hasil dari seleksi massa merupakan
populasi yang dapat digunakan sebagai varietas bersari bebas (open pollinated variety) (Takdir et al, 2008).
Pada hakikatnya, setiap metode seleksi
bergantung kepada nilai heretabilitas dari sifat tanaman yang akan diperbaiki. Macam seleksi tentunya akan mendapatkan
hasil yang berbeda kualitas antara satu metode dengan metode lainnya. Terdapat kelebihan dan kekurangan
dalam masing-masing metode. Ada anggapan yang menyatakan bahwa seleksi massa tidak
efektif untuk perbaikkan hasil. karena hanya tanaman-tanaman yang
memperlihatkan keturunan (baris) yang baik saja yang dipilih sebagai tetua
untuk siklus seleksi berikutnya.
Variabilitas genetik yang luas merupakan salah satu syarat keberhasilan seleksi
terhadap karakter yang diinginkan juga nilai rata-rata yang tinggi. Tetapi
dengan melihat variabilitas genetik saja sangat sulit untuk mempelajari suatu
karakter. Untuk itu diperlukan parameter genetik lain, seperti heritabilitas
(Wicaksana, 2001).
Pada tanaman
yang penyerbukan dan pembuahannya bersilang (cross-pollinated crops atau tanaman allogam) dikenal adanya
perkawinan acak (random mating atau panmixia). Random mating adalah suatu perkawinan di mana tiap individu dalam
populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk kawin dengan individu lain dalam
populasi tersebut. Untuk mengetahui proporsi atau komposisi populasi yang
berasal dari suatu populasi asal yang mengalami random mating, perlu diketahui batasan mengenai frekuensi gen dan
frekuensi genotip. Komposisi atau struktur populasi setelah mengalami random mating akan mengikuti hukum
Hardy-Weinberg yang menyatakan bahwa: “Bila tidak ada faktor-faktor yang
berpengaruh pada suatu populasi dan populasi tersebut mengalami random mating secara terus-menerus dari
generasi ke generasi berikutnya, frekuensi gen dan genotipnya tidak mengalami
perubahan setelah satu kali mengalami random
mating.” Artinya, suatu generasi 100% digantikan oleh generasi yang baru
setelah random mating berlangsung(Mangoendidjojo,
2003).
Hukum Hardy-Weinberg
memudahkan kita untuk menentukan apakah asumsi di atas terpenuhi dan apakah
suatu populasi berada dalam keseimbangan yang stabil frekuensi alelnya. Dengan
membandingkan frekuensi alel dalam populasi pada lokasi berbeda, kita dapat
menentukan apakah terjadi penyimpangan dari keseimbangan. Kemudian kita dapat
meneliti gaya-gaya yang menyebabkan penyimpangan tersebut. Hardy-Weinberg sadar
bahwa keseimbangan allele dalam suatu populasi dapat digambarkan dengan rumus
sederhana, penjabaran binomial (Crowder, 2006).
Struktur
genotipe dari satu populasi tanaman ditentukan oleh sistem perkawinan, dengan
demikian analisis untuk menduga parameter-parameter sistem perkawinan dari
suatu analisis struktur genotype
perlu dilakukan seperti pendugaan derajat penyerbukan sendiri (selfing rate) dan lawannya derajat
penyerbukan silang (outcrossing rate)
serta besarnya silang dalam (inbreeding).
Parameter-parameter tersebut sangat penting untuk diketahui terutama dalam
menyusun program pemuliaan serta konservasi yang akan dilakukan (Boer, 2007).
Variabilitas
genetik yang luas merupakan salah satu syarat keberhasilan seleksi terhadap
karakter yang diinginkan juga nilai rata-rata yang tinggi. Tetapi dengan
melihat variabilitas genetik saja sangat sulit untuk mempelajari suatu
karakter. Untuk itu diperlukan parameter genetik lain, seperti heritabilitas
(Santoto dan Suprihatno, 1996. cit.
Wicaksana, 2001).
Alel
ialah gen yang terletak pada lokus yang sama, memiliki pekerjaan yang sama
persis, hampir sama atau berlawanan tapi untuk satu tugas tertentu. Misalnya
ada gen A yang berperanan untuk menumbuhkan karakter pigmentasi kulit secara
normal, lalu gen itu mengalami mutasi sehingga tak mampu mengadakan pigmentasi
secara normal, atau tak bisa sama sekali. Gen A yang bermutasi itu kini diberi
simbol a, karena karakter yang ditumbuhkannya bersifat resesif, artinya kalau
sama terdapat pada satu tubuh dengan gen A ,ia akan ditutupi atau
dikalahkan.Gen A itu disebut dominan terhadap a.Kedua gen A dan a masih
terletak pada lokus yang sama.Gen-gen yang terletak pada lokus yang sama
sedangkan pekerjaannya agak berbeda tapi untuk tugas tertentu disebut alel,dan
kata sifatnya sealel.A sealel dengan a,A disebut alel dominan dan a alel
resesif (Yatim,1996).
III.
METODOLOGI
Praktikum Simulasi
Seleksi Pada Populasi Tanaman Menyerbuk Silang dilakukan pada hari Rabu tanggal 16 Oktober
2013, di laboratorium Pemuliaan Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Adapun bahan
uji yang digunakan adalah kancing baju yang berwarna Putih dan hitam. Alat yang
digunakan meliputi kantong plastik hitam dan pencatat data.
Cara
kerja dibagi menjadi dua bagian yakni pembuktian hukum Hardy-Weinberg, 2
kantong plastik masing-masing diisi 64 butir kancing terdiri dari 32 warna
hitam dan 32 warna putih, gen hitam menggambarkan alel A dan putih alel a.
Diambil secara acak kemudian dicatat genotipenya diulangi sampai 64 kali. Tiap
pengambilan kancing harus dikembalikan ke dalam kantong dan dibuat table genotipe,
observed (E), data O-E, (O-E)2 dan (O-E)2/E kemudian dihitung dengan rumus
menurut Hukum Hardy-Weinberg. Langkah selanjutnya sama dengan prosedur diatas
tapi frekuensi alel A:a =p :q = 0,75 :0,25, 0,25:0,75, 0,8:0,2, 0,2:0,8,
0,4;:0,6, 0,6:0,4, dan 0,5:0,5
Percobaan
selanjutnya adalah pengaruh seleksi terhadap perubahan frekuensi gen . Bagian
pertama adalah tidak ada seleksi
1.
Generasi 1 : 64 kancing hitam dicampur sebagai populasi
awal dan 64 putih sesuai perbandingan genotipe 16 AA : 32 Aa : 16 aa,
dimasukkan kedalam kantong. Diambil lagi isi kantong dengan populasi yang sama.
Kemudian 2 kancing dari masing-masing kantong dicatat genotipe tersebut yang
merupakan individu-individu yang disilangkan dan dari persilangan dihasilkan 4
keturunan. Dibuat persilangan sebanyak 16 kali. Dihitung jumlah masing-masing
persilangan dan dibuat tabel.
2.
Generasi 2 : Populasi baru dibentuk dengan perbandingan
genotipe sesuai dengan genotipe yang diperoleh pada generasi 1 dan dilanjutkan
sampai generasi ke 5 kemudian dibuat grafik frekuensi gen resesif (a) dari
generasi 1 sampai 5.
Bagian kedua adalah terjadi seleksi lengkap
1.
Generasi 1 : Dibuat populasi dengan frekuensi gen p (A0 =
q (a) = 0,5, kemudian dibuat persilangan seperti pada percoban a (16 kali
persilangan masing-masing menghasilkan 4 keturunan). Dan untuk menunjukkan
adanya seleksi lengkap terhadap homozigot resesif maka tiap persilangan yang salah
satu orang tuanya atau kedua orang tuanya homozigit resesif (aa) tidak dicatat,
dibuat 16 kali persilangan dan dicatat sebagai generasi satu.
2.
Generasi 2 ; Dibentuk populasi dengan susunan genotipe
yang diperoleh dari generasi satu. Percobaan dilanjutkan sampai generasi 5
kemudian dibuat grafik frekuensi alel a dari generasi 1 sampai 5.
Bagian ketiga adalah seleksi tak lengkap yakni dengan
dibuat populasi frekuensi gen p (A) = q (a) = 0,5 dan dilakukan persilangan
seperti sebelumnya. Adanya seleksi tak lengkap diperlihatkan dengan persilngan
yang salah satu orang tua atau kedua orang tuanya mempunyai genotipe aa, hanya
menghasilkan 2 keturunan sedangkan persilangan yang normal menghasilkan 4
keturunan. Kemudian dilanjutkan sampai jumlah keturunan seluruhnya = 64 apabila
jumlah keturunan telah mencapai 62 dan persilangan yang terakhir menghasilkan 4
keturunan maka hanya 2 saja yang dicatat sehingga jumlah keturunanya seluruhnya
64. Ditentukan susunan genotipe dan frekuensi gen yang diperoleh setelah
terjadi persilangan. Percobaan dilanjutkan sampai generasi 5 dan buat grafik
frekuensi alel a seperti pada percobaan a dan b.
IV.
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil Pengamatan
1.
Pembuktian Hukum Hardy-Weinberg
Frekuensi Alel
|
χ2 hit
|
χ2 tabel
|
Keterangan
|
|
A
|
a
|
|||
0,5
|
0,5
|
2.00
|
5.99
|
ns
|
0,75
|
0,25
|
1.78
|
5.99
|
ns
|
0,25
|
0,75
|
1.40
|
5.99
|
ns
|
0,8
|
0.14
|
5.99
|
ns
|
|
0,8
|
0,2
|
0.92
|
5.99
|
ns
|
0,4
|
0,6
|
13.47
|
5.99
|
*
|
0,6
|
0,4
|
0.06
|
5.99
|
ns
|
Kesimpulan : karena c2hit
< c2 tabel , maka percobaan ini sudah
sesuai dengan hukum Hardy-Weinberg,
akan tetapi pada frekuensi alel 0,4 : 0,6 beda nyata.
B. Pembahasan
Pada praktikum Simulasi Seleksi
Pada Populasi Tanaman Menyerbuk Silang dilakukan pembuktian terhadap hukum
Hardy-Weinberg dan perlakuan seleksi terhadap populasi tanaman menyerbuk silang.
Tanaman penyerbuk silang adalah tanaman menyerbuk silang. Dalam hal ini organ
kelamin jantan dan organ kelamin betina terletak pada bunga yang berbeda, dalam
satu tanaman atau lain tanaman. Contoh dari tanaman menyerbuk silang yaitu
jagung, jarak, kelapa, salak dan vanili. Bahan yang digunakan dalam praktikum
adalah kancing yang berwarna hitam menggambarkan gen A (dominan), sedangkan
kancing yang berwarna putih menggambarkan gen a (resesif). Dalam perlakuan
praktikum ini kancing yang sudah diambil dalam persilangan harus dikembalikan
lagi ke dalam polibag agar perbandingan antar gen dalam satu generasi tidak
berubah. Kancing harus dicampur ataupun diaduk secara merata dan sebelumnya
juga dilakukan pengocokan. Tujuannya agar pengambilan kancing benar terjadi
secara random, dan peluang masing-masing kancing untuk terambil adalah sama.
Pada praktikum A (Pembuktian
Hukum Hardy-Weinberg) didapatkan hasil berupa X2 hitung<
X2tabel pada semua perbandingan frekuensi alel kecuali
perbandingan 0,4 : 0,6 berupa X2 hitung> X2tabel
(I. Frekuensi alel A:a = 0,5:0,5 ; II.
Frekuensi alel A:a = 0,75:0,25 ; III.
Frekuensi alel A:a = 0,25:0,75 ; IV. Frekuensi alel A:a = 0,2:0,8 ; V.
Frekuensi alel A:a = 0,8:0,2 ; VI. Frekuensi alel A:a = 0,4:0,6 ; VII.
Frekuensi alel A:a = 0,6:0,4). Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan genotip
yang diamati sesuai dengan hukum Hardy-Weinberg. Perbandingan alel akan tetap
atau dengan kata lain komposisi genetik setelah persilangan buatan tetap sesuai
dengan perbandingan komposisi genetik dari alel-alel dalam populasi awal.
Pada
tanaman yang penyerbukan dan pembuahannya bersilang (cross-pollinated crops atau tanaman allogam) dikenal adanya
perkawinan acak (random mating atau panmixia). Random mating adalah suatu perkawinan di mana tiap individu dalam
populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk kawin dengan individu lain dalam
populasi tersebut. Untuk mengetahui proporsi atau komposisi populasi yang
berasal dari suatu populasi asal yang mengalami random mating, perlu diketahui batasan mengenai frekuensi gen dan
frekuensi genotip. Frekuensi gen adalah proporsi suatu alel yang terdapat
dalam suatu populasi, sedangkan frekuensi genotipe adalah
proporsi suatu genotipe yang terdapat dalam populasi tersebut (Mangoendidjojo,
2003). Frekuensi gen pada generasi keturunan tidak
tergantung dari frekuensi genotipe orang tuanya tetapi tergantung dari
frekuensi gen orang tuanya.
Grafik 1. Frekuensi Relatif Alel a dalam Lima Generasi
pada Frekuensi Awal 0,5 : 0,5
Dari
grafik di atas dapat dilihat bahwa pada perlakuan tanpa seleksi frekuensi alel
a mengalami kenaikan dari generasi awalnya. Hal ini sesuai dengan teori
Hardy-Weinberg yang mengatakan bahwa pada percobaan tanpa seleksi semakin lama
frekuensi alel a akan semakin meningkat. Pada perlakuan seleksi lengkap,
frekuensi alel a semakin menurun dari generasi ke-1 sampai generasi ke-4, namun
pada generasi ke-5 mengalami sedikit kenaikan. Pada perlakuan seleksi tidak
lengkap, dari generasi ke-2 mengalami kenaikan, namun pada generasi ke-3 dan
ke-4 naik, sampai generasi ke-5 turun lagi.Hal tersebut dapat disebabkan ketika
pengambilan kancing tidak secara acak. Ini tidak sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa pada seleksi lengkap dan seleksi tidak lengkap, frekuensi alel
a akan mengalami penurunan pada tiap generasi.
Grafik 2. Frekuensi Relatif Alel a dalam Lima Generasi
pada Frekuensi Awal 0,75 : 0,25
Dari
grafik diatas dapat dilihat bahwa pada perlakuan tanpa seleksi frekuensi alel a
mengalami penurunan dari generasi ke-1 sampai generasi ke-5. Hal ini tidak
sesuai dengan teori Hardy-Weinberg, karena seharusnya pada percobaan tanpa
seleksi semakin lama frekuensi alel a akan semakin meningkat. Pada perlakuan
seleksi lengkap, frekuensi alel a semakin menurun dari generasi ke-1 sampai
generasi ke-3, namun pada generasi ke-4 sampai generasi ke-5 mengalami
kenaikan. Pada perlakuan seleksi tidak lengkap, dari generasi ke-1 sampai
generasi ke-5 frekuensi alel a naik, hal ini tidak sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa pada seleksi lengkap dan seleksi tidak lengkap frekuensi alel a seharusnya mengalami
penurunan pada tiap generasi.
Grafik 3. Frekuensi Relatif Alel a dalam Lima Generasi
pada Frekuensi Awal 0,25 : 0,75
Pengaruh Seleksi terhadap
Perubahan Frekuensi Gen seleksi lengkap didapat hasil bahwa alel a dari
generasi ke 1 sampai ke 5 mengalami fluktuasi. Hal ini tidak sesuai dengan
teori karena adanya faktor pembatas yang menyebabkan beberapa macam pasangan
gen tidak dihitung atau juga adanya perkawinan salah satu tetua ataupun kedua
tetuanya dengan alel yang homozigot reresif hanya akan menghasilkan dua
keturunan sedangkan jika tanpa seleksi individu yang dihasilkan empat
keturunan. Sehingga tidak sesuai dengan Hukum Hardy-Weinberg. Namun untuk
seleksi lengkap dan tidak lengkap dapat dikatakan sudah sesuai dengan teori
karena mengalami penurunan.
Grafik 4. Frekuensi Relatif Alel a dalam Lima Generasi
pada Frekuensi Awal 0,2 : 0,8
Dari grafik diatas
dapat dilihat bahwa pada perlakuan tanpa seleksi frekuensi alel a mengalami
peningkatan dari generasi awal sampai generasi
ke-4, akan tetapi turun pada generasi ke-5. Hal ini tidak sesuai dengan teori Hardy-Weinberg yang mengatakan bahwa pada percobaan
tanpa seleksi semakin lama frekuensi alel a akan semakin meningkat. Pada
perlakuan seleksi lengkap, frekuensi alel a semakin menurun dari generasi ke-1
sampai generasi ke-5. Pada perlakuan seleksi tidak lengkap, dari generasi ke-1
sampai generasi ke-2 frekuensi alel a menurun,
dar generasi ke-3 sampai ke-4 meningkat dan generasi ke-5 menurun. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada seleksi
lengkap, frekuensi alel a akan
mengalami penurunan pada tiap generasi.
Akan tetapi pada seleksi tidak lengkap tidak sesuai dengan Hukum Hardy-Weinberg yang
seharusnya setiap generasi menurun.
Grafik 5. Frekuensi Relatif Alel a dalam Lima Generasi
pada Frekuensi Awal 0,8 : 0,2
Dari
grafik diatas dapat dilihat bahwa pada perlakuan tanpa seleksi frekuensi alel a
mengalami penurunan dari generasi awalnya. Hal ini tidak sesuai dengan teori
Hardy-Weinberg yang mengatakan bahwa pada percobaan tanpa seleksi semakin lama
frekuensi alel a akan semakin meningkat. Pada perlakuan seleksi lengkap,
frekuensi alel a semakin naik dari generasi ke-1 sampai generasi ke-5. Pada
perlakuan seleksi tidak lengkap, dari generasi ke-1 sampai generasi ke-5
frekuensi alel a juga mengalami kenaikan,
hal ini tidak sesuai karena seharusnya terus menurun. Hal ini bisa disebabkan
oleh kurangnya pengacakan yang dilakukan saat mengambil
kancing dari kantong plastik sehingga kancing belum tercampur merata sehingga
tidak terjadi random mating secara
sempurna.
Grafik 6. Frekuensi Relatif Alel a dalam Lima Generasi
pada Frekuensi Awal 0,4 : 0,6
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pada perlakuan tanpa seleksi
frekuensi alel a mengalami penurunan dari
generasi ke-1 sampai ke-2, dan mengalami kenaikan dari generasi ke-2 sampai generasi ke-3, namun mengalami penurunan lagi sampai generasi ke-5. Hal
ini tidak sesuai dengan teori Hardy-Weinberg, karena seharusnya pada percobaan
tanpa seleksi semakin lama frekuensi alel a akan semakin meningkat. Pada
perlakuan seleksi lengkap, frekuensi alel a semakin menurun dari generasi ke-1
sampai generasi ke-5. Pada perlakuan seleksi tidak lengkap, dari generasi ke-1
sampai generasi ke-5 frekuensi alel a menurun, hal ini sudah sesuai dengan
teori yang mengatakan bahwa pada seleksi lengkap dan seleksi tidak lengkap,
frekuensi alel a akan mengalami penurunan pada tiap generasi.
Grafik 7. Frekuensi Relatif Alel a dalam Lima Generasi
pada Frekuensi Awal 0,6 : 0,4
Dari grafik di atas, gen dengan frekuensi alel a awal 0,6
: 0.4 dengan perlakuan Tanpa Seleksi diperoleh hasil alel a dari generasi ke-1
sampai ke-3 mengalami peningkatan, namun setelah mencapai generasi ke-4 dan
ke-5 frekuensi alel a mengalami penurunan. Hasil yang didapat dalam percobaan
tidak sesuai dengan teori karena seharusnya hasil alel a dari generasi ke-1
sampai ke-5 mengalami peningkatan terus bukan penurunan. Hal ini dapat
disebabkan oleh kurangnya pengadukan yang dilakukan saat mengambil kancing dari
kantong plastik sehingga kancing belum tercampur merata sehingga tidak terjadi random mating secara sempurna. Pada
perlakuan seleksi lengkap diperoleh hasil bahwa alel a dari generasi ke-1
sampai ke-5 mengalami penurunan. Hasil yang didapat dalam percobaan dengan
teori karena hasil alel a dari generasi ke-1 sampai ke-5 mengalami penurunan,
sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi random
mating secara sempurna. Pada percobaan dengan perlakuan seleksi tidak
lengkap diperoleh hasil bahwa alel a dari generasi ke-1 sampai ke-5 terus
turun. Hasil yang didapat dalam percobaan tidak sesuai dengan teori karena
terdapat faktor pembatas yang menyebabkan beberapa macam pasangan gen tidak
dihitung atau juga adanya perkawinan salah satu tetua ataupun kedua tetuanya dengan
alel yang homozigot resesif hanya akan menghasilkan dua keturunan sedangkan
jika tanpa seleksi individu yang dihasilkan empat keturunan.
Dari kasus grafik di atas, dapat dikatakan hampir berbeda pada semua
frekuensi untuk persebaran seleksinya hampir tidak merata dengan sedikit
sedikit kenaikan pada generasi ke 3 dalam tanpa seleksi. Namun untuk
keseluruhan sudah dapat dikatakan cukup relevan, karena hampir mengalami
penurunan dari generasi ke-1 sampai generasi ke-5.
Frekuensi genotipe dapat berubah sedangkan frekuensi
gennya tetap. Ini disebabkan dalam populasi tersebut belum ada dalam
keseimbangan (equilibrium), tetapi
pada generasi selanjutnya frekuensi gen dan genotipenya akan selalu konstan.
Populasi bisa mencapai equilibrium bila tak ada gaya – gaya yang dapat mengubah
frekuensi gen. Faktor – faktor yang penting yang mengubah equilibrium adalah seleksi, mutasi dan migrasi. Pada praktikum ini
faktor yang mengubah equilibrium
adalah seleksi.
Bagi pemulia tanaman faktor seleksi merupakan hal penting.
Seleksi ini dapat terjadi secara alamiah maupun buatan (dilakukan oleh
manusia). Secara alam, misalnya, suatu individu mempunyai keturunan yang lebih
sedikit dibandingkan rata–rata individu yang lain sehingga frekuensinya semakin
berkurang. Kecepatan perubahan gen ini tergantung dari :
1.
Intensitas
seleksi (banyaknya individu yang diseleksi).
2.
Frekuensi gen
yang diseleksi.
3.
Sifat gen yang
diseleksi, dominan atau resesif.
Seleksi dengan intensitas tertentu akan lebih efektif
bila sifat yang diseleksi banyak terdapat dalam populasi dan tidak efektif bila
sifat tersebut jarang. Sering dikatakan bahwa kemajuan seleksi mula – mula
tepat tetapi kemudian menurun pada generasi yang lebih lanjut. Ternyata hal ini
tidak demikian. Apabila suatu sikap yang disukai jarang terdapat dalam populasi
(frekuensi rendah), kemudian diseleksi dengan intensitas yang tetap dari
generasi ke generasi maka generasi permulaan kemajuan seleksi amat lambat.
Tetapi pada generasi yang lebih lanjut frekuensi gen yang diseleksi dalam
populasi bertambah sehingga kemajuan seleksi dalam populasi bertambah sehingga
kemajuan seleksi makin cepat sampai mencapai maksimum kemudian menurun lagi.
V. KESIMPULAN
1.
Frekuensi alel A:a yang bervariasi menunjukkan walau
perbandingan genotipnya bervariasi hasilnya tetap sesuai dengan hukum
Hardy-Weinberg.
2.
Pada perlakuan seleksi lengkap dan tidak lengkap
frekuensi alel aa akan semakin menurun.
3.
Hasil praktikum yang mendekati teori yakni pada frekuensi 0,4 : 0,6, dimana
alel a pada tiap generasinya semakin menurun.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2010. Hukum Hardy-Weinberg. <http://www.tpb.ipb.ac.id/files/materi/bio100/
Materi/hardy-weinberg.html>. Diakses tanggal 20 Oktober
2013.
Boer, D. 2007. Analisis
sitem perkawinan tanaman jati Sulawesi Tenggara menggunakan marka mikrosatelit.
Jurnal Ilmiah Kehutanan RIMBA 11:66-76.
Crowder, L.V. 2006.
Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Guo, Sw; Thompson, Ea (Jun 1992).
"Performing the exact test of Hardy-Weinberg proportion for multiple
alleles.". Biometrics 48 (2): 361–72.
Mangoendidjojo, W. 2003.
Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.
Takdir, A.M., Sunarti S., Mejaya J. M. 2008.
Pembentukan Varietas Jagung Hibrida. Balai Penelitian
Tanaman Serealia, Maros.
Wicaksana, N. 2001. Phenotypic performance and several
genetic parameters of 16 genotypes of potato at medium wet land. Zuriat 12:
15-21.
Yatim, W. 1996. Genetika. Tarsito, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar