Jumat, 31 Oktober 2014

SIMULASI SELEKSI PADA POPULASI TANAMAN MENYERBUK SILANG

I.              PENDAHULUAN

a.    Latar Belakang
Analisis genetik penting bagi pemulia tanaman dalam pengembangan varietas baru dan mencari varietas-varietas unggul. Suatu varietas tanaman baru yang dikembangkan oleh pemulia tanaman merupakan modifikasi dari suatu populasi. Pengertian tentang susunan genetik populasi dan kekuatan yang mengubah frekuensi gen berguna dalam mempertahankan suatu konsentrasi gen yang diinginkan. Pada awal 20, Yule menyatakan bahwa alel dominan, tidak peduli frekuensi awal dalam populasi, akan mencapai keseimbangan yang stabil terdiri dari tiga individu dominan dengan satu individu resesif setelah beberapa generasi saling kawin (intermating). Hardy di Inggris dan Weinberg di Jerman membuktikan kekeliruan teori ini dengan memperlihatkan bahwa frekuensi gen tidak tergantung pada keadaan dominan atau resesif tetapi dapat stabil dari suatu generasi ke generasi lainnya. Pandangan Hardy dan Weinberg ini menimbulkan suatu cabang ilmu baru yang disebut genetika populasi (Crowder, 2006).

Pada dasarnya tanaman penyerbuk silang adalah heterozigot dan heterogenus. Satu individu dan individu lainnya genetis berbeda. Karena keragaman genetis yang umumnya cukup besar dibanding dengan tanaman penyerbuk sendiri dalam menentukan kriteria seleksi diutamakan pada sifat ekonomis yang terpenting dulu, tanpa dicampur aduk dengan sifat – sifat lain yang kurang urgensinya. Pengertian yang bertalian dengan keseimbangan Hardy-Weinberg pengertian mengenai silang dalam, macam – macam gen dan sebagainya sangat membantu memahami sifat – sifat tanaman penyerbuk silang dan metode – metode seleksinya.
Banyaknya genotipe suatu keturunan hasil perkawinan bisa diduga dan diperhitungkan, hanya ketepatan peramalan sangat tergantung pada beberapa faktor misalnya jumlah lokus serta alel yang dimiliki, genotipe orang tua serta banyaknya gamet yang dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya. Keturunan – keturunan tersebut semakin banyak, akan merupakan suatu populasi genetis yang semakin berkembang karena adanya persilangan antara individu – individunya. Dalam perkembangannya, mungkin suatu populasi akan menjadi lebih baik atau sebaliknya, sesuai dengan perubahan komposisi gen yang dimilikinya.

b.   Tujuan
1.      Mengetahui komposisi genetik dari populasi tanaman menyerbuk silang dan segregasi dari keturunannya.
2.      Mengetahui pengaruh seleksi terhadap perubahan komposisi genetik dalam populasi.





II.                TINJAUAN PUSTAKA
Macam-macam seleksi yang digunakan dalam pemuliaan tanaman menyerbuk silang, diantaranya ialah seleksi massa dan seleksi ear to row. Seleksi massa adalah pemilihan individu secara visual untuk karakter-karakter yang diinginkan. Seleksi massa tidak melibatkan evaluasi famili. Seleksi massa dapat dijadikan dasar untuk domestikasi tanaman menyerbuk silang dan dasar pemeliharaan bentuk asal (true type) dari spesies tanaman yang menyerbuk silang, sebelum dikembangkan program perbaikan tanaman. Keuntungan seleksi massa antara lain: sangat sederhana dalam pelaksanaannya, mampu untuk mengadakan penarikan contoh dari suatu populasi yang cukup besar, merupakan cara seleksi yang relatif termurah dalam hal pembiayaan dalam hal pembiayaan per unit waktu atau siklus seleksi, serta hasil dari seleksi massa merupakan populasi yang dapat digunakan sebagai varietas bersari bebas (open pollinated variety) (Takdir et al, 2008).
Pada hakikatnya, setiap metode seleksi bergantung kepada nilai heretabilitas dari sifat tanaman yang akan diperbaiki. Macam seleksi tentunya akan mendapatkan hasil yang berbeda kualitas antara satu metode dengan metode lainnya. Terdapat kelebihan dan kekurangan dalam masing-masing metode. Ada anggapan yang menyatakan bahwa seleksi massa tidak efektif untuk perbaikkan hasil. karena hanya tanaman-tanaman yang memperlihatkan keturunan (baris) yang baik saja yang dipilih sebagai tetua untuk siklus seleksi berikutnya. Variabilitas genetik yang luas merupakan salah satu syarat keberhasilan seleksi terhadap karakter yang diinginkan juga nilai rata-rata yang tinggi. Tetapi dengan melihat variabilitas genetik saja sangat sulit untuk mempelajari suatu karakter. Untuk itu diperlukan parameter genetik lain, seperti heritabilitas (Wicaksana, 2001).
Pada tanaman yang penyerbukan dan pembuahannya bersilang (cross-pollinated crops atau tanaman allogam) dikenal adanya perkawinan acak (random mating atau panmixia). Random mating adalah suatu perkawinan di mana tiap individu dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk kawin dengan individu lain dalam populasi tersebut. Untuk mengetahui proporsi atau komposisi populasi yang berasal dari suatu populasi asal yang mengalami random mating, perlu diketahui batasan mengenai frekuensi gen dan frekuensi genotip. Komposisi atau struktur populasi setelah mengalami random mating akan mengikuti hukum Hardy-Weinberg yang menyatakan bahwa: “Bila tidak ada faktor-faktor yang berpengaruh pada suatu populasi dan populasi tersebut mengalami random mating secara terus-menerus dari generasi ke generasi berikutnya, frekuensi gen dan genotipnya tidak mengalami perubahan setelah satu kali mengalami random mating.” Artinya, suatu generasi 100% digantikan oleh generasi yang baru setelah random mating berlangsung(Mangoendidjojo, 2003).
Hukum Hardy-Weinberg memudahkan kita untuk menentukan apakah asumsi di atas terpenuhi dan apakah suatu populasi berada dalam keseimbangan yang stabil frekuensi alelnya. Dengan membandingkan frekuensi alel dalam populasi pada lokasi berbeda, kita dapat menentukan apakah terjadi penyimpangan dari keseimbangan. Kemudian kita dapat meneliti gaya-gaya yang menyebabkan penyimpangan tersebut. Hardy-Weinberg sadar bahwa keseimbangan allele dalam suatu populasi dapat digambarkan dengan rumus sederhana, penjabaran binomial (Crowder, 2006).
Struktur genotipe dari satu populasi tanaman ditentukan oleh sistem perkawinan, dengan demikian analisis untuk menduga parameter-parameter sistem perkawinan dari suatu analisis struktur genotype perlu dilakukan seperti pendugaan derajat penyerbukan sendiri (selfing rate) dan lawannya derajat penyerbukan silang (outcrossing rate) serta besarnya silang dalam (inbreeding). Parameter-parameter tersebut sangat penting untuk diketahui terutama dalam menyusun program pemuliaan serta konservasi yang akan dilakukan (Boer, 2007).
Variabilitas genetik yang luas merupakan salah satu syarat keberhasilan seleksi terhadap karakter yang diinginkan juga nilai rata-rata yang tinggi. Tetapi dengan melihat variabilitas genetik saja sangat sulit untuk mempelajari suatu karakter. Untuk itu diperlukan parameter genetik lain, seperti heritabilitas (Santoto dan Suprihatno, 1996. cit. Wicaksana, 2001).
Alel ialah gen yang terletak pada lokus yang sama, memiliki pekerjaan yang sama persis, hampir sama atau berlawanan tapi untuk satu tugas tertentu. Misalnya ada gen A yang berperanan untuk menumbuhkan karakter pigmentasi kulit secara normal, lalu gen itu mengalami mutasi sehingga tak mampu mengadakan pigmentasi secara normal, atau tak bisa sama sekali. Gen A yang bermutasi itu kini diberi simbol a, karena karakter yang ditumbuhkannya bersifat resesif, artinya kalau sama terdapat pada satu tubuh dengan gen A ,ia akan ditutupi atau dikalahkan.Gen A itu disebut dominan terhadap a.Kedua gen A dan a masih terletak pada lokus yang sama.Gen-gen yang terletak pada lokus yang sama sedangkan pekerjaannya agak berbeda tapi untuk tugas tertentu disebut alel,dan kata sifatnya sealel.A sealel dengan a,A disebut alel dominan dan a alel resesif (Yatim,1996).


III.        METODOLOGI
Praktikum Simulasi Seleksi Pada Populasi Tanaman Menyerbuk Silang dilakukan pada hari Rabu tanggal 16 Oktober 2013, di laboratorium  Pemuliaan Tanaman Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Adapun bahan uji yang digunakan adalah kancing baju yang berwarna Putih dan hitam. Alat yang digunakan meliputi kantong plastik hitam dan pencatat data.
            Cara kerja dibagi menjadi dua bagian yakni pembuktian hukum Hardy-Weinberg, 2 kantong plastik masing-masing diisi 64 butir kancing terdiri dari 32 warna hitam dan 32 warna putih, gen hitam menggambarkan alel A dan putih alel a. Diambil secara acak kemudian dicatat genotipenya diulangi sampai 64 kali. Tiap pengambilan kancing harus dikembalikan ke dalam kantong dan dibuat table genotipe, observed (E), data O-E, (O-E)2 dan (O-E)2/E kemudian dihitung dengan rumus menurut Hukum Hardy-Weinberg. Langkah selanjutnya sama dengan prosedur diatas tapi frekuensi alel A:a =p :q = 0,75 :0,25, 0,25:0,75, 0,8:0,2, 0,2:0,8, 0,4;:0,6, 0,6:0,4, dan 0,5:0,5
            Percobaan selanjutnya adalah pengaruh seleksi terhadap perubahan frekuensi gen . Bagian pertama adalah tidak ada seleksi
1.      Generasi 1 : 64 kancing hitam dicampur sebagai populasi awal dan 64 putih sesuai perbandingan genotipe 16 AA : 32 Aa : 16 aa, dimasukkan kedalam kantong. Diambil lagi isi kantong dengan populasi yang sama. Kemudian 2 kancing dari masing-masing kantong dicatat genotipe tersebut yang merupakan individu-individu yang disilangkan dan dari persilangan dihasilkan 4 keturunan. Dibuat persilangan sebanyak 16 kali. Dihitung jumlah masing-masing persilangan dan dibuat tabel.
2.      Generasi 2 : Populasi baru dibentuk dengan perbandingan genotipe sesuai dengan genotipe yang diperoleh pada generasi 1 dan dilanjutkan sampai generasi ke 5 kemudian dibuat grafik frekuensi gen resesif (a) dari generasi 1 sampai 5.
Bagian kedua adalah terjadi seleksi lengkap
1.      Generasi 1 : Dibuat populasi dengan frekuensi gen p (A0 = q (a) = 0,5, kemudian dibuat persilangan seperti pada percoban a (16 kali persilangan masing-masing menghasilkan 4 keturunan). Dan untuk menunjukkan adanya seleksi lengkap terhadap homozigot resesif maka tiap persilangan yang salah satu orang tuanya atau kedua orang tuanya homozigit resesif (aa) tidak dicatat, dibuat 16 kali persilangan dan dicatat sebagai generasi satu.
2.      Generasi 2 ; Dibentuk populasi dengan susunan genotipe yang diperoleh dari generasi satu. Percobaan dilanjutkan sampai generasi 5 kemudian dibuat grafik frekuensi alel a dari generasi 1 sampai 5.
Bagian ketiga adalah seleksi tak lengkap yakni dengan dibuat populasi frekuensi gen p (A) = q (a) = 0,5 dan dilakukan persilangan seperti sebelumnya. Adanya seleksi tak lengkap diperlihatkan dengan persilngan yang salah satu orang tua atau kedua orang tuanya mempunyai genotipe aa, hanya menghasilkan 2 keturunan sedangkan persilangan yang normal menghasilkan 4 keturunan. Kemudian dilanjutkan sampai jumlah keturunan seluruhnya = 64 apabila jumlah keturunan telah mencapai 62 dan persilangan yang terakhir menghasilkan 4 keturunan maka hanya 2 saja yang dicatat sehingga jumlah keturunanya seluruhnya 64. Ditentukan susunan genotipe dan frekuensi gen yang diperoleh setelah terjadi persilangan. Percobaan dilanjutkan sampai generasi 5 dan buat grafik frekuensi alel a seperti pada percobaan a dan b.





IV.        HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

A.  Hasil Pengamatan

1.      Pembuktian Hukum Hardy-Weinberg
Frekuensi Alel
χ2 hit
χ2 tabel
Keterangan
A
a
0,5
0,5
2.00
5.99
ns
0,75
0,25
1.78
5.99
ns
0,25
0,75
1.40
5.99
ns
0,8
0.14
5.99
ns
0,8
0,2
0.92
5.99
ns
0,4
0,6
13.47
5.99
*
0,6
0,4
0.06
5.99
ns

Kesimpulan : karena c2hit < c2 tabel , maka percobaan ini sudah sesuai dengan hukum Hardy-Weinberg, akan tetapi pada frekuensi alel 0,4 : 0,6 beda nyata.

B.  Pembahasan
Pada praktikum Simulasi Seleksi Pada Populasi Tanaman Menyerbuk Silang dilakukan pembuktian terhadap hukum Hardy-Weinberg dan perlakuan seleksi terhadap populasi tanaman menyerbuk silang. Tanaman penyerbuk silang adalah tanaman menyerbuk silang. Dalam hal ini organ kelamin jantan dan organ kelamin betina terletak pada bunga yang berbeda, dalam satu tanaman atau lain tanaman. Contoh dari tanaman menyerbuk silang yaitu jagung, jarak, kelapa, salak dan vanili. Bahan yang digunakan dalam praktikum adalah kancing yang berwarna hitam menggambarkan gen A (dominan), sedangkan kancing yang berwarna putih menggambarkan gen a (resesif). Dalam perlakuan praktikum ini kancing yang sudah diambil dalam persilangan harus dikembalikan lagi ke dalam polibag agar perbandingan antar gen dalam satu generasi tidak berubah. Kancing harus dicampur ataupun diaduk secara merata dan sebelumnya juga dilakukan pengocokan. Tujuannya agar pengambilan kancing benar terjadi secara random, dan peluang masing-masing kancing untuk terambil adalah sama.
Pada praktikum A (Pembuktian Hukum Hardy-Weinberg) didapatkan hasil berupa X2 hitung< X2tabel pada semua perbandingan frekuensi alel kecuali perbandingan 0,4 : 0,6 berupa X2 hitung> X2tabel (I. Frekuensi alel A:a = 0,5:0,5  ; II. Frekuensi alel A:a = 0,75:0,25  ; III. Frekuensi alel A:a = 0,25:0,75 ; IV. Frekuensi alel A:a = 0,2:0,8 ; V. Frekuensi alel A:a = 0,8:0,2 ; VI. Frekuensi alel A:a = 0,4:0,6 ; VII. Frekuensi alel A:a = 0,6:0,4). Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan genotip yang diamati sesuai dengan hukum Hardy-Weinberg. Perbandingan alel akan tetap atau dengan kata lain komposisi genetik setelah persilangan buatan tetap sesuai dengan perbandingan komposisi genetik dari alel-alel dalam populasi awal.
Pada tanaman yang penyerbukan dan pembuahannya bersilang (cross-pollinated crops atau tanaman allogam) dikenal adanya perkawinan acak (random mating atau panmixia). Random mating adalah suatu perkawinan di mana tiap individu dalam populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk kawin dengan individu lain dalam populasi tersebut. Untuk mengetahui proporsi atau komposisi populasi yang berasal dari suatu populasi asal yang mengalami random mating, perlu diketahui batasan mengenai frekuensi gen dan frekuensi genotip. Frekuensi gen adalah proporsi suatu alel yang terdapat dalam suatu populasi, sedangkan frekuensi  genotipe adalah proporsi suatu genotipe yang terdapat dalam populasi tersebut (Mangoendidjojo, 2003). Frekuensi gen pada generasi keturunan tidak tergantung dari frekuensi genotipe orang tuanya tetapi tergantung dari frekuensi gen orang tuanya.

Grafik 1. Frekuensi Relatif Alel a dalam Lima Generasi pada Frekuensi Awal 0,5 : 0,5
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa pada perlakuan tanpa seleksi frekuensi alel a mengalami kenaikan dari generasi awalnya. Hal ini sesuai dengan teori Hardy-Weinberg yang mengatakan bahwa pada percobaan tanpa seleksi semakin lama frekuensi alel a akan semakin meningkat. Pada perlakuan seleksi lengkap, frekuensi alel a semakin menurun dari generasi ke-1 sampai generasi ke-4, namun pada generasi ke-5 mengalami sedikit kenaikan. Pada perlakuan seleksi tidak lengkap, dari generasi ke-2 mengalami kenaikan, namun pada generasi ke-3 dan ke-4 naik, sampai generasi ke-5 turun lagi.Hal tersebut dapat disebabkan ketika pengambilan kancing tidak secara acak. Ini tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada seleksi lengkap dan seleksi tidak lengkap, frekuensi alel a akan mengalami penurunan pada tiap generasi.

Grafik 2. Frekuensi Relatif Alel a dalam Lima Generasi pada Frekuensi Awal 0,75 : 0,25
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pada perlakuan tanpa seleksi frekuensi alel a mengalami penurunan dari generasi ke-1 sampai generasi ke-5. Hal ini tidak sesuai dengan teori Hardy-Weinberg, karena seharusnya pada percobaan tanpa seleksi semakin lama frekuensi alel a akan semakin meningkat. Pada perlakuan seleksi lengkap, frekuensi alel a semakin menurun dari generasi ke-1 sampai generasi ke-3, namun pada generasi ke-4 sampai generasi ke-5 mengalami kenaikan. Pada perlakuan seleksi tidak lengkap, dari generasi ke-1 sampai generasi ke-5 frekuensi alel a naik, hal ini tidak sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada seleksi lengkap dan seleksi tidak lengkap  frekuensi alel a seharusnya mengalami penurunan pada tiap generasi.
Grafik 3. Frekuensi Relatif Alel a dalam Lima Generasi pada Frekuensi Awal 0,25 : 0,75
Pengaruh Seleksi terhadap Perubahan Frekuensi Gen seleksi lengkap didapat hasil bahwa alel a dari generasi ke 1 sampai ke 5 mengalami fluktuasi. Hal ini tidak sesuai dengan teori karena adanya faktor pembatas yang menyebabkan beberapa macam pasangan gen tidak dihitung atau juga adanya perkawinan salah satu tetua ataupun kedua tetuanya dengan alel yang homozigot reresif hanya akan menghasilkan dua keturunan sedangkan jika tanpa seleksi individu yang dihasilkan empat keturunan. Sehingga tidak sesuai dengan Hukum Hardy-Weinberg. Namun untuk seleksi lengkap dan tidak lengkap dapat dikatakan sudah sesuai dengan teori karena mengalami penurunan.

Grafik 4. Frekuensi Relatif Alel a dalam Lima Generasi pada Frekuensi Awal 0,2 : 0,8
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pada perlakuan tanpa seleksi frekuensi alel a mengalami peningkatan dari generasi awal sampai generasi ke-4, akan tetapi turun pada generasi ke-5. Hal ini tidak sesuai dengan teori Hardy-Weinberg yang mengatakan bahwa pada percobaan tanpa seleksi semakin lama frekuensi alel a akan semakin meningkat. Pada perlakuan seleksi lengkap, frekuensi alel a semakin menurun dari generasi ke-1 sampai generasi ke-5. Pada perlakuan seleksi tidak lengkap, dari generasi ke-1 sampai generasi ke-2 frekuensi alel a menurun, dar generasi ke-3 sampai ke-4 meningkat dan generasi ke-5 menurun. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada seleksi lengkap, frekuensi alel a akan mengalami penurunan pada tiap generasi. Akan tetapi pada seleksi tidak lengkap tidak sesuai dengan Hukum Hardy-Weinberg yang seharusnya setiap generasi menurun.



Grafik 5. Frekuensi Relatif Alel a dalam Lima Generasi pada Frekuensi Awal 0,8 : 0,2
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pada perlakuan tanpa seleksi frekuensi alel a mengalami penurunan dari generasi awalnya. Hal ini tidak sesuai dengan teori Hardy-Weinberg yang mengatakan bahwa pada percobaan tanpa seleksi semakin lama frekuensi alel a akan semakin meningkat. Pada perlakuan seleksi lengkap, frekuensi alel a semakin naik dari generasi ke-1 sampai generasi ke-5. Pada perlakuan seleksi tidak lengkap, dari generasi ke-1 sampai generasi ke-5 frekuensi alel a  juga mengalami kenaikan, hal ini tidak sesuai karena seharusnya terus menurun. Hal ini bisa disebabkan oleh kurangnya pengacakan yang dilakukan saat mengambil kancing dari kantong plastik sehingga kancing belum tercampur merata sehingga tidak terjadi random mating secara sempurna.

Grafik 6. Frekuensi Relatif Alel a dalam Lima Generasi pada Frekuensi Awal 0,4 : 0,6
Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa pada perlakuan tanpa seleksi frekuensi alel a mengalami penurunan dari generasi ke-1 sampai ke-2, dan mengalami kenaikan dari generasi ke-2 sampai generasi ke-3, namun mengalami penurunan lagi sampai generasi ke-5. Hal ini tidak sesuai dengan teori Hardy-Weinberg, karena seharusnya pada percobaan tanpa seleksi semakin lama frekuensi alel a akan semakin meningkat. Pada perlakuan seleksi lengkap, frekuensi alel a semakin menurun dari generasi ke-1 sampai generasi ke-5. Pada perlakuan seleksi tidak lengkap, dari generasi ke-1 sampai generasi ke-5 frekuensi alel a menurun, hal ini sudah sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa pada seleksi lengkap dan seleksi tidak lengkap, frekuensi alel a akan mengalami penurunan pada tiap generasi.

Grafik 7. Frekuensi Relatif Alel a dalam Lima Generasi pada Frekuensi Awal 0,6 : 0,4
Dari grafik di atas, gen dengan frekuensi alel a awal 0,6 : 0.4 dengan perlakuan Tanpa Seleksi diperoleh hasil alel a dari generasi ke-1 sampai ke-3 mengalami peningkatan, namun setelah mencapai generasi ke-4 dan ke-5 frekuensi alel a mengalami penurunan. Hasil yang didapat dalam percobaan tidak sesuai dengan teori karena seharusnya hasil alel a dari generasi ke-1 sampai ke-5 mengalami peningkatan terus bukan penurunan. Hal ini dapat disebabkan oleh kurangnya pengadukan yang dilakukan saat mengambil kancing dari kantong plastik sehingga kancing belum tercampur merata sehingga tidak terjadi random mating secara sempurna. Pada perlakuan seleksi lengkap diperoleh hasil bahwa alel a dari generasi ke-1 sampai ke-5 mengalami penurunan. Hasil yang didapat dalam percobaan dengan teori karena hasil alel a dari generasi ke-1 sampai ke-5 mengalami penurunan, sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi random mating secara sempurna. Pada percobaan dengan perlakuan seleksi tidak lengkap diperoleh hasil bahwa alel a dari generasi ke-1 sampai ke-5 terus turun. Hasil yang didapat dalam percobaan tidak sesuai dengan teori karena terdapat faktor pembatas yang menyebabkan beberapa macam pasangan gen tidak dihitung atau juga adanya perkawinan salah satu tetua ataupun kedua tetuanya dengan alel yang homozigot resesif hanya akan menghasilkan dua keturunan sedangkan jika tanpa seleksi individu yang dihasilkan empat keturunan.
Dari kasus grafik di atas,  dapat dikatakan hampir berbeda pada semua frekuensi untuk persebaran seleksinya hampir tidak merata dengan sedikit sedikit kenaikan pada generasi ke 3 dalam tanpa seleksi. Namun untuk keseluruhan sudah dapat dikatakan cukup relevan, karena hampir mengalami penurunan dari generasi ke-1 sampai generasi ke-5.
Frekuensi genotipe dapat berubah sedangkan frekuensi gennya tetap. Ini disebabkan dalam populasi tersebut belum ada dalam keseimbangan (equilibrium), tetapi pada generasi selanjutnya frekuensi gen dan genotipenya akan selalu konstan. Populasi bisa mencapai equilibrium bila tak ada gaya – gaya yang dapat mengubah frekuensi gen. Faktor – faktor yang penting yang mengubah equilibrium adalah seleksi, mutasi dan migrasi. Pada praktikum ini faktor yang mengubah equilibrium adalah seleksi.
Bagi pemulia tanaman faktor seleksi merupakan hal penting. Seleksi ini dapat terjadi secara alamiah maupun buatan (dilakukan oleh manusia). Secara alam, misalnya, suatu individu mempunyai keturunan yang lebih sedikit dibandingkan rata–rata individu yang lain sehingga frekuensinya semakin berkurang. Kecepatan perubahan gen ini tergantung dari :
1.    Intensitas seleksi (banyaknya individu yang diseleksi).
2.    Frekuensi gen yang diseleksi.
3.    Sifat gen yang diseleksi, dominan atau resesif.
Seleksi dengan intensitas tertentu akan lebih efektif bila sifat yang diseleksi banyak terdapat dalam populasi dan tidak efektif bila sifat tersebut jarang. Sering dikatakan bahwa kemajuan seleksi mula – mula tepat tetapi kemudian menurun pada generasi yang lebih lanjut. Ternyata hal ini tidak demikian. Apabila suatu sikap yang disukai jarang terdapat dalam populasi (frekuensi rendah), kemudian diseleksi dengan intensitas yang tetap dari generasi ke generasi maka generasi permulaan kemajuan seleksi amat lambat. Tetapi pada generasi yang lebih lanjut frekuensi gen yang diseleksi dalam populasi bertambah sehingga kemajuan seleksi dalam populasi bertambah sehingga kemajuan seleksi makin cepat sampai mencapai maksimum kemudian menurun lagi.



V.  KESIMPULAN
1.      Frekuensi alel A:a yang bervariasi menunjukkan walau perbandingan genotipnya bervariasi hasilnya tetap sesuai dengan hukum Hardy-Weinberg.
2.      Pada perlakuan seleksi lengkap dan tidak lengkap frekuensi alel aa akan semakin menurun. 
3.      Hasil praktikum yang mendekati  teori yakni pada frekuensi 0,4 : 0,6, dimana alel a pada tiap generasinya semakin menurun.



DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Hukum Hardy-Weinberg. <http://www.tpb.ipb.ac.id/files/materi/bio100/ Materi/hardy-weinberg.html>. Diakses tanggal 20 Oktober 2013.

Boer, D. 2007. Analisis sitem perkawinan tanaman jati Sulawesi Tenggara menggunakan marka mikrosatelit. Jurnal Ilmiah Kehutanan RIMBA 11:66-76.

Crowder, L.V. 2006. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Guo, Sw; Thompson, Ea (Jun 1992). "Performing the exact test of Hardy-Weinberg proportion for multiple alleles.". Biometrics 48 (2): 361–72.

Mangoendidjojo, W. 2003. Dasar-Dasar Pemuliaan Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.

Takdir, A.M., Sunarti S., Mejaya J. M. 2008. Pembentukan Varietas Jagung Hibrida. Balai Penelitian Tanaman Serealia, Maros.

Wicaksana, N. 2001. Phenotypic performance and several genetic parameters of 16 genotypes of potato at medium wet land. Zuriat 12:  15-21.


Yatim, W. 1996. Genetika. Tarsito, Bandung.

Tidak ada komentar: