I.
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Pestisida
kimia merupakan salah satu upaya pengendalian hama. Penggunaan pestisida kimia
tersebut dilakukan dengan cara penyemprotan (untuk formulasi cair), pengabutan (untuk
formulasi serbuk) maupun penebaran (untuk formulasi granuler). Penggunaan
pestisida kimia disukai petani karena hasilnya dapat segera dilihat,
pelaksanaannya mudah dan praktis serta dapat dibeli dengan mudah di toko/kios
sarana pertanian di pedesaan. Walaupun pestisida kimia ini merupakan bahan
kimia yang berbahaya dan beracun bagi kesehatan petani, konsumen, musuh alami
dan bagi lingkungannya. Oleh karena itu, penggunaan pestisida oleh petani harus
hati-hati, bijaksana dan dibatasi serta aplikasinya mengikuti prinsip 5 tepat
yaitu tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, tepat sasaran, tepat waktu serta tepat
tempat.
Berbagai keterbatasan kesadaran,
pengetahuan dan akses informasi penggunaan bagi petani sering kali tidak benar,
tidak tepat dan membahayakan kesehatan petani, masyarakat dan lingkungan,
memunculkan fenomena resistensi dan resurjensi hama dan lingkungan yang pada
akhirnya dapat mengakibatkan kegagalan kegiatan perlindungan tanaman. Kurangnya
pengetahuan bagi penjual pestisida turut menambah tingkat bahaya penggunaan
pestisida kimia. Selain itu, adanya praktek aplikasi pestisida yang berlebihan
yang banyak dilakukan petani pada tanaman pangan, holtikultura dan perkebunan
mendorong perlunya pengarahan mengenai cara penggunaan pestisida secara
bijaksana yang dilandasi prinsip-prinsip dan teknologi Pengendalian Hama
Terpadu (PHT) yang berwawasan kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup, sehingga
keberadaan hama dilapangan bisa dikendalikan dengan baik tanpa mengurangi
kualitas maupun kuantitas produk pertanian yang dihasilkan.
- Tujuan Praktikum
1.
Mengenal beberapa
jenis pestisida dan senyawa semiokimia berdasarkan nama dagang, formulasi, dan
nama bahan aktif.
2.
Mengenal beberapa
alat dan perlengkapan aplikasi pestisida dan senyawa semiokimia.
II. TATA CARA
PRAKTIKUM
Praktikum
Dasar-dasar Ilmu Hama Tanaman acara 4
yakni tentang Pengenalan Pestisida dan Semiokimia: Macam Dan Formulasi, yang
dilaksanakan pada hari Jumat, 12 April 2013 di laboratorim Entomologi Terapan,
Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan yang digunakan
beberapa pestisida komersial dan alat-alat aplikasi dari pestisida
tersebut.
Pengamatan
dilakukan dengan mencatat nama dagang, nama bahan aktif, formulasi dan
organisme sasaran kemudian dideskripsikan apa yang telah kita catat. Setelah
selesai, kemudian dilakukan pengamatan yang kedua yakni mengenai alat-alat
aplikasi pestisida. Dideskripsikan nama, cara penggunaan dan jenis atau formulasi pestisida yang dapat
dilakukan dengan alat tersebut.
III.
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Teknik
pengendalian hama yang banyak dilakukan adalah teknik pengendalian kimiawi
yaitu dengan menggunakan pestisida. Pestisida, dalam hal ini insektisida,
merupakan salah satu agens pengendali hama. Masalah pestisida saat ini mendapat
perhatian yang serius karena menimbulkan masalah yaitu resistensi, resurjensi,
dan bahaya terhadap kesehatan dan lingkungan, disamping memberi manfaat dalam
menyelamatkan hasil pertanian (Pimentel, 1978).
Pestisida
sebelum siap digunakan harus diformulasikan terlebih dahulu. Pestisida dalam
bentuk murni biasanya diproduksi oleh pabrik bahan dasar, kemudian dapat
diformulasikan sendiri atau dikirim ke formulator lain. Kemudian oleh
formulator baru diberi nama dagang sesuai dengan keinginannya. Berikut ini
beberapa formulasi pestisida yang sering dijumpai (Sudarmo, 1988):
1.
Cairan emulsi (ec)
Pestisida
golongan ini disebut bentuk cairan emulsi karena berupa cairan pekat yang dapat dicampur dengan air dan akan
membentuk emulsi.
2.
Butiran (granuler) (g)
Komposisi
pestisida butiran biasanya terdiri atas bahan aktif, bahan pembawa yang terdri atas talek dan kuarsa serta
bahan perekat. Aplikasi pestisida butiran lebih mudah bila dibanding dengan
formulasi lain.
3.
Debu (dust)
Komposisi
pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas bahan aktif dan zat pembawa
seperti talek. Pestisida formulasi debu kurang banyak digunakan karena kurang efisien.
4.
Tepung (powder) (sp)
Komposisi
pestisida formulasi tepung, pada umumnya terdiri atsa bahan aktif dan zat
pembawa seperti tanah liat atau talek (biasanya 50 – 70%). Biasanya dibelakang
nama dagang tercantum singkatan WP atau WSP.
5.
Oli (oil)
Biasa
dikenal dengan singkatan SCO. Biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti
xylem, korosen, atau aminoester.
6.
Fumigansia (fumigant)
Pestisida
ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan gas, bau, asap, uap yang berfungsi
untuk membunuh hama. Biasanya digunakan di gudang penyimpanan.
Tingkat
sosial ekonomi, pengetahuan, persepsi dan perilaku penanganan pestisida petani
rata-rata tinggi. Tingkat sosial ekonomi petani berhubungan nyata dan
berpengaruh kecil terhadap pengetahuan, persepsi dan perilaku penanganan
pestisida. Pengetahuan tentang pestisida berhubungan nyata dan berpengaruh
besar terhadap persepsi dan perilaku penanganan pestisida. Persepsi tentang
pestisida berhubungan nyata dan berpengaruh besar terhadap perilaku penanganan
pestisida (Rarkr, 2005).
Dilihat dari
cara masuknya (mode of entry) ke dalam tubuh serangga insektisida dapat
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu racun
perut, racun kontak, dan fumigan
(Susi, 2012):
a. Racun Perut (stomach poison)
Insektisida
memasuki tubuh serangga melalui saluran pecernaaan makanan (perut). Serangga
terbunuh bila insektisida tersebut termakan oleh serangga. Jenis-jenis
insektisida lama umumnya merupakan racun perut, sedangkan insektisida modern
sangat sedikit yang merupakan racun perut.
b. Racun Kontak (contact poison)
Insektisida
memasuki tubuh serangga bila serangga mengadakan kontak dengan insektisida atau
serangga berjalan diatas permukaan tanaman yang telah mengandung insektisida.
Di sini insektisida masuk ke dalam tubuh serangga melalui dinding tubuh.
Insektisida modern pada umumnya merupakan racun kontak. Apabila permukaan
tanaman yang mengandung insektisida tersebut dimakan serangga, racun tersebut
juga memasuki tubuh serangga melalui saluran pencernaan. Contoh
insektisida racun kontak adalah BHC dan DDT.
c. Fumigan
Fumigan
merupakan insektisida yang mudah menguap menjadi gas dan masuk ke dalam tubuh
serangga melalui sistem pernafasan serangga atau sistem trachea yang kemudian
diedarkan ke seluruh jaringan tubuh. Karena sifatnya yang mudah menguap fumigan
biasanya digunakan untuk mengendalikan hama simpanan yang berada di
ruang atau tempat tertutup dan juga untuk mengendalikan hama yang
berada di dalam tanah. Contoh fumigan adalah hidrogen sianida (HCN), fosfin dan
metil bromida.
Berdasarkan
cara aksi atau cara masuknya pestisida dalam jasad sasaran (mode of action), ada beberapa kelompok
pestisida (Bertani, 2011), yaitu :
• Racun perut/lambung : bahan racun akan merusak dalam
jumlah besar dalam perut, usus atau sistem pencernaan jasad sasaran setelah
pestisida masuk tertelan.
• Racun kontak : pestisida yang bersifat membunuh
atau mengganggu perkembangbiakan bila racun mengenai jasad sasaran, baik secara
langsung mengenai tubuh sasarannya maupun karena tertinggal/menempel pada
permukaan daun/bagian tanaman atau pada tempat-tempat yang biasa disinggahi OPT
• Racun nafas : pestisida yang dapat meracuni jasad
sasaran karena terhisap atau masuk ke dalam sistem pernafasannya. Bahan racun
pestisida ini biasanya berbentuk gas atau bahan lain yang mudah menguap (fumigan)
• Racun syaraf : pestisida yang cara kerjanya
mengganggu sistem syaraf jasad sasaran
• Racun protoplasmik : racun yang bekerja dengan cara
merusak protein dalam sel tubuh jasad sasaran
• Racun sistemik : pestisida yang dapat masuk ke dalam
jaringan tanaman dan ditranslokasikan ke seluruh
bagian tanaman, sehingga bila dihisap, dimakan atau mengenai jasad
sasarannya bisa meracuni. Jenis tertentu masuk menembus jaringan tanaman
(translaminar).
A.
Pestisida
1.
Curacron 500 EC
Formulasi : Emulsifiable Concentrates
Cara aplikasi : disemprot dengan penggunaannya
ditambah air
Mode of action : racun pernafasan
Mode of entry : racun perut, fumigan
Curacron
pada tanaman bawang merah, hama sasaran adalah ulat grayak dengan dosis
aplikasi 1,5-3 ml/L . Tanaman jeruk hama sasaran adalah Diaphorina citri dengan dosis 0,5 – 1 ml/L. Tanaman kentang hama sasarannya Thrips sp. dengan dosis aplikasi 2 ml/L. Waktu aplikasi apabila populasi
hama sudah mencapai ambang pengendalian.
Formulasi
curacron terdiri dari bahan aktif yang diemulsikan dan pelarut. Formulasi ini
merupakan larutan pekat yang dapat diemulsikan dalam air. Penggunaannya perlu
dicampur dengan air sebagai pengencer, karenanya formulasi ini memiliki bahan
aktif yang tinggi. Formulasi ini bersifat fitotoksik pada beberapa jenis
tanaman dan pada keadaan tertentu, terutama pada tanaman bua-buahan bilat
penyemprotan dilakukan berturut-turut. Keuntungan formulasi ini antara lain
(DPTP, 1985) :
1)
Lebih efektif,
karena bahan aktifnya tinggi
2)
Lebih mudah merata,
sehingga hanya memerlukan sedikit pengadukan dalam pengenceran
2.
Termiban 400 EC
Formulasi : Emulsifiable Concentrates
Cara aplikasi : proses vakum tekan
Mode of action : racun pernafasan
Mode of entry : racun perut
Termiban
400 EC hama sasarannya rayap kayu kering Cryptotermes
sp. Dengan dosis aplikasi 0,25 % (1,35 kg/m³) dan rayap tanah dengan dosis
aplikasi 0,7 kg/m³. Waktu aplikasi apabila populasi hama sudah mencapai ambang
pengendalian. Formulasi Termiban sama dengan curacron.
3.
Decis 25 EC
Formulasi : Emulsifiable Concentrates
Cara aplikasi : penyemprotan volume
tinggi
Mode of action : racun pernafasan, saraf
Mode of entry : racun perut, racun kontak
Decis 25 EC pada tanaman bawang
merah, hama sasarannya ulat grayak (Spodoptera
exigua) dengan dosis 0,5 – 1 ml/L, untuk tanaman cabai, hama sasarannya Thrips sp., Dacus sp., dan Myzus persicae
dengan dosis aplikasi 0,1875-0,375 ml/L, sedangkan Spodoptera litura dengan dosis aplikasi 0,25-0,5 ml/L. Waktu
aplikasi apabila populasi hama sudah mencapai ambang pengendalian. Formulasi
decis sama dengan curacron dan termiban.
4.
Sevin 85 S
Formulasi : Solution Powder
Cara aplikasi : penyemprotan dengan
volume tinggi
Mode of action : racun pernafasan, saraf
Mode of entry : racun perut, fumigan
Insektisida racun kontak dan lambung berbentuk tepung
berwarna putih yang dapat disuspensikan, digunakan untuk mengendalikan hama
pada tanaman jagung, kacang tanah, kapas, kedelai, kelapa, kelapa sawit, kopi,
lada, tebu the dan tembakau (Hessan, 1996).
Tanaman jagung, hama sasarannya belalang Lacusta migrotoria dosis aplikasinya 1,5 kg/ha, ulat grayak
dosisnya 1-1,5 kg/ha. Pada tanaman kacang tanah hama sasaran perusak daun 1-1,5
kg/ha dan pada kelapa hama sasarannya penggerek batang dengan dosis aplikasi
1-2 kg/ha. Waktu aplikasi apabila populasi hama sudah mencapai ambang
pengendalian sesuai rekomendasi tempat.
Insektisida
racun kontak dan lambung untuk mengendalikan hama pada tanaman:
Jagung : Belalang Locusta migratoria, ulat grayak Spodoptera
litura
Kacang
tanah : Perusak daun Empoasca sp, Plusia chalcites, Stomopteryx
subsecivella
Kapas : Penggerek buah Earias sp, perusak daun Plusia chalcites, ulat grayak Spodoptera litura
Kedelai : Penggerek polong Etiella zinckenella, penggulung daun Lamprosema indicata, perusak daun Phaedonia inclusa, Plusia chalcites, ulat grayak Spodoptera
litura
Kelapa : Penggerek batang Rhynchoporus sp, penggerek pucuk Oryctes sp, perusak daun Artona catoxantha, kutu kapuk Aleurodicus destructor
Kelapa
sawit : Ulat api Setora nitens
Kopi : Bubuk buah Stephanoderes hampei, kutu hijau Coccus viridis, kutu putih Pseudococcus citri
Lada : Penghisap bunga Diplogomphus hewitti, penghisap buah Dasynus piperis
Tebu : Penggerek batang Phragmatocia castaneae
Teh : Penggulung daun dan pucuk Caloptilia theivora, Enarmonia leucostama, Homona coffearia
Tembakau : Ulat grayak Spodoptera litura
Formulasi savin adalah Solution Powder yang terdiri dari
dispersi partikel halus di dalam medium cair. Medium cair ini dapat berupa air
atau pelarut lainnya. Formulasi ini mudah larut karena bahan aktif padatnya mempunyai
daya larut yang sangat rendah (1000 ppm) di dalam cairan. Jika air digunakan
sebagai pelarut, formulasi pelarut, formulasi ini sama dengan formulasi WP.
Hanya saja ukuran partikel dari bahan aktif lebih kecil. Pestisida ini mudah
dan cepat disiapkan untuk suatu penyemprotan, tetapi perlu pengadukan atau
penambahan bahan anti pengendapan untuk mencegah terjadinya penggumpalan (DPTP,
1985).
5.
Confidor 200 SL
Formulasi : SL
Cara aplikasi : disemprot dengan diencerkan
Mode of action : racun pernafasan
Mode of entry : racun perut, racun kontak
Confidor 200 SL pada tanaman apel, hama sasaran kutu daun
dengan dosis aplikasi 0,125-0,25 ml/L, tanaman kapas dengan hama sasaran wereng kapas dengan dosis
aplikasi 50-100 ml/ha. Waktu aplikasi apabila populasi hama sudah mencapai
ambang pengendalian sesuai rekomendasi tempat.
6.
Confidor 5 WP
Formulasi : Wettable Powder
Cara aplikasi : penyemprotan volume
tinggi
Mode of action : racun pernafasan
Mode of entry : fumigan
Confidor 5 WP pada tanaman padi,
hama sasaran wereng coklat dengan dosis aplikasi 0,4-0,8 g/l, wereng hijau dan
wereng punggung putih dosis aplikasinya 600/air/ha. Pada tanaman semangka hama
sasarannya kutu daun Aphis sp. dan Thrips sp. dengan dosis aplikasi 0,5-1,0
g/l. Pada tembakau hama sasarannya Myzus
persicae dengan dosis aplikasi 0,4-0,8 g/l.
Formulasi WP terdiri dari campuran bahan aktif, agensia dispersi
dan pembasah serta bahan penyangga. Formulasi ini mirip dengan dengan tepung
embus, bedanya WP dengan air dan membentuk suspensi. Untuk mempertahankan
suspensi selama aplikasi diperlukan pengadukan dalam tangki sprayer. Keuntungan
formulasi ini adalah (DPTP, 1985) :
1) Kadar
bahan aktif cukup tinggi, umumnya lebih tinggi dari 50%
2) Bahan
padat dan mudah disiapkan
3) Serbaguna
penggunaannya, karena selain dapat disemprotkan (bila ditambahkan air) dapat
juga dicampur dengan tepung sebagai tepung embus.
7.
Furadan 3G
Formulasi : Granules (Butiran)
Cara aplikasi : penaburan
Mode of action : racun pernafasan
Mode of entry : racun perut, fumigan
Hama sasaran yaitu
nematoda pada tanaman jeruk dengan dosis aplikasi 30 kg/ha dan penggerek batang
pada padi dengan dosis aplikasi 5-10 gr/m². Waktu aplikasi apabila populasi
hama sudah mencapai ambang pengendalian sesuai rekomendasi tempat.
Formulasi granules kadar bahan aktif paling tinggi 10%. Bahan
aktif ini diikat oleh bahan penyangga dan dilepaskan secara berangsur-angsur
sedemikian rupa sehingga dapat masuk ke dalam tanaman melalui akar. Proses
pelepasan bahan aktif dipengaruhi oleh bahan penyangga , kelembaban dan tekstur
tanah (DPTP, 1985).
Komposisi bahan aktif biasanya berkisar 2-25 %, dengan ukuran
butiran 20-80 mesh. Aplikasi butiran lebih mudah dibandingkan dengan formulasi
lain (Sudarmo, 1988).
8.
Marsal 25 ST
Formulasi : ST
Cara aplikasi : penyemprotan volume
tinggi
Mode of action : racun pernafasan
Mode of entry : racun perut, kontak
Hama
sasaran yaitu ulat grayak pada tanaman bawang merah. Waktu aplikasinya apabila
intensitas serangan hama telah mencapai ambang
pengendalian.
9.
Regent 0,3 G
Nama bahan
aktif : Fipronil 0,3% (50 g/l)
Formulasi : Granules (Butiran)
Cara aplikasi : ditabur merata pada
tanaman
Mode of action : racun pernafasan
Mode of entry : racun perut, fumigan
Hama
penggerek batang pada tanaman padi dengan dosis aplikasi 10 kg/ha dan penggerek
pucuk Scirpophaga nivelia pada
tanaman tebu dengan dosis aplikasi 25-50 kg/ha.waktu aplikasi ketika tanaman
berumur 20 hari setelah tanam atau bersamaan dengan pemupukan susulan pertama
untuk padi.
Berikut
adalah nama tanaman dan hama sasarannya:
- Cabai :
Hama Thrips parvispinus, kutu
daun Myzus persicae
- Jagung : Belalang Locusta sp.
- Jeruk :
Kutu loncat Diaphorina citri
- Kacang panjang : Penggerek polong Maruca testulalis
- Kakao :
Hama penggerek buah Canopormopha
cramerella
- Kelapa sawit :
Rayap tanah Coptotermes curvignathus
- Kentang :
Hama trips Thrips parvispinus,
kutu daun Myzus persicae
- Kubis :
Perusak daun Plutella xylostella
- Semangka :
Hama trips Thrips sp
- Tebu :
Penggerek pucuk Scirpophaga nivella
- Jagung
: Semut Solenopsis germinate
- Padi :
Penggerek batang Tryporisha sp.
10. Applaud 10 WP
Formulasi : Wettable Powder
Cara aplikasi : penyemprotan
Mode of action : racun pernafasan
Mode of entry : racun kontak, fumigan
Hama sasaran yaitu wereng coklat pada tanaman padi dengan
dosis aplikasi 1 kg/ha. Waktu aplikasi apabila populasi hama sudah mencapai
ambang pengendalian sesuai rekomendasi tempat.
Formulasi Applaud sama dengan Confidor 5 WP. Komposisi pestisida
formulasi tepung, pada umumnya terdiri dari bahan aktif dan bahan pembawa
seperti tanah liat atau talek (biasanya 50-75%) (Sudarmo, 1988).
11. Spontan 400 SL
Formulasi : SL
Cara aplikasi : disemprot
Mode of action : racun pernafasan
Mode of entry : racun perut, fumigan
Hama sasaran yaitu penggerek batang pada padi
dengan dosis aplikasi 0,75-1,5 l/ha, lalat bibit pada kedelai dengan dosis
aplikasi 0,75-1 ml/l dan lalat penggorok daun pada kentang dengan dosis
aplikasi 0,5-1 ml/l. Waktu aplikasi dilakukan setelah terlihat adanya serangan
7 hari setelah tanam, pada kentang setelah terlihat adanya serangan.
12. Racumin 0,01 RB
Formulasi : Baits
Cara aplikasi : umpan
Mode of action : racun saraf
Mode of entry : racun perut, fumigan
Hama
sasarannya tikus. Waktu dan cara pelaksanaanya apabila ditemukan liang aktif
hingga umpan tidak dimakan lagi. Formulasi ini dibuat sedemikian rupa sehingga
dapat menarik hama sasaran dan membunuhnya pada saat formulasi tersebut
tertelan. Kadungan bahan aktif formulasi ini umumnya rendah yaitu kurang dari
5% (DPTP, 1985).
B.
Alat Pengendali Hama
1.
Knapsack sprayer
(Automatic sprayer)
keterangan : 1. Pipa saluran semprotan
2.
pengungkit
3. tangki
Formulasi bahan yang dapat di aplikasikan pestisida cair
(PW dan FW).
Knapsack automatic sprayer ini mempunyai prinsip kerja yang hampir mirip dengan sprayer biasa, namun kapasitasnya lebih
besar dan biasanya alat ini digunakan seperti tas punggung. Satu tangan
digunakan untuk mengungkit dan satu tangan lagi digunakan untuk memegang pipa
semprot yang dirahkan kesasaran/ tujuan penyemprotan (Djojosumarto, 2008).
Mekanisme kerja yaitu pestisida dimasukan ke
dalam tangki, kemudian tuas di pompa untuk menghasilkan udara bertekanan tinggi
yang akan disimpan dan akan keluar jika tuas/pengungkit tekan oleh tangan.
2.
Hand sprayer
1 2 3 keterangan : 1. Nozzle
4 2. Tempat memasukan cairan
5 3. Tombol penekan
4. pegangan
5. tangki
(dokumentasi) Formulasi
: pestisida cair
Alat
ini biasanya diguanakan untuk pestisida yang mempunyai formulasi EC dengan
bentuk cairan. Cara penggunaanya yakni dengan mengisi cairan campuran pestisida
ke dalam tangki, kemudian tutup bagian atas dan nozzle dapat diatur dengan cara
memutarnya agar semprotan dapat disesuaikan dengan jarak dan keperluan. Tekan
tombol yang terterah pada no. 3 maka cairan akan keluar.
3.
Soil injection
1
2 3 Keterangan
: 1. Pegangan
2. tangki
3. pipa runcing/ injector
(dokumentasi) formulasi : pestisida
cair yang tidak ditambah air
Alat ini diaplikasikan ke dalam tanah langsung bisa
diguanakan untuk pestisida dengan formulasi EC. Prinsip kerjanya yakni seperti
jarum suntik, namun yang menjadi objek bidikan adalah tanah yang terkena hama
yang terdapat dalam tanah.
4.
Micron ulva
(dokumentasi)
Alat
ini terlihat sederhana. Dengan ujung pipa yang memanjang dan terdapat lampu dan
tangki kecil. Mekanisme kerja yaitu ketika dinyalakan, maka mangkuk-mangkuk
kecil akan berputar. Lalu cairan ULV akan menetes dari tabung menuju mangkuk
dan terpental akibat gaya sentrifugal dan akan pecah membentuk partikel kecil.
5.
Emposan
1.
Handel
pemutar
2.
Straing
3.
Belerang
4.
Jerami
5.
Kipas
penghasil angin
(dokumentasi)
Alat
ini diguunakan untuk hama tikus yang mempunyai rumah dengan membuat lubang di
tanah. Mekanisme kerja alat ini adalah ujung alat kita masukkan ke dalam
lubang/rumah tikus. Dalam mekanismenya, lubang tikus ditutupi salah satu lubang
dengan lumbur.
6.
Duster
1 3 Keterangan : 1. Putaran merah
2 2.
Pegangan
3.baling-baling dan
tempat
(dokumentasi) keluarnya
pestisida
formulasi : tepung
Alat ini diaplikasikan untuk penggunaan pestisida yang
mempunyai formulasi debu (dust).
Untuk penyerbukan tidak diperlukan air. Alat ini terdiri dari baling-baling dan
penghembus turbin. Alat ini ringan dan mudah bergerak di lapangan yang berbukit
tau lereng seperti pada perkebunan besar. Penyerbukan lebih hemat waktu dan tenaga daripada penyemprotan tetapi
kelemahannya adalah serbuk dapat terbang bebas bukan pada sasarannya.
7.
Mist blower
1.
Tanki
2.
Kipas
3.
Corong
4.
Starter
Formulasi : pestisida cair
(dokumentasi)
Alat ini biasanya mempunyai prinsip kerja dengan
mengeluarkan asap pada bagian ujung. Dengan bantuan mesin dan bahan bakar, alat
ini bisa digunakan. Penggunaannya seperti tas dengan slempangan bagian depan,
jadi kita bisa menggedong disalah satu bahu kita. Kemudian tinggal diarahkan ke
tempat yang di curigai terdapat hama. Biasanya fogging lumrah digunakan untuk membasmi nyamuk penyebab malaria. Mekanisme
kerja yaitu pestisida dimasukan ke dalam tangki. Lalu mesin dinyalakan untuk
menghasilkan udara bertekanan tinggi yang akan membuat pestisida tersemprot
keluar.
IV.
KESIMPULAN
1.
Jenis-jenis
pestisida berdasarkan senyawa semiokimia banyak ditemukan dilapangan dengan
bahan aktif dan sasaran penggunaan yang
berbeda meskipun masih dalam satu formulasi.
2.
Alat-alat aplikasi
pestisida dapat dimanfaatkan berdasarkan informasi jenis formulasi pestisida.
3.
Jenis
pestisida yang beredar di pasaran adalah Curacron 500 EC, Decis 25 EC, Convidor
70 WP, Convidor 5 WP, dan Furadan 3 G, Racumin, Marshal 200 EC, Sevin 85 S,
Wincoat 70 WS, Applaud 10 WPRegent 0,3 G.
4.
Beberapa
bentuk formulasi pestisida adalah emulsiflable concetrate (EC), dust (D),
aerosol (A), wettable powder (WP), granules (G), poisonous baits (PB)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Pestisida. (http://id.wikipedia.org/wiki/Pestisida). Diakses tanggal 16 April 2013.
Bertani, G. 2011. Pestisida (bagian 2). < http://pejuang-pangan.blogspot.com/2011/07/pestisida-bagian-2.html>. Di akses tanggal 18 april 2013
DPTP, 1985. Pedoman Pengenalan Pestisida. Departemen
Pertanian, Jakarta.
Djojosumarto, P. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida
Pertanian. Kanisius, Yogyakarta.
Hessan, B.1996. Effects of Pestiside to Paddy. Pest and
Plant 1: 30-34.
Pimentel, D. 1978. Socioeconomic and Legal Aspect of Pest
Control. Pest Control Strategies. Academic Press. New York.
Rarkr, Budi. 2005. Persepsi dan perilaku petani dalam
penanganan risiko pestisida pada lingkungan di Kelurahan Kalampangan, Kecamatan
Sabangau kota Palangka Raya. Jurnal Manusia dan Lingkungan 12 : 1.
Sudarmo, S. 1988. Pestisida
Tanaman. Kanisius, Yogyakarta.
Susi. 2012. Penggolongan
Insektisida. <http://tips-belajar-internet.blogspot.com/2013/03/penggolongan-insektisida.html >. Di akses tanggal 18 April 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar