PENDUGAAN
HERITABILITAS
Abtraksi
Praktikum pendugaan heritabilitas yang
dilaksanakan pada hari rabu tanggal 13
November 2013 di Laboratorium Genetika dan Pemuliaan
Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui nilai heritabilitas
dari tanaman jagung (Zea mays) dan
tomat (Solanum lycopersicum), serta
mengetahui informasi mengenai variasi genetik dan heretabilitas sifat-sifat
penting pada tanaman. Pada praktikum ini, disediakan data
sekunder dari tanaman jagung dan tomat kemudian diolah agar diketahui nilai
heritabilitasnya. Heritabilitas menggambarkan tingkat ketepatan seleksi
terhadap genotip suatu tanaman yang dilihat berdasarkan kenampakan luar
(fenotip) suatu tanaman. Heritabilitas dapat didefinisikan sebagai bagian
keragaman genetik dari keragaman total (keragaman
fenotip). Pada praktikum ini, diketahui
bahwa populasi tanaman jagung belum bisa dijadikan sebagai landasan dalam
seleksi karena rendahnya nilai heritabilitas yang hanya mencapai 30% dari 3
parameter yakni panjang, diameter dan tinggi tongkol, sedangkan untuk populasi
tanaman tomat, diketahui mempunyai nilai heritabilitas yang relatif tinggi
lebih dari 50%, baik dalam arti luasmaupun sempit dan pada arti luas nilai
heretabilitasnya bahkan mencapai 90%.
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Heritabilitas
sangat penting dalam hal pemuliaan tanaman terutama dalam hal seleksi tanaman.
Nilai heritabilitas akan menggambarkan tingkat ketepatan seleksi terhadap
genotip terbaik berdasarkan penampilan fenotip karena fenotip dipengaruhi
genetik, lingkungan dan interaksi antara keduanya. Dalam melakukan pendugaan
heritabilitas dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain regresi
keturunan terhadap tetua dan menggunakan komponen varian. Pendugaan
heritabilitas menggunakan keturunan pada rerata tetua yakni jika salah satu
tetua yang digunakan dalam pendugaan maka nilai koefisien regresi sama dengan
0,5h2. Jika nilai rerata kedua tetua digunakan untuk mengestimasi
nilai regresi maka heritabilitas sama dengan nilai koefisien regresi b = h2
= Cov (P,O)/Var P. Penggunaan
menggunakan komponen varian yang
diperoleh dengan melakukan analisis varian yang dapat dibagi menjadi dua
bahasan yakni pendugaan dalam arti luas (berdasarkan varian genotip) dan arti
sempit (berdasarkan varian aditif).
B.
Tujuan
1. Mengetahui nilai heritabilitas dari tanaman jagung dan
tomat.
2. Mengetahui informasi mengenai variasi genetik dan
heretabilitas sifat-sifat penting pada tanaman.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Azrai et.
al., (2004), dalam kegiatan pemuliaan, pada pengujian varietas-varietas
baru untuk suatu lingkungan tertentu diperlukan informasi genetiknya,
diantaranya adalah nilai duga heritabilitas. Heritabilitas merupakan gambaran
besarnya kontribusi genetik suatu karakter yang terlihat dilapangan dalam 334
kegiatan seleksi terhadap suatu karakter akan lebih efektif jika ditujukan
terhadap karakter yang mempunyai nilai heritabilitas tinggi. Selain hal
tersebut diperlukan juga informasi keeratan hubungan antara karakter komponen
hasil dengan hasil.
Heritabilitas dapat dijadikan landasan
dalam menentukan program seleksi. Seleksi pada generasi awal dilakukan bila nilai heritabilitas tinggi,
sebaliknya jika rendah maka seleksi pada generasi lanjut akan berhasil karena
peluang terjadi peningkatan keragaman dalam populasi. Dalam hubungannya dengan
seleksi adalah jika heritabilitasnya rendah maka metode seleksi yang
cocok diterapkan adalah metode pedigri, metode penurunan satu biji (singlet
seed descent), uji kekerabatan (sib test) atau uji keturunan (progeny
test), bila nilai heritabilitas tinggi maka metode seleksi masa atau galur
murni. Heritabilitas menentukan kemajuan seleksi, makin besar nilai
heritabilitas makin besar kemajuan seleksi yang diraihnya dan makin cepat varietas
unggul dilepas. Sebaliknya semakin rendah nilai heritabilitas arti sempit makin
kecil kemajuan seleksi diperoleh dan semakin lama varietas unggul baru
diperoleh. berperan dalam meningkatkan efektifitas seleksi. Pada karakter yang
memiliki heritabilitas tinggi seleksi akan berlangsung lebih efektif karena
pengaruh lingkungan kecil, sehingga faktor genetik lebih dominan dalam
penampilan genetik tanaman. Pada karakter yang nilai duga heritabilitasnya
rendah seleksi akan berjalan relative kurang efektif, karena penampilan
fenotipe tanaman lebih dipengaruhi faktor lingkungan dibandingkan dengan faktor
genetiknya. Nilai heritabilitas tinggi yang diikuti dengan kemajuan genetik
harapan tinggi akan lebih meningkatkan keberhasilan seleksi. Heritabilitas akan
lebih bermanfaat bila dipandu dengan simpangan baku fenotipik dan intensitas
seleksi untuk mengetahui kemajuan genetik atau respon seleksi suatu karakter.
Nilai heritabilitas tinggi yang diikuti oleh respon seleksi tinggi merupakan
hasil kerja gen aditif. Sebaliknya suatu sifat yang memiliki nilai
heritabilitas tinggi dan diikuti dengan respon seleksi rendah akibat pengaruh
gen bukan aditif (dominan, epistasis) (Ansari, 2004).
Keberhasilan
suatu program pemuliaan tanaman pada hakekatnya sangat tergantung kepada adanya
keragaman genetik dan nilai duga heritabilitas. Sementara itu pendugaan nilai
keragaman genetik, dan nilai duga heritabilitas bervariasi tergantung kepada
faktor lingkungan. Bila tingkat keragaman genetik sempit maka hal ini
menunjukkan bahwa individu dalam populasi tersebut relatif seragam. Dengan
demikian seleksi untuk perbaikan sifat menjadi kurang efektif. Sebaliknya , makin luas keragaman genetik ,
makin besar pula peluang untuk keberhasilan seleksi dalam meningkatkan
frekuensi gen yang diinginkan. Dengan kata lain , kesempatan untuk mendapatkan
genotipe yang lebih baik melalui seleksi semakin besar. Heritabilitas dapat
dijadikan landasan dalam menentukan program seleksi. Seleksi pada generasi awal
dilakukan bila nilai heritabilitas tinggi, sebaliknya jika rendah maka seleksi
pada generasi lanjut akan berhasil karena peluang terjadi peningkatan keragaman
dalam populasi. Dalam hubungannya dengan seleksi adalah jika heritabilitasnya
rendah maka metode seleksi yang cocok diterapkan adalah metode pedigri, metode
penurunan satu biji (singlet seed descent), uji kekerabatan (sib test) atau uji
keturunan (progeny test), bila nilai heritabilitas tinggi maka metode seleksi
masa atau galur murni. heritabilitas menentukan kemajuan seleksi, makin besar
nilai heritabilitas makin besar kemajuan seleksi yang diraihnya dan makin cepat
(Allard, 1960).
Penggunaan kriteria
seleksi melalui korelasi sifat antara hasil biji per hektar dengan sifat
penting lain lebih mantap apabila sifat-sifat yang dikorelasikan tersebut
mempunyai nilai heritabilitas yang tinggi. Pada persilangan Sbr 1 X Si 13 sifat
tinggi tanaman dan jumlah per tanaman dapat digunakan sebagai kriteria seleksi
tidak langsung untuk meningkatkan hasil biji per hektar, karena selain
mempunyai nilai korelasi genotipik positif nyata juga mempunyai nilai
heritabilitas tinggi. Sedangkan pada persilangan Sbr 1 X Si 22 sifat tinggi
tanaman dan berat 1000 biji dapat digunakan sebagai kriteria seleksi tidak
langsung untuk meningkatkan hasil biji per hektar. Selanjutnya pada persilangan
Sbr 1 X Si 26 sifat berat 1.000 biji dapat digunakan kriteria seleksi tidak
langsung untuk meningkatkan hasil biji per hektar (Sudarmadji et al., 2007).
Carsono et. al.,
(2004) menyatakan heritabilitas merupakan gambaran besarnya kontribusi genetik
pada suatu karakter. Nilai duga heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa
faktor genetik lebih berperan dari faktor lingkungan, sedang nilai duga
heritabilitas yang rendah sebaliknya Karakter tanaman yang dikategorikan
mempunyai nilai heritabilitas tinggi, sedang dan rendah, apabila nilainya
berturut-turut H >50%, 20%< H < 50% dan H <20 bahwa="" berat="" berperan="" buah.="" buah="" dan="" dari="" diamati="" diameter="" duga="" faktor="" fenotipe="" genetik.="" genetik="" hal="" hasil="" heritabilitas="" ini="" jumlah="" karakter.="" karakter="" kecuali="" lebih="" lingkungan.="" lingkungan="" menunjukan="" menunjukkan="" nilai="" o:p="" pada="" panjang="" penampilan="" sedang="" semua="" tanaman="" tinggi="" yang="">20>
III.
METODOLOGI
Praktikum
Metode Pemuliaan Tanaman acara VI dengan judul Pendugaan Heritabilitas dilaksanakan pada tanggal 13 November 2013 di Laboratorium
Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta. Bahan yang digunakan adalah data sekunder yang telah
disajikan di laboratorium, sedangkan alat yang digunakan adalah alat pencatat
data, kertas, dan alat hitung. Pada praktikum
ini yang dilakukan yaitu menghitung nilai heritabilitas dengan metode regresi
tetua keturunan dan persilangan saudara tiri.
IV.
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pengamatan
Tabel 1. Data hunter
value (L*) tomat
(Solanum lycopersicum)
|
x
|
SD
|
VAR
|
N
|
P1
|
15.42
|
0.78
|
0.60076
|
79
|
P2
|
7.43
|
0.59
|
0.34961
|
79
|
F1
|
12.72
|
0.65
|
0.42442
|
79
|
F2
|
11.55
|
2.60
|
6.75779
|
155
|
BC1
|
12.89
|
1.88
|
3.54539
|
155
|
BC2
|
9.11
|
2.30
|
5.28619
|
155
|
Tabel 2. Data diameter buah
tomat (Solanum lycopersicum)
|
x
|
SD
|
VAR
|
N
|
P1
|
10.05
|
0.84
|
0.70269
|
112
|
P2
|
4.87
|
0.42
|
0.17289
|
94
|
F1
|
8.29
|
0.44
|
0.19125
|
94
|
F2
|
7.53
|
1.64
|
2.68155
|
155
|
BC1
|
8.43
|
1.24
|
1.5354
|
155
|
BC2
|
5.98
|
1.51
|
2.27209
|
155
|
Tabel 3. Data ketebalan buah
tomat (Solanum lycopersicum)
|
x
|
SD
|
VAR
|
N
|
P1
|
0.67
|
0.04
|
0.00131
|
77
|
P2
|
0.32
|
0.03
|
0.00113
|
77
|
F1
|
0.55
|
0.03
|
0.00079
|
77
|
F2
|
0.50
|
0.11
|
0.01211
|
155
|
BC1
|
0.56
|
0.08
|
0.00674
|
155
|
BC2
|
0.39
|
0.10
|
0.01025
|
155
|
Tabel 4. Data Parameter
analisis heritabilitas arti sempit (h2) pada buah tomat (Solanum lycopersicum)
Variabel
|
Var A
|
Var F2
|
h2
|
(%)
|
Diameter Buah
|
1.56
|
2.68
|
0.58
|
58.01
|
Ketebalan Dinding Buah
|
0.01
|
0.01
|
0.60
|
59.68
|
Hunter
Value
|
4.68
|
6.76
|
0.69
|
69.31
|
Keterangan
:
Tinggi : h > 50 %, Sedang: 20% - 50 %, Rendah : h < 20 %
Contoh perhitungan pada
data sifat diameter buah tomat :
Tabel 5. Data Parameter
analisis heritabilitas arti sempit (h2) pada jagung (Zea mays)
Variabel
|
Var
E
|
Var
M
|
Var
F/M
|
h2
|
(%)
|
Panjang
Tongkol
|
5,38511
|
2,13284
|
-2,34609
|
0,3801
|
38,01
|
Diameter
Tongkol
|
0,26728
|
0,10545
|
-0,11592
|
0,3797
|
37,97
|
Tinggi
Tongkol
|
216,0028
|
85,55072
|
-94,1042
|
0,3801
|
38,01
|
Keterangan
:
Tinggi : h > 50 %, Sedang: 20% - 50 %, Rendah : h < 20 %
Untuk
menghitung data jagung :
Jika dianggap 0,
maka:
Contoh perhitungan pada
data variabel panjang tongkol jagung :
Jika dianggap 0,
maka:
B. Pembahasan
Efektivitas seleksi
dan keberhasilan seleksi dalam suatu program pemuliaan tanaman sangat
tergantung kepada adanya variabilitas genetik dan informasi nilai duga
heritabilitas karakter tanaman, dan korelasi antar karakter-karakter yang
berbeda. Variabilitas genetik suatu populasi dapat diketahui dengan
mengevaluasi beberapa sifat pertumbuhan dan hasil. Variabilitas genetik akan
sangat mempengaruhi keberhasilan suatu proses seleksi. Apabila suatu sifat
mempunyai variabilitas luas, maka seleksi akan dapat dilaksanakan pada populasi
tersebut. Apabila nilai variabilitas genetik sempit, maka kegiatan seleksi
tidak dapat dilaksanakan karena individu dalam populasi relatif seragam
sehingga perlu dilakukan upaya untuk memperbesar variabilitas genetik.
Dari segi pemuliaan
pengujian genotipe pada suatu lingkungan tertentu sangat diperlukan informasi
genetik. Keberhasilan seleksi ditentukan oleh nilai duga heritabilitas dan
variabilitas. Pemilihan/seleksi pada suatu lingkungan akan berhasil bila
karakter yang diamati menunjukkan nilai duga heritabilitas yang tinggi dan
variabilitas yang luas. Pada karakter yang mempunyai nilai duga heritabilitas
yang tinggi, menunjukkan bahwa pengaruh genetik lebih berperan dibanding
pengaruh lingkungan. Selain hal tersebut informasi keeratan (korelasi) antara
karakter komponen hasil dengan hasil juga diperlukan. Semakin tinggi nilai
koefisien korelasi, semakin erat hubungan antara kedua karakter tersebut.
Tanaman yang tidak diinginkan dibuang dan tanaman-tanaman yang paling vigor
dipelihara dan diserbuk sendiri pada generasi-generasi berikutnya. Perbedaan
yang nyata diantara galur semakin tampak sejalan dengan semakin lanjutnya generasi
penyerbukan sendiri. Setelah lima hingga tujuh generasi penyerbukan sendiri,
penampilan tanaman di dalam satu galur menjadi lebih seragam. Tiap galur murni
memiliki kombinasi gen-gen yang spesifik.
Heritabilitas
menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat memberikan petunjuk
suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai
heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperanan
dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan faktor lingkungan Pendugaan
heritabilitas bermanfaat untuk mengetahui seberapa besar suatu karakter dapat
diwariskan. Heritabilitas merupakan perbandingan antara besaran ragam genotipe
dengan besaran total ragam fenotipe dari suatu karakter. Besar kecilnya nilai
heritabilitas (h2), berkisar antara 0 sampai 1. Nilai heritabilitas
sama dengan nol artinya semua keragaman sifat ditentukan oleh pengaruh
lingkungan, sedangkan nilai heritabilitas sama dengan satu berarti semua
keragaman sifat ditentukan oleh faktor genetik. Sehingga untuk kedua nilai
ekstrim tersebut tidak mungkin, karena setiap individu akan memperoleh pengaruh
genetik dan lingkungan
Prinsip dasar dalam
menduga nilai heritabilitas ada beberapa cara utama yakni sebagai berikut
1.
Estimasi
nilai heritabilitas dapat dianalisis dari ragam suatu populasi yang isogen
(ragam gen yang sama), dibandingkan dengan ragam populasi umum,
2.
Melalui
seleksi didalam suatu populasi, dimana bila dilakukan suatu seleksi maka
frekuensi gennya akan berubah dan perubahan frekuensi gen inilah yang diduga
sebagai kemampuan genetik yang diperoleh dari tertuanya.
3.
Melalui
perhitungan korelasi atau regresi dari induk atau orang tua dengan anaknya.
Cara analisis ini merupakan yang paling akurat, karena dianalisis berdasarkan
kekerabatannya secara genetik.
Heritabilitas
dinyatakan sebagai persentase dan merupakan bagian pengaruh genetik yang
digunakan untuk seleksi pada lingkungan tertentu, karena heritabilitas
merupakan gambaran apakah suatu karakter lebih dipengaruhi faktor genetik atau
faktor lingkungan. Heritabilitas dapat diperbesar apabila varian genetik
diperbesar atau varian fenotip diperkecil. Ragam genetik terjadi sebagai akibat
bahwa tanaman mempunyai karakter genetik berbeda, umumnya dapat dilihat bila
varietas-varietas yang berbeda ditanam pada lingkungan yang sama. Keragaman
sebagai akibat faktor lingkungan dan keragaman genetik umumnya berinteraksi
satu dengan lainnya dalam mempengaruhi penampilan fenotip tanaman.
Dari hasil olah
data yang dilakukan pada praktikum pendugaan heratabilitas, diketahui bahwa
tanaman jagung dengan beberapa parameter mempunyai diameter yang hampir sama
pada tiap parameternya yakni panjang tongkol mencapai 0,3801, diameter tongkol
0,3797 dan tinggi tongkol 0,3081 dengan nilai koefisien regresi 0,5 h2,
sehingga kurang cocok untuk dijadikan sebagai bahan seleksi. Sedangkan pada tanaman tomat (Solanum lycopersicum) baik dalam arti
sempit maupun luas, heritabilitas yang didapat rerata lebih dari koefisien
regresi 0,5 h2 bahkan dalam arti luas didapatkan heritabilitas
tanaman tomat yang mencapai >90% , sehingga pada populasi ini dapat
dijadikan suatu dasar seleksi dan kemungkinan keberhasilan dari seleksi cukup
tinggi.
Dalam menaksir
nilai heritabilitas kadang-kadang diperoleh nilai negatif atau nilai yang lebih
dari satu, penaksiran ini secara genetik tidak mungkin. Kelainan tersebut
secara statistic (dalam program SAS) dapat disebabkan karena :
1.
keragaman
lingkungan yang berbeda dari data yang dianalisis,
2.
kesalahan pengambilan
contoh,
3.
jumlah
sampel yang kecil
4.
ketidak
seimbangan data jika menggunakan analisis jumlah anak pejantan atau induk,
5.
keragaman
data yang terlalu ekstrim atau
6.
metode
statistik yang tidak tepat.
V. KESIMPULAN
1.
Nilai
heritabilitas tanaman jagung dari beberapa parameter hanya mencapai 30%, yang
artinya belum bisa mendukung keberhasilan seleksi, sedangkan hertitabilitas
tanaman tomat lebih dari 50%, bahkan dalam arti luas mencapai 90%, sehingga
dapat dijadikan suatu keberhasilan dalam seleksi.
2.
Nilai
heritabilitas yang tinggi menunjukkan karakter tersebut lebih dipengaruhi
faktor genetic sehingga dapat dijadikan sebagai dasar dalam kegiatan seleksi.
DAFTAR
PUSTAKA
Allard,R.W., 1960.
Principles of Plant Breeding. John Wiley and Sons Inc. New York. 157 p.
Ansari, K.A., B.A.
Ansari and A. Khund. 2004. Extent of heterosis and heritability in some
quantitative characters of bread wheat. India
Journal Plant Science 3: 189-192.
Azrai. Muhammad., Firdaus Kasim dan Sriani Sujiprihati. 2004. Penampilan
fenotipik dan parameter genetik genotipe jagung komposit di Bogor. Dalam Astanto
Kasno et.al., (eds) Proseding Lokakarya PERIPI VII. Dukungan
Pemuliaan Terhadap Industri Perbenihan pada Era Pertanian Kompetitif. PERIPI
danBalitkabi. Hal 357-364.
Carsono,N., Darniadi,S., D. Ruswandi, W.Puspasari, D. Kusdiana dan
A.Ismail. 2004. Evaluasi feotipik, variabilitas dan heritabilitas karakter
agronomi penting pada galur murni jagung S4A. Dalam Astanto Kasno et.al.,
(eds) Proseding Lokakarya PERIPI VII. Dukungan Pemuliaan Terhadap
Industri Perbenihan pada Era Pertanian Kompetitif. PERIPI dan Balitkabi. Hal
312-319.
Sudarmadji, R. Mardjono dan H. Sudarmo. 2007. Variasi genetik, heritabilitas, dan korelasi genotipik sifat-sifat
penting tanaman wijen (Sesamum indicum
L.) Jurnal Littri 13: 88 – 92.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar