SELEKSI TANAMAN INDUK KAKAO (Theobroma cacao)
I.
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Salah
satu usaha perbaikan suatu tanaman adalah dengan melakukan seleksi pada suatu
populasi dengan keragaman genetik cukup tinggi. Apabila suatu karakter memiliki
keragaman genetik cukup tinggi, maka setiap individu dalam populasi hasilnya
akan tinggi pula, sehingga seleksi akan lebih mudah untuk mendapatkan
sifat-sifat yang diinginkan. Oleh
sebab itu, informasi keragaman genetik sangat diperlukan untuk memperoleh
varietas baru yang diharapkan (Helyanto et al., 2000).
Metode
seleksi merupakan proses yang efektif untuk memperoleh sifat–sifat yang
dianggap sangat penting dan tingkat keberhasilannya tinggi (Zasno, 1992).
Untuk mencapai tujuan seleksi, harus diketahui antar karakter agronomi,
komponen hasil dan hasil, sehingga seleksi terhadap satu karakter atau lebih
dapat dilakukan (Zen, 1995).
B. Tujuan
1.
Mempelajari cara
menyeleksi tanaman indukan kakao (Theobroma cacao).
2.
Mengetahui
karakter-karakter yang cukup baik yang dapat dijadikan sebagai perbaikan
varietas kakao (Theobroma
cacao) atau mengetahui derajat
keeratan antara dua sifat pada suatu tanaman
dan menjadikan karakter yang baik itu menjadi tanaman indukan.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
Kakao (Theobroma cacao) merupakan
tanaman tahunan (perennial)
berbentuk pohon, bunga
kakao, sebagaimana anggota Sterculiaceae
lainnya, tumbuh langsung dari batang (Cauliflorous).
Kakao secara umum adalah tumbuhan menyerbuk silang dan memiliki sistem
inkompatibilitas-sendiri (lihat penyerbukan).
Walaupun demikian, beberapa varietas kakao mampu melakukan penyerbukan sendiri
dan menghasilkan jenis komoditi dengan nilai jual yang lebih tinggi. Bunga
kakao merupakan sempurna berukuran kecil (diameter maksimum 3cm), tunggal,
namun nampak terangkai karena sering sejumlah bunga muncul dari satu titik
tunas. Buah tumbuh dari bunga yang diserbuki. Ukuran buah jauh lebih besar dari
bunganya, dan berbentuk bulat hingga memanjang. Buah terdiri dari 5 daun buah
dan memiliki ruang dan di dalamnya terdapat biji.
Biji terangkai pada plasenta
yang tumbuh dari pangkal buah, di bagian dalam. Biji dilindungi oleh salut biji
lunak berwarna putih. Dalam istilah pertanian
disebut pulp. Endospermia
biji mengandung lemak dengan kadar yang cukup tinggi. Variasi
genetik klon kakao yang ada di lapangan sangat beragam. Hal ini dimungkinkan
karena pada klon kakao terjadi persilangan secara alamiah (Suhendi, 1999).
Untuk
meminimalkan kerugian yang dapat menurunkan produktifitas tanaman kakao dapat
dilakukan dengan pemeliharaan tanaman secara intensif yang meliputi
pemangkasan, penyiangan, pemupukan, pengairan, dan pemberantasan hama dan
penyakit. Pemangkasan pada tanaman kakao merupakan usaha meningkatkan produksi
dan mempertahankan umur ekonomis tanaman. Dengan melakukan pemangkasan, akan
mencegah serangan hama dan penyakit, membentuk tajuk pohon, memelihara tanaman,
dan memacu produksi. Dalam hal penentuan
bibit yang baik maka perlu adanya seleksi sebelum penanaman. Berbagai
penelitian yang dilakukan untuk mempersingkat waktu seleksi dan mempersempit
skala pengujian pada tanaman kakao masih sangat terbatas. Untuk mengetahui
penampilan bibit kakao yang berproduksi tinggi dilakukan dengan pendekatan
sifat-sifat morfologi (berat buah, jumlah biji perbuah, berat biji kering,
nilai buah, rendemen, lingkar batang, presentase tanaman berbuah dan jumlah
buah per tanaman) dan pendekatan biokimiawi melalui peran dan aktivitas enzim.
Pengujian karakterisasi dengan memanfaatkan sifat morfologi, fisiologi, dan
biokimia secara simultan dan fase bibit masih belum dilakukan. Dari seleksi diharapkan akan muncul tanaman baru dengan
kaulitas yang baik (Taylor dan Taylor, 2006).
Variasi
genetik akan membantu dalam mengefisienkan kegiatan seleksi. Apabila variasi
genetik dalam suatu populasi besar, ini menunjukkan individu dalam populasi
beragam sehingga peluang untuk memperoleh genotip yang diharapkan akan besar
(Bahar dan Zein, 1993). Sedangkan pendugaan nilai heritabilitas tinggi
menunjukkan bahwa faktor pengaruh genetik lebih besar terhadap penampilan
fenotip bila dibandingkan dengan lingkungan. Untuk itu informasi sifat tersebut
lebih diperankan oleh faktor genetik atau faktor lingkungan, sehingga dapat
diketahui sejauh mana sifat tersebut dapat diturunkan pada generasi berikutnya.
Korelasi
dua atau lebih antar sifat positif yang dimiliki akan memudahkan seleksi karena
akan diikuti oleh peningkatan sifat yang satu diikuti dengan yang lainnya,
sehingga dapat ditentukan satu sifat atau indek seleksi (Eckebil et al., 1977). Sebaliknya bila korelasi
negatif, maka sulit untuk memperoleh sifat yang diharapkan. Bila tidak ada
korelasi di antara sifat yang diharapkan, maka seleksi menjadi tidak efektif
(Poespodarsono,1988).
III.
METODOLOGI
Praktikum acara V mengenai seleksi tanaman induk kakao (Theobroma cacao) yang dilaksanakan pada 30 Oktober 2013 di Laboratorium Genetika dan
Pemuliaan Tanaman, dan Rumah kaca Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, bertujuan untuk mempelajari cara menyeleksi tanaman indukan kakao (Theobroma cacao) dan mengetahui
karakter-karakter yang baik yang dapat dijadikan sebagai perbaikan varietas
kakao (Theobroma cacao). Alat dan bahan
yang digunakan yakni buah kakao (Theobroma
cacao) yang diberi nomor,
abu gosok, keranjang anyaman bambu kecil,
timbangan analitik, cutter dan alat tulis.
Langkah kerja pada praktikum ini yakni setiap kelompok dibagi buah kakao yang telah diberi
nomor sesuai asal pohon induk. Buah kakao di skor berdasarkan kerusakan akibat Helopeltis antonii dan kekasaran kulit
buah (skor 1-5). Biji buah kakao dikeluarkan dari buahnya, kemudian dihilangkan
daging buahnya dengan menggunakan abu gosok sampai bersih.
Biji kakao yang sudah dibersihkan, kemudian dikeringkan (dijemur dibawah sinar
matahari) sampai kering/berat konstan dan dikupas arinya. Selanjutnya dihitung
jumlah biji per pod, julah pod perpohon per tahun, berat biji per pod, berat
biji, jumlah biji > 1 gram (per pod), hasil biji per pohon per tahun.
Kemudian dihitung korelasi antar sifat dan hasil. Data dianalisis regresi
berganda dengan stepwise forward atau
backward komponen hasil dengan biji
dan path analysis untuk mengetahui
pengaruh masing-masing variabel terhadap hasil biji/tahun. analisis dengan principle component analysis untuk
mengetahui nomor pohon indukan yang memiliki hasil tertinggi dan ketahanan
terbaik terhadap H. antonii.
IV.
HASIL PENGAMATAN
A. Hasil
Pengamatan
Tabel 1. Korelasi antar variabel
Parameter
|
Jumlah
biji/pod
|
Berat biji/
polong
|
Rerata
berat biji
|
Jumlah biji
> 1 gram
|
hasil biji/
pohon/tahun
|
Jumlah biji/pod
|
1
|
|
|
|
|
Berat biji/polong
|
0.688672355 *
|
1
|
|
|
|
Rerata berat biji
|
-0.269499848 ns
|
-0.268576296 ns
|
1
|
|
|
Jumlah biji > 1 gram
|
0.22845845 *
|
0.726502426 *
|
-0.223587411 ns
|
1
|
|
hasil biji/pohon/tahun
|
1
|
0.688672355 *
|
-0.269499848 ns
|
0.22845845 *
|
1
|
Keterangan:
(*) :
korelasi nyata
(ns) : korelasi tidak nyata
|
Jumlah biji/
pod (X2)
|
Berat biji/
polong (X3)
|
Rerata
berat biji (X4)
|
Jumlah biji
> 1 gram (X5)
|
Jumlah biji/pod (X2)
|
|
|
|
|
Berat biji/polong (X3)
|
8.388386087*
|
|
|
|
Rerata berat biji (X4)
|
-2.471606589 ns
|
-2.462476924 ns
|
|
|
Jumlah biji > 1 gram (X5)
|
2.072500437*
|
9.337358511 *
|
-2.025959986 ns
|
|
hasil biji/pohon/tahun (X6)
|
0
|
8.388386087 *
|
-2.471606589 ns
|
2.072500437 ns
|
Ket
: T Tabel. 1.990847036
Tabel 2. Pengaruh Langsung dan Pengaruh Tidak
Langsung Lima Komponen Hasil terhadap Hasil Biji Kakao/Tahun
Pengaruh
Langsung /
T. Langsung
|
Jumlah
biji/pod
|
Berat biji
/polong
|
Rerata berat biji
|
Jumlah biji
> 1 gram
|
Jumlah biji/pod
|
1.000000
|
0.688672
|
-0.269500
|
0.228458
|
Berat biji/polong
|
-0.00000000
00000002294
|
-0.00000000
00000003331
|
0.000000000
0000000895
|
-0.00000000
00000002420
|
Rerata berat biji
|
-0.000000000
0000000318
|
0.000000000
0000000000
|
0.000000000
0000000000
|
0.000000000
0000000000
|
Jumlah biji > 1
gram
|
0.000000000
0000001015
|
0.000000000
0000003226
|
-0.000000000
0000000993
|
0.000000000
0000004441
|
JUMLAH
|
1.000
|
0.689
|
-0.269
|
0.228
|
Keterangan:
angka pada diagonal merupakan pengaruh langsung, sedang disebelah kanan dan
kirinya pengaruh tidak langsung.
- Hasil Principle
Component Analysis (berdasarkan komponen hasil kerusakan Helopeltis)
Berupa
gambar 1
B. Pembahasan
Dalam
bidang pemuliaan tanaman, dengan mengetahui derajat keeratan dari suatu tanaman, kita dapat mendapatkan
jenis-jenis tanaman yang lebih baik dan dapat mengetahui sejauh mana perubahan
terhadap suatu sifat akan berpengaruh terhadap sifat yang lain. Praktikum ini
bertujuan untuk mengetahui derajat keeratan antara dua sifat pada suatu tanaman.
Pengetahuan mengenai korelasi diperlukan untuk mengetahui sampai seberapa jauh
hubungan antara sifat tanaman tersebut.
Peramalan sifat tertentu pada suatu tanaman sering ditujukan untuk sifat
kuantitatif yang sulit memberi gambaran kemampuan genetik karena adanya
pengaruh luar yang mengaburkan. Sifat kuantitatif merupakan sifat yang
berhubungan dengan sifat ekonomis yang penting bagi suatu tanaman yang
menyangkut pula dengan sifat-sifat lainnya yang saling berhubungan. Bila suatu
tanaman terdapat adanya hubungan yang erat antara sifat penduga dan sifat yang
dituju untuk diseleksi, maka pekerjaan seleksi akan lebih efektif dilakukan.
Oleh karena itulah korelasi antara dua sifat baik genotip maupun fenotip perlu
dilakukan, karena dapat dipakai untuk seleksi secara tidak langsung dan dapat
diketahui seberapa besar derajat keeratan hubungan antara dua sifat pada suatu
tanaman.
Koefisien
korelasi adalah suatu angka yang menunjukkan tinggi rendahnya derajat keeratan
hubungan antara dua sifat atau lebih didalam suatu tanaman, dengan kata lain apakah suatu variabel lebih
besar ataukah lebih kecil jika variabel lain menjadi lebih besar. Korelasi digunakan untuk
menekankan adanya perubahan-perubahan pada suatu variabel yang disebabkan
adanya perubahan-perubahan pada variabel lain. Hubungan keeratan itu dinyatakan
dengan koefisien korelasi yang bernilai dari
+1 sampai –1. Nilai koefisien korelasi +1 menunjukkan bahwa hubungan
antara 2 sifat tersebut adalah sejajar, artinya kenaikan sifat satu diikuti oleh
kenaikan sifat yang lain atau penurunan sifat yang satu diikuti oleh penurunan
sifat yang lainnya. Jika koefisien –1 menunjukkan hubungan sifat yang
berbanding terbalik, artinya kenaikan suatu sifat diikuti
penurunan sifat yang lain. Koefisien 0
berarti bahwa antara 2 sifat tersebut tidak ada hubungan sama sekali. Sedangkan koefisien regresi
akan menunjukkan tinggi rendahnya derajat kerataan hubungan antara dua sifat
pada tanaman yang mempunya hubungan sebab akibat.
Variabel
yang mempengaruhi disebut variabel bebas, sedangkan variabel yang dipengaruhi
disebut variabel tak bebas/terikat. Pada praktikum ini kita terlebih dahulu
melakukan pengamatan dan skoring terhadap karakter pada buah
kakao. Sifat-sifat
kuantitatif yang diamati ataupun dianalisis secara langsung pada buah kakao dalam
praktikum ini merupakan fenotip yang diperlihatkan atau ditampakkan dimana
fenotip itu sendiri merupakan resultan dari pengaruh genotip dan lingkungan. Dengan
demikian menghitung dan menganalisis korelasi dan regresi, baik fenotipe maupun
genotipe dapat menentukan atau mengetahui sejauh mana pekerjaan seleksi dalam
pemuliaan tanaman terhadap suatu sifat akan mengubah sifat yang lain pada satu
varietas tanaman pertanian dengan memperhatikan pengaruh dari sifat genetis dan
faktor atau kondisi lingkungan.
Berdasarkan
hasil pengamatan dan analisis yang telah dilakukan diketahui bahwa korelasi
yang terjadi adalah korelasi sederhana. Hal ini dikarenakan pengamatan
kombinasi parameter antara satu sifat yang satu dengan satu sifat yang lain. Parameter
yang dikombinasikan antara lain jumlah pod/pohon/tahun dengan jumlah biji/pod, jumlah pod/pohon/tahun
dengan kulit buah, jumlah pod/pohon/tahun
dengan presenatse serangan hama Helopeltis antonii, jumlah biji/pod dengan
kulit buah, jumlah biji/pod dengan
serangan hama Helopeltis antonii, kulit buah dengan serangan hama Helopeltis antonii. Setelah
dilakukan analisis korelasi didapatkan bahwa tingkat kekerabatan antara peubah
bebas (yang mempengaruhi) dan peubah tak bebasnya (yang dipengaruhi) tidak
berhubungan. Data hasil
pengamatan (lihat tabel 1) menunjukkan hubungan korelasi antara berat
biji/polong dan hasil Jumlah biji > 1 gram dengan jumlah biji/pod menunjukkan ada korelasi yang nyata yaitu dengan koefisien
korelasi sebesar 0,688 dan 0,228. Sedangkan pada hubungan korelasi antara rerata berat biji dengan jumlah biji/pod
korelasinya tidak nyata dengan koefisien korelasi sebesar -0,269. Hubungan
korelasi antara hasil Jumlah
biji > 1 gram dan hasil biji/pohon/tahun dengan berat biji/ polong menunjukkan
korelasinya berbeda nyata yaitu 0,726 dan 0,689 sedangkan rerata berat biji dan
hasil biji/pohon/tahun
dengan berat biji/ polong
menunjukkan korelasinya tidak nyata -0,268. Hubungan korelasi antara jumlah
biji > 1 gram dan hasil
biji/pohon/tahun dengan rerata berat
biji terdapat korelasi yang tidak nyata yaitu dengan koefisien korelasi -0,224
dan -0,269, hubungan korelasi antara hasil
biji/pohon/tahun dengan jumlah biji
> 1 gram terdapat korelasi yang nyata dengan koefisien korelasi sebesar 0,228,.
Berdasarkan hasil pengamatan pengaruh
langsung dan pengaruh tidak langsung lima komponen hasil terhadap hasil biji
kakao/tahun (lihat tabel 2) dapat diketahui bahwa nilai korelasi genetik jumlah
biji per pod sebesar 1,000 dan pengaruh langsungnya sebesar 1,000000, berat
biji per polong korelasi genetiknya sebesar 0,689, sedangkan pengaruh
langsungya -0,0000000000000003331 , rerata berat biji korelasi genetiknya
sebesar -0,269 dan pengaruh langsungnya -0,0000000000000000000, nilai korelasi
genetik jumlah biji > 1 gram yaitu 0,228, sedangkan pengaruh langsungnya 0.000000000000000444.
Tidak adanya pengaruh negatif dari komponen hasil yang lain menyebabkan
korelasi genetik jumlah biji per pod terhadap hasil tetap tinggi, tetapi
pengaruh langsung dari berat biji per polong bernilai negatif tetapi nilainya
sangat kecil, namun korelasi genetik berat biji juga bernilai positif da pengaruh tidak langsung berat biji per polong
melalui jumlah biji per pod dan berat biji per polong positif dan negatif yaitu
0,000000000000000895 dan -0,0000000000000002420. Hal ini dapat diketahui bahwa
nilai berat biji secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap hasil, semakin
besar nilai berat biji maka hasilnya juga akan tinggi namun sebaliknya jika
beratnya rendah maka hasilnya akan rendah pula.
Dari
hasil analisis korelasi dan regresi didapatkan bahwa terdapat hubungan korelasi
dan regresi tidak nyata. Korelasi tidak nyata menunjukkan walaupun ada
perubahan yang sifatnya sejajar tetapi kurang dapat diamati karena penambahan
atau pengurangannya sangat kecil. Analisis
korelasi dan regresi dapat dimanfaatkan untuk menganalisis sifat yang ada pada
tanaman, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Oleh karena itu,
analisis korelasi dan regresi sangat penting bagi dunia pemuliaan tanaman,
yaitu untuk menghasilkan varietas baru yang lebih unggul dan berkualitas
tinggi.
Namun perlu diperhatikan dalam hal penentuan peubah bebas dan tak bebas sangat
penting, jika salah ataupun kurang pas dalam menentukannya maka akibatnya
sangat fatal.
Dalam penentuan
tanaman induk kakao, dapat dilakukan seleksi melalui metode path analysis agar lebih spesifik tanaman kakao yang mana
yang akan dijadikan indukan dalam memuliakan tanaman. Dari setiap nomor kakao
akan didapatkan bakal calon tanaman induk yang sesuai.
Gambar 1. Hasil path
analysis pada karakter kulit buah kaka (Theobroma
cacao)
yang mempengaruhi produksi kakao intensitas
serangan hama Helopeltis antonii.
Telah
didapatkan tetua yang cukup relevan untuk mendapatkan varietas kakao yang
mempunyai produksi tinggi, akan tetapi rentan serangan hama Helopeltis antonii,
sehingga diperlukan tetua yang cukup tahan untuk disilangkan dengan tanaman
kakao. Dari path analysis (Gambar 1) dapat
diketahui bahwa tanaman yang memiliki
produktivitas hasil yang tinggi dan tahan
terhadap serangan hama Helopeltis antonii adalah karakter yang dimiliki kakao dengan nomor 20
ini yakni tahan terhadap hama Helopeltis antonii dengan skor 0. Karakater jumlah 50 pod/pohon/tahun, 48 biji/pod,
berat biji/polong 49 gram, berat biji 1,02 gram, jumlah
biji yang lebih dari 1 gram per buah 40, hasil
biji/pohon/tahun mencapai 2400 biji/pohon/tahun, kulit buah agak kasar dengan skor 0 dan presentase serangan
hama Helopeltis antonii mencapai skor 0.
Selain itu, nomor 24 dengan
hasil biji/pohon/tahun 2400 dan presentase serangan
hama Helopeltis antonii mencapai skor 0. Nomor 30 dengan hasil biji/pohon/tahun 2300 dan presentase serangan hama Helopeltis antonii mencapai skor 0. Nomor 36 dengan hasil biji/pohon/tahun 2350 dan presentase serangan hama Helopeltis antonii mencapai skor 1. Nomor 76 dengan hasil biji/pohon/tahun 2350 dan presentase serangan hama Helopeltis antonii mencapai skor 0. Sehingga diharapkan dari tetua-tetua tersebut
yakni nomor 20, 24,
30, 36 dan 76 ini akan menghasilkan individu
kakao yang mampu berproduksi tinggi sekaligus tahan terhadap serangan hama Helopeltis antonii.
V.
KESIMPULAN
1. Seleksi tanaman induk tanaman kakao dapat dilakukan
dengan mengamati karakter dan dilakukan skoring pada parameter-parameternya.
2. Dari hasil seleksi didapatkan dua tetua yang menjadi
harapan untuk dilakukan pemuliaan tanaman yakni nomor 20, 24, 30, 36 dan 76 yang berkarakter mempunyai potensi produksi tinggi dan mempunyai
ketahanan terhadap serangan hama Helopeltis antonii
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, M., dan A. Zein, 1993. Parameter genetik
pertumbuhan tanaman, hasil dan komponen hasil jagung. Zuriat 4:4-7.
Eckebil J. P., W. M. Ross, C. O. Gardner, and J. W.
Maranville, 1977. Heritability estimates, genetic correlations, and predicted
gains from S1 progeny test in three grain sorghum Random-mating Populations.
Crop Sci. 17:373-377.
Kasno, A., 1992. Pemuliaan tanaman kacang-kacangan. Hal
39-68 Dalam: Astanto Kasno, Marsum Dahlan, dan Hasnam (ed). Prosiding Simposium
Pemuliaan Tanaman I. PERIPI. Komda Jawa Timur. p.307-317.
Helyanto, B., U. Setyo budi, A. Kartamidjaja, dan D.
Sunardi. 2000. Studi parameter genetik hasil serat dan komponennya pada plasma
nutfah rosela. Jurnal Pertanian Tropika. 8:82-87.
Poespodarsono, S., 1988. Dasar-dasar Ilmu Pemuliaan
Tanaman. PAU-IPB Bekerjasama dengan Lembaga Sumber Daya Informasi IPB, Bogor.
163p.
Suhendi,
D.1999. Analisis kemiripan genetik beberapa klon kakao berdasarkan karakter
morfologi buah. Zuriat 10 : 24-28.
Taylor, C. and L. Taylor. 2006. Future trends in cocoa industry a
perspective. Coffee and Cocoa International 33:39-41.
Zen, S. 1995. Heritabilitas, korelasi genotipik dan
fenotipik karakter padi gogo. Zuriat 6: 25-31.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar