Rabu, 20 Juni 2012

ACARA I SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK




I. TUJUAN
  1. Mengetahui dampak salinitas terhadap pertumbuhan tanaman.
  2. Mengetahui tanggapan beberapa macam tanaman terhadap tingkat salinitas yang berbeda.

II. TINJAUAN PUSTAKA
Faktor pembatas ekologi terbanyak yang kita kenal adalah kandungan garam (salinitas) dalam air laut atau tanah. Hanya sedikit spesies tanaman dan hewan yang dapat tumbuh subur dalam kadar salinitas yang tinggi (Remmert, 1980).


Prinsip utama ekologi adalah mengenai kehidupan masing-masing organisme yang berhubungan secara terus menerus serta berkelanjutan dengan setiap elemen lain yang membentuk lingkaran itu sendiri. Sebuah ekosistem dapat didefinisikan sebagai situasi dimana terdapat interaksi antara organisme dengan lingkungannya. Lingkungan suatu organisme terdiri dari faktor abiotik seperti sinar matahari, iklim, dan tanah sebagai suatu hal yang dibagi bersama dengan organisme lain dalam habitat itu (Anonim, 2011).
Untuk dapat bertahan dan hidup di dalam keadaan tertentu, suatu organisme harus memiliki bahan-bahan yang penting yang diperlukan untuk pertumbuhan dan berkembang biak. Keperluan-keperluan dasar ini bervariasi antara jenis dan dengan keadaan. Kehadiran dan keberhasilan suatu organisme tergantung pada lengkapnya kompleks-kompleks keadaan. Ketiadaan atau kegagalan suatu organisme dapat dikendalikan oleh kekurangan secara kualitatif atau kuantitatif dari salah satu dari beberapa faktor yang mungkin mendekati batas-batas toleransi organisme tersebut (Odum, 1993).
Tanah bergaram adalah tanah yang bermuatan sarat dengan garam terlarut. Di daerah tropika tanah demikian itu khas pada laguna dan rawa bakau. Tanah garam membatasi jenis tumbuhan yang dapat hidup diatasnya. Dalam hutan hujan basah didekat laut, kadar yang meracuni tidak sering terjadi dalam tanah seperti itu karena konstituen terlarutnya terbawa air saliran sampai ke muka air tanah di bawah daerah perakaran. Tetapi dalam keadaan lain, laju penguapan dan pemeluhan tanaman yang tinggi menyebabkan kadar dalam tanah permukaan menjadi tinggi pula, dan keadaan ini menyebabkan tanah itu menjadi tidak produktif (Ewusie, 1990).
Toleransi salinitas tanah diperlihatkan pada perilaku tanaman. Salinitas yang tinggi pada tanaman glikofit akan menyebabkan tekanan super hipertonik yang akan merusak struktur jaringan tanaman. Namun, salinitas tidak hanya menjadi satu-satunya pembatas pertumbuhan tanaman. Genangan air, hujan, suhu maksimum dan banyak faktor lain yang harus diperhatikan sebelum membuat seleksi spesies (Syakir et al., 2009).
Salinitas tanah memberi efek berlawanan pada pertumbuhan dan perkembangan kelebihan garam dalam tanah memimpin stres osmotik dan ion. Efek merusak dari garam biasanya dapat diamati pada keseluruhan level tanaman (Mahmoed el al., 2008).
Penyerapan garam membantu memperbaiki tekanan positif yang potensial melalui kontribusinya pada penyesuaian osmotik jaringan yang berkembang. Bagaimanapun, pada kondisi salinitas tinggi, kelangsungan hidup suatu tanaman tergantung dari kemampuannya untuk mengatur konsentrasi garam internal dan mencegah ion dari kontaminasi racun. Tanaman dapat mengatur konsentrasi ion dan mengurangi konsentrasi garam pada jaringan daun dan merelokasikannya ke organ lain (Suarez and Medina, 2011).

III. METODE PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Praktikum Dasar-Dasar Ekologi Acara 1 yang berjudul Salinitas Sebagai Faktor Pembatas Abiotik ini dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 19 April 2012, bertempat di Laboratorium Ekologi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah peralatan tanam, penggaris, oven dan timbangan analitik. Bahan yang dibutuhkan adalah tanah, polybag, larutan NaCl 2000 ppm, larutan NaCl 4000 ppm, air, dan benih dari tiga jenis tanaman yaitu padi (Oryza sativa), kacang panjang (Vigna sinensis), dan melon (Cucumis melo).
Ada pun cara kerja dari praktikum ini adalah sebagai berikut: pertama-tama polybag disiapkan sebanyak duabelas buah yang masing-masing diisi dengan tanah sampai ¾ bagian. Masing-masing jenis tanaman ditanam pada tiga polybag dan masing-masing polybag ditanam lima benih dari satu jenis tanaman. Setiap hari selama satu minggu polybag disiram dengan air biasa. Setelah satu minggu, bibit dijarangkan menjadi dua tanaman per polybag. Setelah itu bibit disiram dua hari sekali dengan larutan NaCl sesuai dengan perlakuan sampai tujuh kali pemberian (dua minggu). Selang hari diantaranya tetap dilakukan penyiraman dengan air biasa dengan volume yang sama. Tiga polybag dari satu jenis tanaman diberi perlakuan yang berbeda, yaitu polybag 1 disiram dengan larutan NaCl 0 ppm (air biasa), polybag 2 disiram dengan larutan NaCl 2000 ppm, dan polybag 3 disiram dengan larutan NaCl 4000 ppm. Volume larutan yang disiramkan pada masing-masing polybag harus sama, dan tiap-tiap polybag harus diberi label sesuai dengan perlakuannya. Setelah tanaman berumur dua minggu, tanaman dipanen. Pada percobaan ini dilakukan pengamatan setiap hari sampai tanaman siap dipanen. Pada pengamatan tersebut diukur tinggi tanaman (cm) dan jumlah daun setiap dua hari sekali. Setelah tanaman dipanen, tanaman ditimbang untuk diketahui bobot segarnya (gr), panjang akar utama tanaman diukur (cm), dan dilakukan pengamatan abnormalitas tanaman (klorosis pada daun, dsb). Setelah itu, tanaman dioven untuk diketahui berat kering tanaman tersebut. Setelah semua data diperoleh, dari seluruh data yang ada dicari rata-ratanya, dan selanjutnya digambar grafik tinggi tanaman pada masing-masing konsentrasi garam vs hari pengamatan untuk masing-masing tanaman, grafik panjang akar pada masing-masing konsentrasi garam vs hari pengamatan untuk masing-masing tanaman, grafik jumlah daun pada masing-masing konsentrasi garam vs hari pengamatan untuk masing-masing tanaman, histogram bobot segar dan bobot kering masing-masing tanaman pada berbagai konsentrasi garam, dan histogram panjang akar masing-masing tanaman pada berbagai konsentrasi garam.

Tidak ada komentar: