ACARA I
MENGENAL ORGANISME HAMA TANAMAN
I.
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Para
petani dalam setiap kegiatan pertaniannya selalu akan berhadapan dengan berbagai
hama tanaman, yang keadaan atau kemampuan berkembangnya sangat dipengaruhi oleh
lingkungan. Hama itu sendiri merupakan
organisme yang mampu merusak dan mengakibatkan kerusakan dan kerugian pada
kegiatan budidaya tanaman. Sebelum
menganalisis dan menangani hama yang mengganggu tanaman kita, maka perlu
dipelajari morfologi (bentuk luar), anatomi (susunan alat-alat tubuh), dan
biologi hama termasuk cara hidup, berkembangbiak, ataupun perilakunya.
Hama
menjadi masalah karena merusak tanaman dengan cara makan, bertelur,
berkepompong, berlindung, atau bersarang tergantung spesiesnya. Hama melukai
tanaman, menyebabkan kerusakan, mengurangi hasil panen, mengurangi pendapatan
petani, dan akhirnya mengurangi kesejahteraan masyarakat. Salah satu faktor
yang menentukan pentingnya suatu hama adalah potensi atau kemampuan merusak
hama tersebut sehingga sangat penting kita mempelajari ataupun kita kenali
bagaimana siklus hidup dari ciri fisik termasuk morfologi, anatomi maupun
biologi hama, sehingga diharapkan kita dapat mengidentifikasikan atau mengenal
beberapa jenis hama yang ada di lapangan yang kaitannya pada bagaimana cara ia
merusak sehingga dianggap sebagai hama.
- Tujuan Praktikum
Tujuan dari
praktikum ini adalah mengenal jenis-jenis hama tanaman berdasarkan takson dan
ciri morfologi.
II.
TATA CARA PRAKTIKUM
Praktikum
Dasar-dasar Ilmu Hama Tanaman acara 1
tentang Mengenal Organisme Hama Tanaman, dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 8
Maret 2013 di laboratorim Entomologi Terapan, Jurusan Ilmu Hama dan Penyakit
tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan
yang digunakan berupa preparat awetan dari komoditas tanaman pangan,
hortikultura, perkebunan dan preparat awetan hama pasca panen.
Spesimen-spesimen awetan tersebut terdiri dari
filum Gastropoda (bekicot dan keong mas), Chordata (tikus, tupai, dan
burung), Nemathelminthes (Nematoda) dan Arthopoda (kupu-kupu dewasa, kumbang,
belalang, wereng penggerek batang, kumbang,dan tungau). Kemudian diamati dan di
gambar semua spesimen tersebut misalnya tipe mulut, jumlah kaki, ada tidaknya
kuku dan sebagainya.
III.
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Arthropoda
1.
Kupu-Kupu (Delias hyparete)
(http://dwiwijayanti98.blogspot.com/) (
http://heavenshround.blogspot.com
/2012/06/metamorfosis-belalang-
dan-kupu-kupu.html)
Kupu-kupu merupakan jenis
hama yang masuk ke dalam filum Artropoda, kelas Insecta dan ordo Lepidoptera.
Kupu-kupu dikenal sebagai hewan penyerbuk, yang membantu bunga-bunga berkembang menjadi
buah. Sehingga bagi petani, dan orang pada umumnya, kupu-kupu ini sangat
bermanfaat. Pada pihak yang lain, berjenis-jenis ulat diketahui sebagai hama
yang rakus. Bukan hanya tanam-tanaman semusim yang dimangsanya, namun juga pohon buah-buahan dan pohon pada umumnya dapat habis digunduli
daunnya oleh ulat dalam waktu yang relatif singkat. Banyak jenis ulat terutama
dari jenis-jenis ngengat yang menjadi hama pertanian yang serius (Anonim,
2011).
Morfologi yakni memiliki
tipe mulut penghisap (dewasa), mempunyai sepasang antenna, kaki tiga pasang,
mata majemuk, dua pasang sayap dimana sayap depan lebih panjang daripada sayap
belakangnya. Kepala kupu-kupu biasanya globular, daerah adfrontal biasanya ada,
mulut terarah ke bawah, alat pemintal ada dekat ujung labium. Pasangan sayapnya
berupa selaput yang tertutup oleh sisik. Mata majemuk sangat menyolok.
Kupu-kupu merupakan metamorfosis sempurna, fasenya dimulai dari telur – larva
(cenderung berbentuk seperti cacing) – kepompong atau pupa – dewasa (imago).
Pada larva kupu-kupu dua, tiga, atau lima pasang kaki pelengkap dengan sabit
yang halus, lebih dari satu pasang mata sederhana (Triharso, 2004).
2.
Belalang (Valanga Nigricornis)
(http://adearisandi.wordpress.com
/2012/02/28/metamorfosis-belalang/)
(http://viraislamiyati.blogspot.com/2012/09/
hewan-metamorfosis-yg-sempurna-tidak.html)
Belalang
merupakan jenis hama yang masuk ke dalam filum Artropoda, kelas Insecta dan
ordo Orthoptera. Belalang mempunyai tipe mulut penggigit dan pengunyah.
Belalang memakan daun tanaman dan mengurangi luas permukaan daun. Belalang
dewasa biasanya memakan bagian tepi, sementara nimfa muda memakan diantara
tulang-tulang daun dan membuat lubang pada daun. Kerusakannya biasa tidak
serius, tetapi sangat berarti dalam mengurangi luas permukaan daun. Lebih-lebih
bila penyerangannya besar (Gallagher, 1991).
Perkembangan
belalang yaitu dengan metamorfosis setengah sempurna, fasenya dimulai dari
telur – nimfa (segmen terestrial/naiad (bentuk akuatik) – tumbuh melalui seri
bentuk. Periode dari seri satu ke seri berikutnya disebut instar – dewasa
(imago). Belalang memiliki sayap empat, pasangan yang dimuka menebal, pasangan
belakang lebih besar dan melipat seperti kipas waktu mengaso. Sepasang cerci
terdapat pada ujung abdomen (Triharso, 2004).
3.
Wereng coklat (Nilaparvata lugens)
(http://tumpalsilali.wordpress.com/2011/04/) (http://budisma.web.id/materi/sma/kelas-x biologi/struktur-jaringan-tubuh-dan-peranan-
insekta/)
Wereng
batang coklat (Nilaparvata lugens) merupakan
jenis hama yang masuk ke dalam filum Artropoda, kelas Insecta dan ordo Hemiptera.
Wereng coklat ini menyerang tanaman padi
pada bagian batangnya. Ciri fisik/ morfologinya yakni mempunyai panjang badan
sekitar 3-4 mm, bagian punggungnya terdapat tiga buah baris yang samar-samar,
tipe mulutnya pencucuk penghisap, dengan dua pasang sayap, mempunyai antenna dan
tiga pasang kaki. Wereng coklat merupakan metamorfosis setengah sempurna, fasenya
dimulai dari telur – nimfa – tumbuh melalui seri bentuk. Periode dari seri satu
ke seri berikutnya disebut instar – dewasa (imago) (Triharso, 2004).
Wereng
coklat betina bertelur sebanyak 200 – 700 butir yang diletakan dalam pelepah
daun atau sepanjang urat tengah dan menetas dalam 5 – 9 hari. Panjang nimfa 0,6
– 3 mm. Nimfa mengalami 5 instar dalam waktu 12 – 18 hari, berwarna coklat muda
sampai tua. Wereng coklat ada dua macam, yaitu wereng coklat yang sayapnya pada
waktu istirahat menutupi seluruh tubuh disebut macropterous, sedangkan wereng yang sayapnya pendek disebut brachypterous.
Alat penghisap (stylet) tersebut
untuk mengisap cairan dari jaringan floem tanaman padi. Wereng coklat
mengeluarkan kotoran manis mengandung gula yang disebut embun madu (honeydew). Hidup wereng coklat ini
sekitar 3 minggu. Dalam satu tahun mungkin ada 4 atau lebih generasi (Pracaya,
2008).
4.
Kumbang (
Coleoptera)
(http://adearisandi.wordpress.com/2012/09/02/kumbang-tanduk/)
(http://en.wikipedia.org/wiki/Beetle)
Kumbang
dimasukkan dalam klasifikasi filum Arthropoda, kelas Insekta, ordo Coleoptera,
famili Scarabaeidae. Morfologi hama ini adalah telur berbentuk lonjong, panjang
sekitar 3-3,5 mm, lebar 2 mm, berwarna putih, lama stadium 11-13 hari. Larva,
panjangnya sekitar 7-8 mm, berwarna putih, bentuk badannya bengkok, bagian
ujung abdomen membentuk kantong badan, ditumbuhi rambut-rambut pendek, lama
stadium 2-4 hari. Kepompong, panjang sekitar 45-50 mm, lebar 22 mm, berwarna
coklat, pada bagian kepala tampak culanya. Kumbang, berwarna hitam atau coklat
tua , bertanduk satu, panjang sekitar 60-105 mm, lebar 25 mm (Suharto, 2007).
Larva
kumbang memiliki kepala menyolok, kadang-kadang tertekan, mulut terarah ke muka
atau ke bawah, tidak ada daerah adfrontal. Sama halnya dengan kupu-kupu,
metarmorfosis kumbang yaitu metamorfosis sempurna. Pasangan sayap depan umumnya
tebal dan keras, disebut elytra. Permukaannya halus dan menghilat, yang terbuat
dari bahan tanduk. Tipe mulutnya menggigit dan dan mengunyah. Kepompongnya
polos telanjang. Sebagian merupakan hama gudang dan hama kayu (Triharso, 2004).
Kumbang
ini disebut kumbang badak karena bentuknya seperti badak yang mempunyai sula.
Kumbang jantan lebih besar dan cula besar, sedangkan yang betina lebih kecil,
culanya kecil atau tidak bercula. Panjangnya sekitar 5 – 6 cm. Telurnya
berwarna putih, berdiameter sekitar 3 mm, dan pada waktu menetas menjadi larva
ia akan membengkang dan berwarna keabuan. Larva dari kumbang ini berwarna
putih, mempunyai enam kaki, kepalanya berwarna coklat atau coklat tua,
panjangnya sekitar 10 cm, dan bila terganggu ia akan melingkar (Pracaya, 2008).
5.
Pupa (Kepompong)
(http://forum.krstarica.com/showthread.php/343652-TI-%C4%8CUDESNI-INSEKTI/page2)
Kepompong atau pupa (bahasa
Latin pupa, 'boneka')
adalah salah satu stadium kehidupan serangga yang mengalami metamorfosis. Fase ini hanya
didapati pada serangga yang mengalami metamorfosis lengkap, yaitu
yang meliputi empat tahap; embrio, larva, pupa, dan dewasa. Pada stadium
ini struktur tubuh dewasa serangga mulai terbentuk dan struktur tubuh larva lenyap. Kepompong
umumnya inaktif dan tidak dapat bergerak (sesil). Kepompong
umumnya terbungkus dalam lapisan pelindung seperti kokon (misalnya kepompong ulat sutra), sarang (misalnya lebah), atau cangkang dan sering kali menggunakan kamuflase untuk mengecoh predator. Kepompong
berbagai jenis serangga memiliki nama yang dapat berbeda-beda, misalnya disebut
"krisalis" untuk Lepidoptera
(Anonim, 2013).
6.
Larva
(https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjPph6iYVX6BfdAp9-nyKn0XKQgTKF7EbfqtOoDwTRTkhgM4fzIx02kQa1blM6K95tcacd8YSzVOMftsvLWmYF3XHz6xdxL6mTOyQOGJ92UndYGyQZh2nD9k69wt_WsWC7nw8WT8nrf5yw/s640/Picture1.+LARVA+TIPE+APODA.png)
(https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYI-MYPwEybkTuVyZ0ag3a_NpsDz364gAv3gpeLDE_f1CFRM3uGbXLpr4LgSCPqdnISYyksWHZPdqvIhuuUoh7NfdAPAMGZXqOe_WSFEqllp7Pfltq1W_WYU0Jq1ZLqrFhnVX8lOGZ5VE/s640/Picture2.+LARVA+TIPE+OLIGOPODA.png)
(https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjhqIKpaHEO6LXZ6eUHlm2w9ly7qLN9vk0AJ6vdRztvZvRX9dG56T_aWSK77_JmSmirSFkfIrD7fgQdpvduTlDK2JjtLxdPG0PDllNzcHfVlry6BWfMnhxvaaUgSnEVXorH3rEo79fQfqI/s1600/Picture3.+LARVA+TIPE+POLIPODA.png)
Larva adalah bentuk
pradewasa makhluk tertentu (binatang) yang mengalami metamorfosis pada serangga
yang bermetamorfosis sempurna seperti kupu- kupu. Larva ialah bentuk
stadium sesudah menetas dari telur sebelum menjadi kepompong pada invertebrata
laut, larvanya sangat kecil, transparan dan mempunyai silia.
Tipe larva berdasarkan jumlah kaki, antara lain (Chu, 1949) :
1)
Apoda, yaitu larva
yang tidak berkaki. Larva apoda biasanya bergerak menggunakan gerakan
perstaltik hidroskeleton tubuhnya.
2)
Oligopoda, yaitu
larva yang memiliki hanya 3 pasang kaki pada thoraks, misalnya larva kumbang
koksi.
3)
Polipoda, yaitu
larva yang berkaki lebih dari 3 pasang, baik pada thoraks (kaki sesungguhnya)
maupun pada ruas abdomen (prolegs atau kaki semu), misalnya pada kebanyakan
ordo Lepidoptera seperti ulat jengkal.
7.
Tungau (Tetranychus exiccator)
(http://pancarahmat.blogspot.com/2012_06_01_archive.html)
(http://pancarahmat.blogspot.com/2012_06_01_archive.html)
Tungau
(Tetranychus exiccator) termasuk ordo
Acarina, mempunyai tanda-tanda antara lain : seluruh tubuhnya tidak
berbuku-buku, pada bagian dada terdapat emapat pasang kaki, skeleton luar
berkitin, respirasi secara difusi melalui tubuh atau dengan saluran trachea,
besarnya lebih kurang dari 1 mm, memperbanyak diri sangat cepat, habitat hidup
bebas di alam atau bersifat sebagi parasitik, meghisap cairan dalam daun
(Triharso, 2004). Tungau aktif di siang hari. Tanaman inang hama inang ini
cukup banyak, beberapa diantaranya kedelai, ubi kayu, kapas, jeruk, tomat dan
pepaya. Apabila tanaman tidak menunjang kehidupan tungau, maka tungau akan
membuat benang-benang halus untuk pindah dengan cara bergantung pada benang
tersebut. Tipe mulutnya pencucuk penghisap.
B. Chordata
1.
Burung merpati (Columba
fasciata )
(http://visual.merriam-webster.com/animal-kingdom/birds/bird/morphology-bird_1.php)
Burung
yang merupakan kelas Aves ordo columbiformes yaitu burung pemakan biji – bijian
dengan tembolok yang besar dan
dapat memuntahkan isinya untuk memberi makan anaknya. Keberadaan Columbifomes
tersebar di seluruh dunia. Contoh: Columba
livia, Columba
fasciata (merpati), Zenaidura
macroura (perkutut). burung memiliki susunan tubuhnya terdiri dari kepala(caput), leher (cervix),
badan (trunchus) dan anggota badan
bebas (extermitas). Di bagian kepala
terdapat paruh yang bentuknya kerucut pendek, mata kevil hitam, pupil bulat.
Kepala dan leher tertutup bulu halus. Pada tubuh, terdapat sepasang sayap yang
bentuknya bervariasi dan susunanya yang khas, bulu halus pada bagian lain dan
sepasang kaki yang berjari 5, bercakar dan bersisik. Bagian ekor bulunya besar
dan bersusun, sebagai alat kemudi tatkala terbang. Sistem peredaran darah
menggunakan jantung. Sistem pencernaan berupa paruh, rongga mulut, tembolok,
lambung kelenjar, lambung pengunyah, usus, dan lubang kloaka. Sistem
perkembangbiakan dilakukan secara generatif (Triharso, 2004).
2.
Tikus (Rattus argentiventer)
(http://www.dunialele.com/2011/09/hama.html)
Tikus
(Rattus argentiventer) termasuk kelas
Mamalia, ordo Rodentia yang merupakan hama dengan banyak inang/ polifag .
Panjang kepala dan badan mencapai 130-210 mm. Ekornya lebih pendek dari pada
panjang tubuhnya yakni sekitar 110-160 mm dan tungkainya mencapai 34-43 mm.
warna punggung coklat kelabu kehitaman, sedangkan perut dan dadanya kelabu
pucat. Jumlah puting susu betina yakni 12 buah. 3 pasang di dada, dan 3 pasang
di perut. Tekstur rambut agak kasar. Giginya tajam dan tipe mulutnya pengerat.
Pada usia 60 hari, tikus jantan siap untuk melakukan proses perkawinan
sedangkan untuk betina pada usia 26 hari. Masa bunting dari tikus ini 19-23
hari. Setelah melahirkan, 2 hari kemudian tikus betina siap kawin lagi. Jumlah
anakan yang dihasilkan tikus ini, mencapai 2-18 ekor/induk/kelahiran (Suharto,
2007).
Tikus
sawah (Rattus argentiventer) umumnya tinggal di persawahan dan sekitarnya, sedang
tikus ladang (Rattus exulans) pada umumnya tinggal di semak –
semak dan terutama merusak padi ladang. Namun, kadang – kadang kedua jenis ini
ditemukan bersama – sama seperti di daerah pasang surut.
Dalam
satu tahun, seekor tikus betina dapat melahirkan 4 kali dengan rata – rata 8
ekor anak tiap melahirkan. Secara teoritik sepasang tikus selama satu tahun
dapat berkembang biak menjadi 1270 ekor. Tikus aktif pada malam hari terutama
setelah matahari terbenam dan menjelang matahari terbit. Siang hari biasanya
tikus berlindung di semak atau dalam lubang. Kerusakan karena serangan tikus
adalah batang padi dipotong dan bekas gigitan terlihat membentuk sudut potong
kurang lebih 45º dan masih mempunyai sisa bagian batang yang tidak terpotong.
Pada fase vegetatif tikus dapat merusak antara 11 – 176 batang padi per malam.
Namun pada saat padi sudah bermalai rata – rata hanya 11 batang padi yang
dirusak per malam (Triharso, 2004).
3.
Tupai (Sciurus Sp.)
(http://wisata.kompasiana.com/jalan-jalan/2010/10/21/tips-berburu-tupai-212426.html)
Tupai
(Sciurus Sp.) termasuk kelas Mamalia, ordo Rodentia yang merupakan hewan yang
dianggap sebagi hama karena sering merusak tanaman, khususnya tanaman kelapa.
Morfologinya menyerupai tikus, akan tetapi bentuk ekornya lebih banyak bulu dan
lebih besar. Bagaian ekornya lebih panjang daripada kepalanya dan termasuk
kedalam kelas mamalia kecil.
C. Mollusca
1.
Keong mas (Pomacea canaliculata)
(http://siklushidupkeongmas.blogspot.com/2011/10/dulunya-keong-emas-berasal-dari-amerika.html)
Keong
emas (Pomacea canaliculata) merupakan
jenis hama yang masuk ke dalam filum Mollusca, kelas Gastropoda dan ordo
Mesogastropoda. Hewan ini mempunyai cangkang yang merupakan salah satu masalah
utama dalam produksi padi. Pembentukan cangkang sangat dipengaruhi oleh adanya
kalsium. Lingkungan yang banyak mengandung unsur tersebut akan sangat
mempengaruhi ketebalan cangkang. Keong emas ini, termasuk hewan berkelamin
tunggal, adanya perkawinan sepanjang musim dan mempunyai kemampuan untuk
memproduksi banyak telur 1.000-1.200 telur per bulannya atau sekitar 200-300
telur per minggunya. Telur keong mas berwarna merah jambu dengan membentuk
suatu koloni dan hidup di batang-batang padi. Telurnya menetas setelah 7-14
hari. Keong emas yang baru menetas mempunyai ukuran 1,7-2,2 mm dan langsung
masuk ke air dengan meninggalkan cangkangnya. Setelah dua hari, cangkang keong
emas tersebut menjadi lebih keras. Pertumbuhan awal keong ini 15-25 hari dan
pada umur 26-59 hari, keong emas ini sangat rakus memakan dedaunan, misalnya
padi sawah. Periode berkembangbiak 60 hari sejak menetas sampai dengan 3 tahun
(Suharto, 2007). Utuk morfologi dari keong emas ini,hampir mirip dengan
bekicot, akan tetapi letak mata dan bentuk cangkoknya berbeda. Mata (stigma)
terdapat pada ujung pangkal tantakel dan cankoknya cenderung membulat.
2.
Bekicot (Achatina fulica)
(http://jscbio-unnes.blogspot.com/2012_06_01_archive.html)
Bekicot
merupakan jenis hama yang masuk ke dalam filum Mollusca, kelas Gastropoda dan
ordo Pulmonata. Hewan ini yang mempunyai nama ilmiah Achatina fulica, merupakan hewan pemakan daun muda. Susunan
tubuhnya terdiri dari kepala, badan dan kaki yang sebagian besar berada di
dalam cangkok. Cangkoknya berupa eksoskleton, tersusun atas tiga lapis, yang
susunanya seperti cangkok pelecypoda. Kebanyakan
cangkoknya ke arah kanan yang kaitanya dengan genetika disebut mathernal effect. Kepalanya dilengkapi
dengan tantakel yang tidak sama panjang, pasangan yang didepan lebih kecil dan
pendek, sedangkan stigma/ bintik mata terdapat pada ujung tantakel yang
panjang. Mulutnya terdapat pada ujung anterior
yang dibatasi oleh kedua rahang, di dalamnya terdapat pasangan gigi kitin dan
lidah parut. Badan dari bekicot ini, terdapat di dalam cangkok dengan system
saraf masih sederhana, sistem perdarannya terbuka, sistem reproduksinya aktif,
hemaprodit, organ kelaminnya disebut dengan ovotestis. Pada kaki terdapat
ventral badan (gasteron) tersusun
oleh otot-otot segmental yang digunakan untuk bergerak secara bergelombang yang
dibantu dengan ekskresi lendir, sehingga meninggalkan bekas (Triharso, 2004).
D. Nemathelminthes
1.
Nematoda (Meloidogyne
sp.)
(http://plpnemweb.ucdavis.edu/nemaplex/taxadata/G076S5.HTM)
Nematoda
pada umumnya berbentuk silindris memanjang. Tubuh mempunyai dua sisi lateral
yang simetris (bilateral simetris). Dinding tubuh terdiri dari
kutikula, hipodermis, dan muskulus. Kutikula terdiri atas beberapa lapisan,
pada bagian sisi luar kutikula terdiri atas anula – anula. Nematoda tida
beruas, hanya anula – anula tersebut mirip dengan ruas. Sistem pencernaan
nematoda terdiri atas bibir, rongga mulut (stoma), esofagus, intestinum, dan
rektum serta berakhir di anus. Nematoda pada umumnya bersifat apimiksis, alat
kelamin betina bermuara pada vulva, sedang alat kelamin betina pada kloaka
(Mulyadi, 2009).
Kebanyakan
nematoda parasitik tanaman adalah kecil berbentuk cacing dengan panjang kira –
kira 1 mm. Umumnya menunjukan sedikit dimorfisme seksual kecuali bentuk ekor,
ada spikula dan asosiasi gonode dalam jantan dan vulva serta gonade dalam
betina, misalnya pada Hoplolaimus galeatus, akan tetapi di beberapa genera
tanda dimorfisme seksual terdapat dalam pembengkakan betina dan berisi dengan
telur, seperti halnya terjadi pada pembentukan bintil (gall) pada nematoda bintil akar ( Meloidogyne sp.). Semua nematoda parasitik tanaman diketahui
mempunyai stilet atau lembing mulut.
Pencernaan mungkin sebagian dari jasmani ekstra sebagai cairan ludah telah
dapat diketahui keluar dari stilet yang berongga. Dalam hal ini, merangsang
pembentukan sel raksasa dalam jaringan akar yang diserbu oleh larvadan larva
yang sedang berkembang makan kandungan sel (Triharso, 2004).
IV.
KESIMPULAN
1.
Bentuk dan susunan
tubuh hama yang satu dan lainnya berbeda-beda yang terkait dengan kehidupan dan
mobilitasnya dalam kehidupan.
2.
Perilaku, sifat
fisiologis, dan tanggapan hama suatu tanaman berbeda-beda yang erat kaitannya
dengan morfologi dan anatomi hama.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. < http://kamuskesehatan.com/arti/pupa/>. Di akses tanggal 12 Maret 2013
Anonim. 2011. Kupu-Kupu. <http://id.wikipedia.org/wiki/Kupu-kupu>. Diakses tanggal 11 Maret 2013.
Anonim, 2013.Kepompong. < http://id.wikipedia.org/wiki/Kepompong>.
Diakses tanggal 13 Maret 2013
Chu, H.F. 1949. How to know the Immature Insects.
WM.C.Brown Company Publisher. Dubugue,lowa
Gallagher, K. 1991 Pengendalian Hama Terpadu Untuk Padi.
Proyek Prasarana Fisik KAPPENAS, Jakarta.
Mulyadi, 2009. Nematoda Petanian. Gadjah Mada university
Press, Yogyakarta.
Pracaya. 2008. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Organik. Kanisius, Yogyakarta.
Sribimawati, T. 1982.Serangga Dalam Lingkunag Hidup.
Akadoma, Jakarta.
Suharto. 2007. Pengenalan dan Pengendalian Hama Tanaman
Pangan. Andi Offset, Yogyakarta.
Triharso. 2004. Dasar –Dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar